MARANTAU CINO

Artikel () 29 Agustus 2016 16:26:14 WIB


“MARANTAU CINO”

Oleh : Teguh Gunung Anggun

 

“ Karantau Madang dihulu, Babuah Babungo Balun.

Marantau lah Bujang dahulu dirumah pangguno balun”

Ya. Seperti falsafah diatas, salah satu keunikan budaya Minangkabau, ialah Merantau. Budaya ini mulai diperkenalkan kepada Anak – anak bujang sejak usia akil baliq. Saya sendiri sudah mengalaminya, Anak – anak lelaki setelah akil baliq tidak boleh tidur dirumah. Anak lelaki itu disuruh tinggal di Surau, Mushalla atau Masjid.

Disana mereka disuruh belajar mengaji, silat dan petatah – petitih Minang seperti pantun pasambahan.Tujuan perintah “meninggalkan” rumah ini agar mereka telah terbiasa hidup diluar rumah. Setelah nanti telah cukup bekal ia telah dewasa dengan sendirinya akan meminta izin dengan keluarga untuk pergi merantau meninggalkan kampung halaman, meninggalkan Ayah – Ibu, Kakak – Adek serta keluarga besarnya. Tujuan jelasnya “mancari pitih”, untuk kehidupan yang baru serta lebih baik.

Mengapa orang Minang meratau, penyebabnya antara lain adalah Ranah Minang halnya mungkin bagian tersulit bagi lelaki Minang untuk bisa hidup berkembang.Alam Sumatera Barat ber gunung – gunung serta lembah – lembah sehingga sukar untuk mendapatkan lahan pertanian yang datar seperti di pulau Jawa.

Apalagi berstatus lelaki di Ranah Minang tidak memiliki hak atas tanah ulayat. Seorang kepenakan dari seorang penghulu besar dengan kekayaan yang besar warisan yang luas sekalipun tetap tidak memiliki hak atas tanah adat tersebut. Hak ulayat hanya untuk perempuan dan itu tidak untuk diperjual belikan. Makanya lelaki Minang lebi memilih mengadu nasib dirantau orang dan bersakit susah dirantau.

Setelah dekade 80 – an sudah mulai ada pergeseran, budaya tidur disurau sudah berangsur - angsur hilang, sedangkan budaya merantau tidak pernah ada habisnya dan tak lapuk dimakan oleh jaman. Bahkan sekarang bukan budaya para lelaki perempuan Minang pun sudah ikut budaya merantau ini. Setelah lulus sekolah Anak – anak Minang in mulai pergi merantau dari yang akan melanjutkan pendidikan atau lansung merantau pergi berdagang atau mencari pekerjaan.

Bagi yang melanjutkan pendidikan seperti kuliah, ada yanh kuliah di Kota Padang, Bukittinggi dan Kota lainnya yang masih dalam wilayah Minangkabau atau pergi merantau ke negeri seberang seperti pulau Jawa, Medan serta Kota besar lainnya. Selesai menamatkan kuliahnya pemuda Minang jarang untuk balik ke kampung halaman.

Mereka lebih memilih merantau untuk mencari pekerjaan apakah dikota tempat ia kuliah atau di Kota lebih besar lagi melalang buana keseluruh Kota – kota bahkan mancan Negara, nantinya akan menjadi guru atau dosen, bahkan Pemerintahan membuka usaha sendiri perusahaan dan pabrik – pabrik lainnya. Sedangkankan bagi yang beerselesai sekolah ada yang berdagang seperti berdagang kaki lima, kerja dirumah makan Padang, buruh pabrik dan lainnya.

Makanya tidak heran kini, bila kita sempat berjalan – jalan ke kampung – kampung di Ranah Minangkabau, propinsi Sumatera Barat, kita akan menjumpai rumah – rumah besar dan bagus yang hanya dihuni oleh orang tua saja dan Anak – anak kecil usia remaja yang masih sekolah. Kemana Pemuda – Pemudinya ?, pertanyaan yang gampang dijawab, mereka semua merantau.

 

Bagi yang berhasil merantau meereka akan pulang ke kampungnya sekali setahun pada saat lebaran Idul Fitri, sedangkan bagi mereka yang belum berhasil akan pulang sekali dua,tiga, lima tahun bahkan mereka tak pulang sekalipun. Apakah ada mereka yang tidak pulang – pulang ke kampungnya ?. Ada. Mereka disebut dengan “Merantau Cino”dengan jumlah yang cukup lumayan banyak, dengan berbagai alasan clasik dan sebagainya.

Penyebab dan musabab orang yang “Merantau CiNo”, antara lain :

  1. Orang tua yang telah tiada, saudara kampung yang tidak ada lagi dikampung halaman. Biasanya bagi orang Minang tidak ada alasan tidak ada keluaraga dikampung mereka ini sudah malas untuk Mudik atau pulang kampung. Sebab tidak ada lagi yang mau dicari, tidak ada lagi yang menati mereka di jenjang rumah saat ia pulang, tidak ada lagi yang memasakan rendang bagi perntau di kampung.
  2. Karena Adat. Ada orang Minang karena Adat mereka tidak bisa pulang kampung, seperti mereka yang pernah membuat aib bagi keluarga atau kaum.
  3. Malu. Sangat banyak orang Minang, meskipun masih banyak sanak keluarga dikampung namun mereka enggan untuk pulang.
  4. Pertengkaran keluarga atau pertengkaran Kaum. Pertengkaran keluarga atau Kaum biasa mempertengkaran tanah ulayat dan sebagainya, juga bisa jadi penyebab mereka tidak pulang – pulang kekampungnya atau “Merantau Cino”.

Serta masih banyak lagi alasan penyebab orang Minang yang “Merantau Cino”. Namun secara umum adalah empat perkara penyebab diatas. Demikanlah istilah “ Merantau Cino” dalam Miangkabau..(TGA)