Dibahas Dalam Waktu Singkat UU Pegampunan Pajak Disahkan

Dibahas Dalam Waktu Singkat UU Pegampunan Pajak Disahkan

Berita Utama () 11 Juli 2016 08:48:32 WIB


Ha­nya melalui proses pembaha­san yang singkat dan boleh dikata­kan pembahasan tercepat, Ran­ca­ngan Undang-Undang ten­tang Pengampunan Pajak disah­kan menjadi UU dalam Rapat Pari­purna DPR RI, Selasa (28/6). 

Pemerintah secara resmi mengajukan RUU Pengampu­nan Pajak tersebut pertengahan April lalu dengan tujuan untuk repatriasi dana dari luar negeri serta meningkatkan penerima­an pajak.

Memang pengambilan ke­pu­tusan pengesahan UU Pe­ngam­punan Pajak itu tidak bulat. Hanya sembilan dari sepuluh fraksi menyetujuinya. Hanya Partai Keadilan Sejah­tera (PKS) yang menyatakan keberatan. Sedangkan Partai Demokrat menyatakan setuju untuk disahkan, dengan cata­tan seluruh minderheidsnota menjadi bagian dari keputusan rapat paripurna ini. 

“Saya kira kita sudah bisa menyimpulkan. Secara ma­yoritas sembilan fraksi dari sepuluh menyetujui RUU Pe­ngam­punan Pajak menjadi UU. Kami ingin bertanya kepada saudara-saudara, setujukah dengan undang-undang pe­ngam­punan pajak ini?” tanya Ketua DPR Ade Komarudin saat memimpin sidang dan dijawab kata “setuju” oleh anggota DPR yang hadir dalam Paripurna.

Sebelumnya Ketua Komisi XI DPR RI Ahmadi Noor Supit menyampaikan laporan Komisi XI DPR terhadap pembicaraan

tingkat I serta pembahasan RUU tentang Pengampuan Pajak dalam Rapat Paripurna DPR. 

Noor Supit menyampaikan, rapat kerja Komisi XI DPR dengan pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM, pada tanggal 27 Juni 2016 dengan acara Pe­ngambilan Keputusan Pembica­raan Tingkat I. 

Berdasar pendapat akhir mini yang disampaikan oleh fraksi-fraksi dan pemerintah menyata­kan persetujuan bahwa pembaha­san RUU tentang Pengampunan Pajak dilanjutkan dengan pem­bicaraan tingkat II atau pengam­bilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR RI. 

Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno meminta pemerintah untuk berhati-hati menjalankan UU tersebut. Karena berdasarkan data empiris, di dalam maupun di luar negeri memperlihatkan tingkat keber­hasilan program pengampunan pajak  banyak mengecewakan.

Bahkan katanya, Indonesia sudah tiga kali menjalankan pro­gram ini dan lebih banyak tidak berhasilnya. Untuk itu, tax am­nesty perlu dijalankan hati-hati setelah RUU-nya disahkan DPR.

“Memang kalau kita pelajari di berbagai negara, lebih banyak gagalya daripada suksesnya. Ya, itu sebabnya kita harus melaku­kannya dengan hati-hati, dengan perhitungan agar undang-undang ini betul-betul bisa dijalankan di lapangan. Pemerintah harus men­ja­lankannya dengan serius dan keamanannya juga harus dija­min,” kata Hendrawan menyikapi UU tersebut.

Sebelumnya Menteri Keua­ngan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, pemerintah menga­jukan ini karena potensi pajak Indonesia sangat besar dan tax ratio kita masih rendah diban­dingkan dengan negara lain yang juga berpendapatan menengah.

Bambang mengatakan penga­juan RUU Pengampunan Pajak sangat penting karena masih banyak wajib pajak yang belum melaporkan harta maupun aset­nya di dalam maupun luar negeri serta belum dikenakan pajak.

Selain itu, pengajuan RUU ini diperlukan karena masih rendah­nya kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakan dan terbatasnya kewenangan Di­rek­torat Jenderal Pajak terhadap akses data perbankan