KREASI MARSILAN TAHI KERBAU JADI API
Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 22 September 2014 08:49:30 WIB
Ketika orang heboh dan panik sulit minyak tanah atau harga elpiji melambung tinggi, Marsilan mulai berpikir bagaimana cara mengganti elpiji dengan “zat” yang lainnya. Marsilan sendiri sungguh tak mau memasak dengan menggunakan kayu penyulut api.
“ Sekolah lapangan PHT telah membuat saya untuk lebih berpikir dan hidup kreatif serta tak mudah berputus asa. PHT membuka cakrawala saya. Karena PHT, alam di sekeliling saya benar-benar menjadi ruang untuk belajar. Apa yang saya lihat, tak saja sekedar dilihat secara lahiriah, tapi juga melihat kei intinya. Mengapa harus begitu, mengapa harus begini, mengapa itu begitu, mengapa itu begini, mengapa itu menjadi itu, mengapa itu menjadi ini…Ya, SL PHT mengajarkan saya untuk hidup selalu bertanya dan mencari jawabannya”, ujar Marsilan petani kita yang sukses dalam kehidupan.
Ketika orang heboh sulit minyak tanah atau harga elpiji melambung tinggi, Marsilan mulai berpikir bagaimana cara mengganti elpiji dengan “zat” yang lainnya. Marsilan sendiri sungguh tak mau memasak dengan menggunakan kayu. Katanya, memasak dengan menggunakan kayu adalah merusak lingkungan. Hitung saja, sehari kita butuh kayu berapa untuk memasak. Seminggu berapa, sebulan berapa, setahun berapa, dan kalikan selama berpuluh-puluh tahun dan kalikan juga dengan jutaan rumah tangga yang memasak menggunakan kayu. Lama-lama, kata Marsilan, kayu hutan bisa plontos hanya gara-gara digunakan untuk memasak.
Marsilan mendengar kabar, bahwa tahi kerbau mengandung gas. Gasnya itu bisa dimanfaatkan untuk memasak. Lalu, Marsilan mencari tahu tentang “biogas” tersebut. Karena, beberapa ekor kerbau yang ia pelihara, tahinya hanya digunakan untuk bahan pupuk kandang saja.
Pada akhirnya, Marsilan menemukan jawabannya. Dengan sederhana ia membuat rangkaian. Tahi kerbau ia beri bak, lalu gasnya ia kumpulkan dalam plastik sederhana. Dalam plastik itu ia beri aliran dengan pipa sebesar jempol. Gasnya, ia alirkan ke kompor gas. Maka, ketika dibuka kran di pipa itu, yang keluar adalah gas. Maka, dengan bermodal Rp 1,5 juta, Marsilan telah memiliki “kompor gas” sendiri yang bahannya dari tahi sapi.
“ Saya telah menghemat uang setidaknya Rp 300 ribu sebulan sebagai pembeli gas elpiji. Dan teknologi sederhana dari biogas ini sudah saya kembangkan pula dilingkungan tempat tinggal saya ini”, ujar Marsilan seraya memperlihatkan kompornya yang bergas itu.
“ Ramah lingkungan adalah konsep dasar dari PHT juga !” tukas Marsilan.(Pinto Janir)