HABIS GELAP TERBITLAH TERANG (R.A. KARTINI)
Artikel Admin Satpol PP(Satuan Polisi Pamong Praja) 21 April 2016 14:50:22 WIB
Padang, 21 April 2016 --- Mengapa tanggal 21 April ditetapkan sebagai hari Kartini ??? Marilah kita mengingat sejarah singkat 137 tahun silam dari Raden Ajeng Kartini sebagai Pahlawan Nasional yang memperjuangkan kehidupan wanita di Indonesia pada zaman Belanda.
Raden Ajeng Kartini atau dikenal sebagai R.A Kartini, beliau dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional yang dikenal gigih memperjuangkan emansipasi wanita. Beliau lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara. Raden Ajeng Kartini berasal dari kalangan priyayi dari bangsawan Jawa, ayah beliau bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang Bupati Jepara dari istri pertama, yang bernama M.A. Ngasirah yang bukan keturunan bangsawan, melainkan hanya rakyat biasa saja, kemudian Kolonial Belanda mengharuskan seorang Bupati menikah dengan bangsawan juga, hingga akhirnya ayah Kartini menikah kembali dengan orang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan dari Raja Madura.
Sejak kecil Kartini tidak menyukai keadaan perempuan Jawa yang pada masa hidupnya, perempuan-perempuan Jawa di dilarang untuk mengenyam pendidikan, justru pada usia belia sudah dijodohkan dengan dengan laki-laki yang tidak dikenalnya dan harus mengabdi sebagai istri dan ibu rumah tangga yang baik, untuk mengubah keadaan saat itu, Kartini pun bertekad untuk bisa bersekolah di Belanda. Dia ingin memulai dari dirinya sendiri dan menunjukkan kepada para perempuan Jawa mengenai pentingnya pendidikan.
Sebagai seorang bangsawan, R.A Kartini juga berhak memperoleh pendidikan, kemudian ayahnya menyekolahkan Kartini kecil di ELS (Europese Lagere School). Disinilah Kartini kemudian belajar Bahasa Belanda dan bersekolah di sana hingga ia berusia 12 tahun sebab ketika itu menurut kebiasaan ketika itu, sebagai perempuan yang dibesarkan dalam lingkup adat-tradisi yang kuat, anak perempuan harus tinggal di rumah untuk ”dipingit” atau dilarang keluar rumah bagi seorang gadis, terpaksa Kartini memendam cita-citanya untuk sekolah lebih tinggi, namun beliau tidak kehilangan akal tetap semangat belajar dengan aktif melakukan berkirim surat (korespondensi) dengan teman-temannya yang sebagian besar merupakan orang Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini mengagumi kemandirian dan kemajuan berpikir perempuan Eropa.
Timbullah keinginan Kartini untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Salah satu suratnya kepada Rosa Abendanon, 10 Juni 1902, Renungan tentang dan untuk Bangsanya (1979), adalah:
"Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang-orang setengah Eropa atau orang-orang Jawa Kebarat-baratan. Dengan pendidikan bebas kami bertujuan terutama sekali akan menjadikan orang Jawa sebagai orang Jawa sejati, orang Jawa yang dijiwai dengan cinta dan semangat untuk tanah air dan bangsanya."
Karena fasih dalam bahasa Belanda, Kartini sering baca surat kabar, majalah serta buku-buku yang berbahasa Belanda. Pada saat itu Kartini ingin sekali sekolah di Belanda untuk mencapai cita-citanya sebagai guru yang akan membawa ilmunya ke Indonesia untuk disebarkan ke perempuan-perempuan Jawa untuk mengkombinasikan budaya perempuan Eropa yang dianggapnya positif, dengan budaya perempuan Jawa yang positif pula, yang akan melahirkan perempuan Jawa yang luar biasa dari kombinasi itu.
Ketertarikannya dalam membaca membuat Kartini memiliki pengetahuan yang cukup luas soal ilmu pengetahuan dan kebudayaan, salah satunya perjuangan Kartini dalam bentuk tulisannya adalah memberi perhatian khusus pada masalah emansipasi wanita melihat perbandingan antara wanita Eropa dan wanita pribumi, masalah sosial yang terjadi menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh persamaan, kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum dan penderitaan perempuan di Jawa seperti harus dipingit, tidak bebas dalam menuntut ilmu atau belajar, serta adanya adat yang mengekang kebebasan perempuan.
Akhirnya dengan melalui surat-surat dan tulisannya di berbagai surat kabar dan majalah, akhirnya melalui sahabat penanya Rosa Abendanon, Kartini pun meminta persetujuan Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda JH Abendanon, suami Rosa, untuk dapat bersekolah di Belanda.Namun cita-cita tersebut akhirnya kandas karena tak diizinkan oleh ayahnya, karena akan segera menikah. Pada pada tanggal 12 November 1903, akhirnya Kartini menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat seorang Bupati Rembang yang pernah memiliki tiga istri.
Meski sudah menjadi istri seorang Bupati, namun Kartini masih tetap semangat untuk mencapai cita-citanya menjadi guru, akhirnya suaminya mengerti keinginan Kartini dan dia diberi kebebasan dengan mendirikan sekolah khusus untuk kaum wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, hingga Kartini melahirkan anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada tanggal 13 September 1904, namun beberapa hari kemudian setelah melahirkan, R.A Kartini kemudian wafat pada tanggal 17 September 1904 di usia 25 tahun yang dikebumikan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.
Sepeninggalan perjuangan beliau kemudian pada tahun 1912, berdirilah Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang yang meluas sampai ke Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Cirebon, Madiun, dan daerah lainnya, untuk menghormati jasa-jasanya diberi nama “Sekolah Kartini”.
Berkat perjuangannya untuk emansipasi wanita terhadap masalah sosial yang mengekang kebebasan perempuan, membuat suami dari sahabat penanya Rosa Abendanon yang bernama bernama J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda mulai mengumpulkan surat-surat yang pernah ditulis oleh R.A Kartini ketika ia aktif melakukan korespondensi dengan teman-temannya yang berada di Eropa ketika itu. Sehingga tersusunlah sebuah buku yang berjudul “Door Duisternis tot Licht” yang kemudian diterjemahkan dengan judul Dari Kegelapan Menuju Cahaya yang terbit pada tahun 1911. Pada cetakan buku yang lima kali, terdapat surat-surat yang ditulis oleh Kartini yang menarik perhatian masyarakat terutama kaum Belanda sebab yang menulis surat-surat tersebut adalah wanita pribumi.
Kemudian surat-surat tersebut dikumpulkan dan dijadikan satu yang diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Untuk menghargai jasanya atas emansipasi wanita, maka pada tanggal 2 Mei 1964, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
(by Novear)