Hati-hati Memilih Pemimpin
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 06 Maret 2020 11:16:46 WIB
Oleh Yal Aziz
MANTAN Gubernur Sumatera Barat, Hasan Basri Durin pernah mengingatkan masyarakat tentang memilih pemimpin. Katanya, hati-hati dalam memilih pemimpin, jika salah dalam memimilih tunggulah kehancuran dimasa yang akan datang.
Sebenarnya, agama Islam juga telah memberikan tatacara memilih yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam. Bahkan Islam tidak mengenal dikotomi atau sekulerisasi yang memisahkan antara dunia dan akhirat, termasuk dalam memilih pemimpin.
Pemimpin seperti gubernur, bupati atau walikota, merupakan faktor penting dalam kehidupan bermasyaraat dan bernegara. Maksudnya, seorang pemimpin itu haruslah, sederhana, jujur, baik, cerdas dan amanah dan niscaya rakyatnya akan makmur. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya, niscaya rakyatnya akan sengsara.
Untuk itu agama Islam melalu Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bukti begitu seriusnya Islam memandang persoalan kepemimpinan ini “Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Konsep Islam tentang kepemimpinan sebenarnya sudah ideal. Contoh paling ideal pemimpin islam tentu saja Nabi Muhamad Saw. Baginda Rasul Allah tersebut merupakan seorang yang memimpin dengan hati. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21).
Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memiliki tata cara bagaimana memilih pemimpin yang baik, diantaranya:
Mukmin
Beriman kepada Allah (Mukmin) dan beragama Islam (Muslim) yang baik. “Yakni seorang Muslim yang memiliki dua sifat, seperti disebutkan dalam Alquran Surah Yusuf ayat 55, “hafizhun ‘alim. Hafizhun” artinya adalah seorang yang pandai menjaga. Yakni, seorang yang punya integritas, kepribadian yang kuat, amanah, jujur dan akhlaknya mulia, sehingga patut menjadi teladan bagi orang lain atau rakyat yang dipimpinnya sebagai dasar kepemimpinan dalam islam .
Amanah
Seorang pemimpin yang amanah kan berusaha sekuat tenaga untuk menyejahterakan rakyatnya, walaupun sumber daya alamnya terbatas seperti pada ayat ayat alquran tentang amanah . Sebaliknya pemimpin yang khianat sibuk memperkaya diri sendiri dan keluarga serta kolega-koleganya, dan membiarkan rakyatnya tak berdaya. “Rasulullah SAW mengingatkan, sifat amanah akan menarik keberkahan, sedangkan sifat khianat akan mendorong kefakiran,” papar Didin yang juga pimpinan Pesantren Mahasiswa dan Sarjana Ulil Albab, Bogor.
Alim
Artinya adalah seorang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk memimpin rakyatnya dan membawa mereka hidup lebih sejahtera. Fakta menunjukkan Indonesia pernah mempunyai seorang pemimpin Muslim yang amanah dan berpengetahuan tinggi (hafizhun ‘alim), yakni Prof Dr BJ Habibie. “Beliau ahli tahajud, ahli puasa Senin Kamis, gemar membaca Alquran, dan seorang ahli pesawat yang keilmuannya diakui oleh dunia internasional. Selama menjadi presiden RI, beliau terbukti sukses melaksanakan tugasnya.
Rajin Menegakkan Ibadah
Shalat adalah barometer akhlak manusia. “Pemimpin yang baik dan layak dipilih adalah pemimpin yang menegakkan shalat. Shalat melahirkan tanggung jawab. Kesadaran keimanan / tauhid / transendental dibangun melalui shalat sebagimana doa pemimpin dalam islam .
Gemar Berzakat dan Sedekah
Zakat itu bukan membersihkan harta yang kotor, melainkan membersihkan harta kita (harta yang bersih) dari hak orang lain. seorang pemimpin yang rajin berzakat dan berinfak, tidak akan korupsi.”Sebab dia yakin Allah sudah menjamin rezekinya, dan sesungguhnya rezeki yang halal lebih banyak daripada rezeki yang haram. Kalau sudah yakin seperti itu, untuk apa melakukan korupsi yang sangat dibenci Allah?.
Suka Berjamaah / Bergaul dengan Masyarakat
Suka berjamaah, artinya suka bergaul dengan masyarakat, berusaha mengetahui keadaan rakyatnya dengan sebaik-baiknya, dan mencarikan jalan keluar atas persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakatnya. Sifat suka berjamaah atau memperhatikan masyarakat ini ditunjukkan dalam shalat fardhu berjamaah. Rasulullah setiap selesai shalat fardhu berjamaah lalu duduk menghadap kepada jamaah sebagai cara menguatkan iman dan taqwa .
Fakta ini bertujuan untuk mengetahui kondisi jamaah, termasuk memperhatikan apakah jumlah jamaah tersebut lengkap atau tidak. Kalau ada yang tidak hadir shalat berjamaah, ditanya apa penyebabnya. Kalau ternyata orang tersebut sakit, Rasulullah bersama para sahabatnya lalu menjenguk orang yang sakit tersebut.
Kini masyarakat Sumatera Barat sedang berada pada masa penjaringan bakal calon kepala daerah, baik untuk calon gubernur, bupati dan walikota dan bahkan telah mulai diapungkan masyarakat dan partai politik.
Sebagai masyarakat awam, tentu kita berhara kepada masyarakat dalam menentukan pilihan agar mempertimbangkan masalah ketaqwaan, seprti terlihat si calon rajin menunaikan shalat lima waktu dalam sehari.
Yang tak kalah pentingnya, juga calom pemimpin di Sumatera bRat tersebut soso yang tahu dan mengerti dengan budaya Minangkabau, yang punya filosofi Adat Basandi Syarak dan Syarak Basandi Kitabllah. Jadi jangan sampai salah pilih. Semoga. (penulis wartawan tabloidbiak.co dan plt ketua JMSI Sumbar)