Tekfin dan Pembiayaan Usaha Mikro

Tekfin dan Pembiayaan Usaha Mikro

Artikel () 28 September 2019 11:49:51 WIB


Pada masa krisis ekonomi di periode 1997-1998, di tengah banyaknya usaha yang runtuh, sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) tetap bisa bertahan. Dan hingga sekarang, peran UMKM dalam menopang ekonomi Indonesia sudah terbukti kiprahnya. 

Saat ini, di tengah kondisi ekonomi yang tidak terlalu optimis, karena pengaruh global seperti perang dagang cukup terasa, UMKM tetap menjadi pasar yang layak dimasuki oleh perusahaan pembiayaan. Satu di antaranya adalah perusahaan teknologi finansial (tekfin). 

Jika dilihat peranannya, tanpa membagi kategori pembiayaan, hingga Juli 2019 perusahaan tekfin telah menyalurkan pinjaman senilai Rp 49,79 triliun. Sedangkan pada Juli 2018 jumlah penyaluran pinjaman berada di angka Rp 9,2 triliun. Dalam satu tahun terjadi pertumbuhan lima kali lipat. Sementara antara 2016 hingga 2018, penyaluran pinjaman tekfin yang tadinya Rp 284 miliar (2016) naik menjadi Rp 22.666 triliun. Naik sebesar 7.880%. 

Penyaluran pinjaman tekfin per Juli sebesar Rp 49,79 triliun memang masih kecil dibandingkan penyaluran pinjaman oleh bank per semester 1 sebesar 5.467 triliun. 

Mari kita bandingkan penyaluran pinjaman oleh bank dan tekfin. Berikut data penyaluran pinjaman oleh tekfin berdasarkan data dari Tabloid Mingguan Kontan edisi 16-22 September 2019: 

2016: 284 miliar

2017: 2.560 miliar

2018: 22.666 miliar

2019: 49.794 miliar (per Juli)

Sedangkan penyaluran pinjaman bank adalah sebagai berikut

2016: 4.377.195 miliar

2017: 4.737.944 miliar

2018: 5.294.882 miliar

2019: 5.467.646 miliar (per Juni)

Dari data di atas terlihat jumlah penyaluran pinjaman oleh tekfin masih kecil. Tapi pertumbuhannya tinggi. Sedangkan penyaluran pinjaman oleh bank jumlahnya jauh lebih besar dari tekfin, tapi pertumbuhannya tidak seperti tekfin. 

Tabloid Mingguan Kontan edisi 2-8 September menulis di salah satu halamannya dengan judul, “Berebutan Membiayai Usaha Mikro”. Dan kemudian di bawahnya ditulis, “BRI dan Bank Mandiri mulai menjajaki pembiayaan ke usaha super mikro untuk menghadapi persaingan dengan fintech dan lembaga keuangan lain”.    

Jadi menurut Kontan, tekfin telah membentuk pasar untuk super mikro yang memang berbeda dengan pasar untuk usaha mikro. Jika mengacu kepada undang-undang yang ada, suatu usaha disebut usaha mikro jika kekayaan bersih senilai Rp 50 juta dan omzet maksimal Rp 300 juta. Sedangkan definisi untuk usaha super mikro belum ada. Namun pinjaman dengan rata-rata Rp 20 juta bisa digolongkan sebagai pembiayan untuk usaha super mikro. 

Bank pemerintah seperti BRI yang selama ini jagonya pembiayaan mikro kini tertarik untuk masuk ke pembiayaan super mikro. Melalui pinjaman online, BRI menargetkan 270.000 nasabah dengan total dana Rp 375 miliar. Dan dana per pembiayaan berkisar dari Rp 500 ribu hingga Rp 20 juta. 

Demikian pula dengan Bank Mandiri, yang akan turun ke pembiayaan super mikro dengan berkolaborasi bersama perusahaan tekfin. Ditargetkan Rp 1 triliun bisa tersalurkan hingga akhir 2019 untuk pembiayaan super mikro ini. 

Lalu, siapakah bank pelopor pembiayaan super mikro? Ternyata Bank  Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Syariah. BTPN Syariah telah menyalurkan pembiayaan usaha prasejahtera dengan jumlah Rp 2 juta hingga Rp 50 juta. Ada pun yang dibidik oleh BTPN Syariah adalah usaha ibu-ibu. Dan kini jumlahnya sudah mencapai 3,5 juta ibu-ibu yang mendapatkan pembiayaan dari BTPN Syariah. Nasabah BTPN Syariah sendiri totalnya ada 5 juta yang sudah mendapatkan pembiayaan. Menurut Wakil Dirut BTPN Syariah, masih banyak masyarakat prasejahtera produktif yang belum terlayani oleh lembaga keuangan formal. 

Dengan melihat animo yang sangat besar untuk pembiayaan super mikro, maka pelaku usaha mikro kecil patut bersyukur. Apalagi tekfin yang mempelopori pembiayaan super mikro tidak terlihat bersaing dengan bank. Sebaliknya, bank dan perusahaan tekfin berkolaborasi untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan super mikro. 

Momentum demikian perlu ditindaklanjuti oleh pelaku usaha mikro kecil. Karena di tengah ekonomi yang masih butuh dorongan kuat, gerakan usaha mikro kecil ternyata mendapat dukungan dari tekfin dan bank. Tentu tidak dipungkiri juga ada pelaku usaha mikro kecil yang belum beuntung dalam mengelola usahanya sehingga tidak memiliki kemampuan untuk membayar pinjaman. Hal ini memang perlu dipikirkan oleh pemberi pinjaman atau pihak ketiga yang memiliki kepedulian akan keberlangsungan para pengusaha mikro tersebut. (efs)  

 

Referensi: 

Tabloid Mingguan Kontan, 16-22 September 2019 

Tabloid Mingguan Kontan, 2-8 September 2019