Sumpah Pemersatu Bangsa

Artikel Yongki Salmeno(Yongki Salmeno) 29 Desember 2015 09:29:01 WIB


Oleh Irwan Prayitno

Fakta sejarah membuktikan bahwa Bangsa Belanda berhasil menjajah Indonesia selama 350 tahun (tiga setengah abad). Rentang waktu tersebut bukanlah masa yang pendek, malah terlalu lama. Strategi utama yang dilancarkan Belanda sehingga mereka bisa terus bercokol Indonesia terkenal dengan nama politik devide et impera.

Dalam bahasa Indonesia strategi politik devide et impera diterjemahkan sebagai politik adu domba atau politik pecah belah. Politik devide et impera pada dasarnya adalah mencegah terbentuknya suatu kelompok besar atau kekuatan besar yang solid (kompak). Jika terbangun kelompok yang besar, kuat dan solid di bumi Indonesia saat itu, tentulah dengan mudah penjajah Belanda bisa diusir dari bumi Indonesia.

Politik adu domba saat itu dilaksanakan dengan mengadu domba sejumlah kerajaan-kerajaan kecil yang banyak terdapat di Indonesia.  Di Sumatera kala itu terdapat sejumlah kerajaan, di Jawa juga tumbuh sejumlah kerajaan. Begitu juga di Kalimantan, Sulawesi, Papua dan daerah lainnya. Raja yang satu diadu domba dengan raja lainnya, kelompok yang satu juga dibenturkan dengan kelompok lainnya. Demikian juga tokoh-tokoh yang dianggap berpengaruh saat itu tak ketinggalan jadi sasaran adu domba.

Strategi politik ini ternyata berhasil. Sepanjang 350 tahun Kolonial Belanda berkuasa memang tidak terjadi pemberontakan yang berarti. Letupan-letupan kecil yang muncul ke permukaan segera dapat diredakan, bangsa Indonesia yang di adu domba tidak berdaya, sibuk berbenturan dengan sesama bangsa sendiri.

Belakangan baru bangsa Indonesia menyadari kekeliruan mereka. Di sejumlah daerah kemudian muncul gerakan-gerakan yang lebih terkoordinir yang bersifat kedaerahan. Gerakan ini terutama diorganisir oleh pemuda dan pelajar Indonesia yang jumlah mulai banyak saat itu.

Puncak gerakan itu terjadi pada tahun 1928 yaitu saat dilaksanakannya Kongres Pemuda II tanggal 27-28 Oktober di Batavia. Semua organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. sepakat untuk bersatu-padu menghimpun kekuatan bersama untuk mengusir penjajah.  Mereka sepakat untuk tidak mau lagi menjadi bulan-bulanan oleh politik adu domba Belanda.

Ketua panitia kongres saat itu Sugondo Djojopuspito didukung oleh tokoh lainnya sepakat untuk mengirarkan Soempah Pemoeda (Sumpah Pemuda). Ikrar itu adalah sumpah untuk bersatu padu, menyatakan bahwa semua bangsa Indonesia adalah satu kesatuan, memiliki tanah tumpah darah satu, berbangsa satu dan berbahasa satu yaitu Indonesia.

Naskah Sumpah Pemuda disiapkan oleh sekretaris panitia yang juga putra Sumatera Barat Mr. Muhammad Yamin. Saat itu pula lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaanWR Soepratman pertama kali dikumandangkan. Sejak saat itu semangat bersatu bangsa Indonesia mulai bergelora, mereka tak mau lagi dipecah belah oleh politik devide et Impera.

Melaui momen Sumpah Pemuda tahun ini kita berharap semangat persatuan dan kesatuan yang telah membara sejak tahun 1928 itu dan telah terbukti mampu mempersatukan kekuatan Bangsa Indonesia kembali berkobar.  Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku dan berbagai agama memang berpeluang untuk dipecah belah lagi dengan politik devide et impera. Perbedaan agama, perbedaan daerah, perbedaan suku, tanpa kita sadari memang sering dijadikan alat untuk mengadu domba. Belakangan perbedaan pilihan, perbedaan orientasi politik juga bisa dimanfaatkan pihak lain untuk memecah belah.

Mari kita nyalakan lagi semangat kesatuan dan persatuan yang dulu telah berhasil mempersatukan Indonesia serta mengenyahkan penjajah dari Bumi Indonesia tercinta ini. Meski kita berbeda pulau, etnis, agama, pilihan dan orientasi politik mari kita bersumpah dalam hati masing-masing bahwa kita adalah satu, kita semua bersaudara, berbangsa, bertanah air satu dan berbahasa satu: Indonesia. ***