“Atasi Permainan Tengkulak” Satu Nagari Satu Lumbung Pangan

Berita Utama () 10 April 2015 14:06:46 WIB


Padang, Sumatera Barat masih dihantui oleh inflasi yang salah satunya disebabkan oleh fluktuasi harga beras. Di penghujung tahun 2014 lalu, inflasi di Sumatera Barat mencapai 11,58 persen, lebih tinggi dari angka inflasi nasional yang hanya sebesar 7 persen.

Gejolak harga beras di Sumatera Barat terjadi karena banyak beras petani lokal telah dibeli oleh tengkulak untuk dijual ke luar Sumatera Barat dengan harga yang lebih tinggi.

Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat Ir Effendi, permainan tengkulak bisa diminimalisir dengan adanya program lumbung pangan yang telah dilaksanakan sejak 2009, dimana kelompok tani di daerah diberikan bantuan uang untuk membeli sebagian hasil panen masyarakat dan disimpan ke gudang. Beras dimaksud nantinya bisa dijual kembali ketika terjadi paceklik pangan atau gejolak harga beras.

“Selama ini di lapangan, tengkulak itu sudah mencarter hasil panen petani. Sebelum panen mereka diberi uang dulu. Lalu panennya dibeli dengan harga standar 4 ribu sampai 5 ribu, dijualnya ke luar Provinsi dengan harga mencapai 10 ribu lebih, sehingga stok untuk daerah justru kurang, dan permainan harga mudah terjadi. Siasat ini bisa kita pangkas dengan program lumbung pangan,” jelasnya Effendi, Jum’at (10/04) kemaren.

Akan tetapi Ir Effendi mengakui, keberadaan lumbung pangan belum sepenuhnya efektif menekan keberadaan tengkulak yang telah bercokol di berbagai daerah. Hal tersebut dikarenakan jumlah lumbung pangan yang telah berdiri di Sumatera Barat baru 134 unit di 12 Kabupaten/Kota.

“Idealnya lumbung pangan ini ada di setiap nagari di Sumatera Barat. Baru bisa kita matikan tengkulak. Lumbung pangan kita baru 134 unit, sedangkan jumlah nagari kita 880. Kalau setidaknya kita dirikan 500 lumbung lagi, saya yakin tidak ada lagi gejolak dan permainan harga beras,” ungkapnya.

Ir Effendi berharap, pendirian lumbung pangan yang sebagian besar didanai oleh APBN, dengan rata-rata 20 unit pertahun bisa ditambah, mengingat APBD saat ini tidak diperkenankan memberikan hibah dan bantuan sosial.

“Lumbung pangan ini kan dananya dari APBN. Kelompok tani di daerah mendapat Dana Alokasi Khusus untuk membangun gudang. Lalu untuk mengisi berasnya, mereka mendapat kucuran dana 40 juta rupiah selama dua tahap dari Pemerintah Provinsi yang asal dananya dari APBN. Kita berharap jumlah bantuan terus meningkat, agar lebih banyak berdiri lumbung pangan, sehingga permainan tengkulak bisa kita putus,” pungkasnya. 

(Hms sbr)