Mewariskan Keturunan yang Shaleh

Artikel () 24 November 2016 09:54:56 WIB


Mewariskan Keturunan yang Shaleh

Oleh : Zakiah

 

Ketertarikan terhadap sosok AlFatih adalah karena beliau seorang penakluk. Bagi ummat yang merindukan tegaknya khilafah, sosok ini menjadi begitu dirindukan. Sebagian besar aktivis ummat ini masih begitu yakinnya bahwa khilafah tegak lewat penaklukan.

Kalau saya sendiri justru tertarik dengan sosok Umar bin Khaththab ra. Kenapa ? Alasannya sederhana saja :

 

Karena beliau ra punya anak dan cucu yang shaleh (Abdullah bin Umar ra dan Umar bin Abdul Aziz)

 

Bagi saya, mewariskan keturunan yang shaleh itu sangat heroik.

Banyak yang menganggap kalau heroisme itu hanya terjadi di medan tempur. Padahal, berumahtangga dan mendidik anak itu jauh lebih heroik.

Betapa banyaknya orang yang hebat di medan perang, tapi gagal total di rumahtangga. Betapa banyaknya orang yang sukses mendidik anak orang lain, tapi gagal mendidik anak sendirian.

Dalam menegakkan rumahtangga dan mendidik anak sangat banyak yang harus kita perjuangkan dan sangat banyak yang harus kita korbankan.

Bagi yang sudah menikah tentunya sadar betapa menegakkan dan mempertahankan rumahtangga sangat tak mudah. Syaitan selalu mengintai setiap peluang perceraian. Ia lebih mirip medan jihad daripada taman bunga.

Sedangkan dalam mendidik anak, kita harus mengorbankan waktu, kesenangan, karir, peluang, capaian material dsb.

Boleh jadi demi masa depan anak kita harus mengorbankan masa depan kita sendiri. Tak sempat ambil gelar doktoral karena fokus mendidik anak, bukankah itu heroik ?

Jangan pernah menyesal dan kecewa bahwa sejumlah mimpi gagal diraih gara-gara berkeluarga dan punya anak.

Karena mewariskan anak shaleh adalah mimpi terbaik bagi dunia dan akhirat kita.

Shaleh itu amal. Makanya ada istilah amal shaleh.

Alhasil gambaran anak shaleh itu adalah anak yang aktif, produktif, progresif dan kontributif bagi kebenaran dan kebaikan.

Anak shaleh itu tancap gasnya kenceng. Namun sebelum nabrak injak rem. Mendahulukan amar ma'ruf sebelum nahi munkar. Mendahulukan melaksanakan perintah sebelum meninggalkan larangan. Mendahulukan kejar pahala sebelum jauhi dosa.

Anak shaleh itu lebih takut pada dosa iblis (tidak laksanakan perintah) daripada dosa Adam (tidak jauhi larangan).

Anak shaleh adalah anak yang sadar bahwa syarat masuk surga dan terhindar dari neraka tergantung dari banyaknya pahala, bukan dari sedikitnya dosa (QS AlQari'ah : 5 - 8).

Awal dari pendidikan anak shaleh adalah aqidah. Sehingga menjadi manusia progresif, karena diilhami oleh sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Berbeda jika yang pertama kali dididikkan adalah akhlak. Ia akan jadi anak santun, tapi pasif.

Karena dalam Islam pendidikan akhlak adalah pendidikan pamungkas : terakhir dan puncak.

Pendidikan aqidah itu memerdekakan anak, karena mereka terbebas dari segala bentuk penghambaan kecuali kepada Allah. Itulah yang membuatnya sangat progresif.

Namun, agar tak kebablasan, mereka perlu dididik Akhlak sebagai fungsi kontrol.

Yang repot kalau orangtua belum apa-apa sudah mendidik akhlak. Akhirnya ya over control

Pertanyaan anak shaleh : "Ada larangan ?"

Pertanyaan anak sopan : "Boleh nggak ya ?

"Jika anak shaleh menemukan jalan terlarang, maka ia akan cari jalan lain

Jika anak sopan menemukan jalan terlarang, maka ia akan berhenti

Maka, prinsip pendidikan anak shaleh adalah seperti sabda Rasulullah SAW :

"Permudah, jangan persukar. Berikan kabar gembira, jangan membuatnya lari" (Hadits)

Jadi, jangan berkata pada anak : "Berjalanlah dalam koridor Islam"Tapi katakanlah : "Jangan berjalan dalam koridor Kebathilan"

Karena Islam itu luas, tak sempit seperti koridor. Sedangkan Kebathilan itu sempit seperti koridor.

Kita harus merevolusi pendidikan anak-anak kita, agar lahir anak shaleh.Wallahu a'lam bishowab.(Ceramah Ustadz Adriano Rusfi,Psi)