REFORMASI BIROKRASI, SEBUAH HARAPAN

Artikel () 16 Juli 2013 04:39:00 WIB


Undang-undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang lainnya. Sementara dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi.

Secara sederhana, makna reformasi birokrasi adalah perubahan besar dan mendasar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Atas dasar makna reformasi birokrasi itu pula muncul beberapa keinginan dari para pemerhati, antara lain sebagai upaya menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada, dan dengan upaya luar biasa; upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru. Kesemuanya itu menginginkan adanya perbaikan pelayanan dan perbaikan tata kelola birokrasi, sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance).

Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance) adalah birokrasi. Dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efisiensi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dalam kenyataannya, kualitas pelayanan tidak jarang diterima masyarakat dengan kekecewaan, dalam kondisi seperti itulah diperlukannya reformasi birokrasi.

Berbagai gerakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk itu termasuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota didaerah ini, baik dalam bentuk himbauan, kebijakan dan bahkan seperangkat aturan hukum telah disiapkan pemerintah (daerah), apalagi adanya tuntutan yang cukup deras dari masyarakat sebagai penerima layanan untuk dilakukannya reformasi birokrasi dilingkungan pemerintahan (daerah).

Untuk mengakomodir gerakan reformasi birokrasi di pemerintahan provinsi Sumatera Barat telah dikeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 24 tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 – 2015. Pergub ini merupakan instrumen dalam rangka percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintahan Provinsi Sumatera Barat,dokumen ini juga menjadi pedoman bagi Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah Prov. Sumbar dalam menyusun dan melaksanakan reformasi birokrasi. Sehingga dapat pula dijadikan payung hukum dan pedoman oleh pemerintah kabupaten dan kota dalam penerapan reformasi birokrasi didaerahnya. Pertanyaannya, apakah Pergub diatas itu mampu merubah perilaku buruk para birokrat kita ?

Pertanyaan diatas perlu dimunculkan, mengingat alasan pelaksanaan reformasi birokrasi adalah berawal dari ketidakmampuan birokrasi memberikan yang terbaik untuk masyarakatnya sebagai objek yang dilayani, tetapi malah sebaliknya sering dijadikan pelayan dari para abdi negara dan abdi masyarakat tersebut. Kondisi ini menjadi suatu keharusan untuk diterapkan reformasi birokrasi pada setiap jenjang pemerintahan.

Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur.

 

Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.

Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga mampu mengantarkan pada pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government) tidak termasuk dalam pengertian upaya dan atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.

Bila kita ingin jujur, kondisi pelayanan dan perilaku para birokrat didaerah ini memang harus diakui sangat jauh dari perilaku dan nilai seorang “pelayan” dan “abdi” masyarakat, mulai dari tingkatan tertinggi ditingkat provinsi sampai pelayanan pada tingkat nagari, terutama dapat kita lihat dan buktikan pada sentra pelayanan umum.

Kesemuanya itu berawal dari terpeliharanya attitudes (sikap) dan behaviors (perliku) para PNS yang cederung ingin dilayani dan mencari kesempatan dan bahkan berusaha menciptakan kesempatan dengan aturan hukum dan prosedur yang ada, sehingga dalam kondisi apapun selalu masyarakat yang menjadi korban/dirugikan. Berangkat dari kondisi diatas, maka sudah seharusnya dilakukan reformasi birokrasi dilingkungan pemerintah daerah di Sumatera Barat.

Paling tidak ada tujuh alasan kenapa reformasi birokrasi itu mesti dilakukan saat ini, sbb:

  1. 1.Masih terdapatnya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
  2. 2.Tingkat kualitas pelayanan publik belum mampu memenuhi harapan publik
  3. 3.Belum optimalnya tingkat efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja pegawai
  4. 4.Rendahnya tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan.
  5. 5.Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah
  6. 6.Reward And Funisment masih sebatas slogan
  7. 7.Belum sejalannya keinginan regulasi Reformasi Birokrasi dengan perilaku pimpinan.

 

Birokrasi disamping melakukan pengelolaan pelayanan, juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk misalnya dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruan skenario perwujudan kepemerintahan yang baik (goodgovernce). Namun pengalaman bangsa kita menunjukan, bahwa birokrasi tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan.

Seperti halnya, keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan KKN juga ditentukan oleh banyak faktor lainnya. Di antara faktor-faktor tersebut yang perlu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah koplitmen kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik unsur aparatur negara maupun warga negara dalam mewujudkan clean government dan good governance, serta dalam mengaktualisasikan dan membumikan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara kita, sesuai posisi dan peran masing-masing dalam negara dan bermasyarakat bangsa.

Untuk dapat meluruskan kembali birokrasi pada posisi dan misi atau peran yang sebenarya selaku “pelayan publik” (public servant), diperlukan kemampuan dan kemauan kalangan birokrasi untuk melakukan langkah-langkah reformasi birokrasi yang mencakup perubahan perilaku yang mengedepankan “netralitas, professionalitas, demokratis, transparan, dan mandiri”, disertai perbaikan semangat kerja, cara kerja, dan kinerja terutama dalam pengelolaan kebijakan dan pemberian pelayanan publik, serta komitmen dan pemberdayaan akuntabilitas instansi pemerintah.

Disamping itu, diperlukan juga sosok pemimpin yang memiliki komitmen dan kompetensi terhadap reformasi birokrasi secara tepat, termasuk dalam penyusunan agenda dan pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan pembangunan yang ditujukan pada kepentingan rakyat, peningkatan ketahanan dan daya saing daerah.

Paling tidak ada lima hal yang mesti dilakukan oleh birokrat dalam upaya melakukan reformasi birokrasi di lingkungan pemerintahan daerah, sbb:

Pertama; Adanya teladan pimpinan. Dimulai dari adanya contoh teladan dari unsur pimpinan. Semua pimpinan (pejabat Struktural) harus mampu memberikan contoh yang baik dalam lingkungan kerjanya, itu berarti bahwa perilaku pejabat harus dapat menjadi panutan oleh bawahannya. sehingga bawahan akan menjadi sulit/segan untuk melakukan perbuatan yang sifatnya tercela/tidak terpuji.

Kedua; Ciptakan budaya malu. Semua pejabat dan bawahan harus punya keinginan untuk menciptakan budaya malu bila melakukan kesalahan. Hari ini rasa malu melakukan kesalahan menjadi sebuah barang yang mahal dan semakin langka untuk ditemukan, sehingga para pelayan masyarakat tidak lagi mempertimbangkan dengan “rasa” apakah yang ia lakukan menyalahi atau tidak. Ketika rasa malu itu sudah menjadi budaya dalam lingkungan kerja, maka sikap aparat yang kurang baik akan dapat diminimalisir, sebaliknya bila rasa malu tidak dimiliki lagi, maka seseorang akan leluasa melakukan apa saja sesuai apa yang dinginkannya.

Ketiga; Perlunya peningkatan penguasaan dan pengamalan ilmu agama. Agama apapun selalu mengajar hal-hal yang baik, tidak ada satu ajaran agama yang menganjurkan pemeluknya untuk melakukan kesalahan. Saat ini yang kurang itu adalah nilai-nilai agama tidak lagi dijadikan timbangan dalam melakukan pekerjaan. Ketika agama tidak lagi menjadi pertimbangan dalam berbuat/bekerja maka rasa takut melakukan kesalahan akan menjadi hilang. Kepada Allah saja dia tidak takut apalagi terhadap sesama manusia. Untuk itu para pelayan masyarakat perlu ditingkatkan penguasaan dan pengamalan ilmu agamanya.

Keempat; Adanya ketegasan pimpinan. Setiap pempinan perlu bersikap tegas terhadap bawahannya dalam penerapan aturan yang berlaku. Artinya perlunya Law Impfocement (penegakan hukum), reward and funisment perlu ditegakkan. Bila penegakan hokum diabaikan, diyakini para birokrat akan bersikap nan kalamak dek paruik wee sae.

Kelima; Adanya regulasi aturan yang memeperketat terjadinya kecurangan aparat. Penagakan hukum akan dapat dilakukan ketika didukung dengan adanya aturan hukum yang mengaturnya.

Agaknya, bila kelima hal tersebut tidak dipersiapkan oleh pemerintahan provinsi, maka diyakini pergub tentang reformasi birokrasi tersebut akan menjadi dokumentasi di almari/laci para pemimpin kita, atau akan hanya menjadi ketikan kertas yang pernah ditulis tetapi tidak pernah dilaksanakan, sebab Reformasi Birokrasi ukurannya Perbaikan Pelayanan, ataukah hanya sebatas harapan, wallahu’alam. (penulis bekerja pada Biro Bina Sosial Sekretariat Daerah Prov.Sumbar).