SILAT TRADISI MINANGKABAU DAN SYARIAT ISLAM

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 23 Juni 2015 02:39:40 WIB


Bagi masyarakat Minangkabau, silat identik dengan lelaki. Lelaki Minangkabau dulu memiliki tiga (3 M) kepandaian praktis; pandai mengaji (alquran), pandai mengkaji (ilmu beladiri silat) dan pandai menggalas (berbisnis). Pasca Sumpah Marapalam di Bukik Puncak Pato Lintau Tanahdatar, masyarakat adat dan agama sepakat bahwa Adat Basandi Syarak-syarak Basandi Kitabullah. Orang Minangkabau hanya satu agama, yakni Islam. Tidak diakui lagi ia sebagai orang Minang, kalau ia tak beragama Islam.

Seni beladiri silek (silat) Minang sepakat pada hakekat silat yang mencari kawan atau menjalin silaturahim, dan mendekatkan diri pada Allah SWT.

Silek membumi di Minangkabau. Karena ia benar-benar tumbuh dari akar dan tradisi yang selalu berfilsafat pada alam terkembang menjadi guru.

Tapi kini, silat Minangkabau tak luput dari siraman hawa globalisasi. Hanya sebagian kecil yang mampu tegak berdiri di atas nilai-nilai tradisi. Sebagian yang lain terkadang seakan membiarkan diri teradoptasi atau terpengaruh dalam ‘gerak’ yang sulit dinamakan sebagai silek Minang bila dilihat dari kacamata tradisi itu sendiri. 

 

 Mana benar yang silat Minang,  mana benar yang murni dan mengakar dari nilai-nilai tradisi silek Minang; itu saatnya kini digali kembali. Bila silek diibaratkan sebuah batang (jiwa), maka mungkin saja ia terpenjara di suatu ruang, atau tertimbun di suatu makam; untuk itu harus kita ‘bebaskan’, harus kita gali dan kita bangkitkan, seperti apa yang dikatakan oleh pepatah : “ membangkit batang terendam”.

Bila ada yang mengatakan bahwa silek Minang adalah akar dari silat nusantara, mungkin hal ini ada benarnya, dan mungkin pula tidak. Tapi itu sebenarnya bukanlah hal yang sifatnya prinsipil. Yang prinsip itu adalah; silat adalah beladiri yang benar-benar tumbuh dan berakar dari gerak murni yang diajarkan oleh guru-guru silek kita ‘terdahulu’; bukan sebuah gerak silek baru yang dikreasi-kreasikan kini.

Bila ada yang mengatakan bahwa silek Minang hanya tinggal bunga, kita harus bertanya dulu, bunga yang dimaksudkan itu bunga yang kembang atau bunga yang tak sempat berbuah karena layu.

Tinggal bunga?

 

 

BERMUSYAWARAHLAH UNTUK PELESTARIAN SILAT TRADISI

Mungkin itu artinya, silek Minang yang berkembang sekarang tak ‘semasak’ silek minang pada masa dahulu ke dahulu itu. Ketika guru silek memiliki 5 ilmu (kepandaian), guru ini menurunkan ke muridnya 4.Ketika murid menjadi guru, ia turunkan ke muridnya 3. Hingga akhirnya yang turun 1 kepandaian. Ketika murid memiliki satu kepandaian, ia turunkan ¾ kepandaian. Pada akhirnya, silek itu ‘lenyap’ yang tinggal bunga.

Dan untuk menggali ‘makam’ silek Minang yang terkubur, untuk melestarikan silek Minang itu, perlu adanya dilaksanakan sesegera mungkin kegiatan yang bertajuk “ Musyawarah Pandeka se Alam Minangkabau”.

 

 

Kegiatan berbentuk musyawarah yang diikuti oleh para penggiat beladiri silek tradisi, para tuo silek, para pecinta silek dan masyarakat atau tokoh masyarakat yang peduli pada gerakan silek tradisi.

Musyawarah ini kelak dapat merumuskan dan menggali akar-akar silek tradisi Minangkabau. Menghimpun pikiran dan gagasan-gasan, lalu merumuskannya menjadi sebuah konsep baku guna pengembangan silek tradisi di Minangkabau dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

Selain itu juga merumuskan hal-hal lain yang berihwal dari segala sesuatu menyangkut dari pengembangan silat tradisi itu sendiri. Mulai dari menyangkut kesejahteraan guru-guru silek, program-program bersama baik dalam program sosial maupun program yang erat dengan program pembangunan pemerintah yang disinerjikan dengan kegiatan silek tradisi.

Merumuskan dan memusyawarahkan perlunya   sebuah wadah khusus atau organisasi bagi para penggiat silek yang konsentrasi pada pengembangan seni silek tradisi.

Hasil dari musyawarah ini, tak saja berguna bagi para penggiat silat itu sendiri tapi juga menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam pengembangan dan pembangunan nilai-nilai seni dan budaya yang benar-benar mengakar dari kebudayaan Indonesia.

Untuk itu dalam musyawarah ini sebaiknya  juga diundang pihak-pihak, baik praktisi maupun akademisi untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang sesuai visi kegiatan ini yakni Lestarikan Silek Tradisi Minangkabau.

Silat adalah tradisi masyarakat Minangkabau. Bertani adalah bagian dari budaya Minangkabau. Sebagian besar dari para tuo Silek di Sumatera Barat hidup dengan bertani, baik sebagai peternak, petani (ke sawah-ke ladang) atau pun sebagai nelayan bagi tuo silek yang hidup di pesisir pantai Sumatera Barat.(Pinto Janir)