Pustakawan Bukan Sekadar Pengolah Penyimpanan dan Peminjaman Buku
Berita Utama ROMI ZULFI YANDRA, S.Kom(Dinas Kearsipan dan Perpustakaan) 18 April 2016 07:54:57 WIB
Pustakawan bukan sekadar pengolah penyimpanan dan peminjaman buku. Hal ini disampaikan oleh Drs. Alwis, Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat dalam Seminar Nasional Perpustakaan Indonesia pada tanggal 15 April 2016 di Teater Tertutup Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Padang.
Seminar nasional yang mengusung tema “Peluang dan Tantangan Bagi Karir Pustakawan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” ini menghadirkan pembicara utama Dr. Agus Rusmana, M.A., dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran, dan Drs. Alwis, Kepadala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumbar. Seminar ini diikuti oleh 300 peserta dari berbagai daerah. Terdiri dari kalangan pustakawan maupun mahasiswa jurusan perpustakaan.
MEA merupakan program globalisasi yang tak bisa dihindarkan. Dampaknya akan dirasakan juga pada profesi pustakawan dalam hal perdagangan jasa. Ada peluang dan tantangan yang muncul dan harus disikapi dengan cara yang tepat. MEA sendiri telah berlangsung sejak 31 Desember 2015. Kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan bebas lintas batas untuk perdagangan barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil.
Hal tersebut membuka peluang bagi pustakawan Indonesia untuk melebarkan sayapnya ke negara asing di kawasan Asia Tenggara. Namun juga membuka tantangan bagi pustakawan itu sendiri karena pustakawan dari negara tetangga juga melebarkan sayapnya di Indonesia. Oleh karena itu pustakawan harus mampu bersaing dengan kompetensi yang baik.
Drs. Alwis menyampaikan, untuk menghadapi MEA, pustakawan harus mengubah pola pikirnya menjadi lebih maju. Jangan berpikir bahwa pustakawan sekadar pengolah penyimpanan dan peminjaman buku. Pustakawan harus mampu meningkatkan kompetensinya dalam bidang ilmu informasi agar dapat meraih peluang dan menghadapi tantangan dalam MEA.
Selain itu, Dr. Agus Rusmana, M.A., menambahkan bahwa mindset pustakawan itu adalah pegawai negeri sipil harus diubah. Pustakawan tidak terbatas hanya pegawai negeri sipil. Menurut Undang-Undang nomor 43 tahun 2007 secara lebih luas mendefenisikan pustakawan sebagai seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan pustakawan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
Lebih lanjut Drs, Alwis menjelaskan bahwa Indikator kualitas diri seorang tenaga kerja tersebut sekurang-kurangnya mencakup tiga aspek utama: 1) wawasan atau pengetahuan, 2) keterampilan, dan 3) kepribadian atau karakter. Ketiga aspek ini terintegrasi menjadi satu kesatuan dalam diri seorang tenaga kerja yang membentuk sikap dan prilaku kerjanya.
pustakawan yang selama ini berkerja di lembaga perpustakaan dan pusat jasa informasi konvensional, kini ditawari peluang untuk berkiprah di lembaga lain seperti lembaga perlindungan hak cipta dan karya intelektual, lembaga penelitian, dan sejenisnya.Ringkasnya, Era ASEAN Economic Community telah membuka peluang diversivikasi lapangan pekerjaan bagi pustakawan.
Namun demikian, seperti peluang-peluang lain yang dibahas diatas, peluang ini juga berdampingan dengan tantangan. Pustakawan tidak cukup hanya berperan sebagai pengguna basis data, tapi juga pembangun dan pengelolan basis data. Pustakawan tidak cukup kuat menghadapi tantangan dalam hal penerapan tekhnologi informasi dan komunikasi bila mereka masih “mempertengkar” persoalan yang tidak mendasar seperti penggunaan SLIM atau Inlis Lite. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah “mampukah pustakawan mengembangkan sebuah pangkalan data yang memuat informasi yang bermanfaat bagi masyarakat dunia yang dapat diakses secara global?”. Jawabannya terpulang kepada pustakawan itu sendiri.