Wartawan Abal-Abal? Ndak Lah Yau
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 16 Mei 2020 13:34:51 WIB
Oleh Yal Aziz
ISTILAH wartawan abal-abal, termasuk yang jadi gunjingan masyarakat, baik di facebook, WhatsApp dan media sosial lainya. Kata abal-abal ini erat kaitannya dengan tuduhan miring atau negatif terhadap profesi wartawan.
Sedangkan bagi wartawan profesional, yang menjunjung tinggi kode etik jurnalistik dan Undang-undang Pokok Pers, tak perlu pula terlalu mempersoalkan tudingan miring berkanotasi negatif tersebut. Maksudnya, jawab keraguan dan tuduhan miring masyarakat tersebut dengan fakta dan aktifitas membuat berita, yang akurat dan berlandasan kode etik dan UU Pokok Pers.
Kini, perkembangan media massa berupa online sangat pesat dan bak jamur di musin hujan. Bahkan sekarang, keberadaan media online sangat digemari dan disukai karena sangat mudah mengaksesnya melalui handphone seluler dan laptop yang terkoneksi dengan jaringan internet.
Kemudian, keunggulan media online, karena pembaca disuguhkan berita yang bersifat up to date dan informasi yang dijakan media onlinepun bersifat real time atau saat itu juga. Selanjutnya, keunggulan media online karena informasi atau berita yang disajikanbersifat praktis dan bisa diakses dimana saja dan kapan saja, sejauh didukung oleh fasilitas teknologi internet.
Keunggulan media online lainnya, seperti adanya fasilitas hyperlink, yaitu sistem koneksi antar website ke website lain, sehingga pengguna dapat mencari atau memperoleh informasi lainnya tanpa harus melakukan pencarian lagi.
Kemajuan dunia informasi berupa media online, tentu punya dampak negatifnya juga, seperti munculnya orang yang mengaku-ngaku sebagai wartawan media online. Yang prakteknya sama juga dengan media cetak, yang dikatakan wartawan abal-abal.
Bagi masyarakat, sebenarnya tak pula terlalu sulit membedakan mana wartawan profesional dan mana yang abal-abal. Yang pertama tentu dari beritanya. Maksudnya, setelah wawancara, ada ndak berita si wartawan muncul dimedia yang disebutkannya. Kemudian, melalui cara dan gayanya ketika bertanya melalui wawancara, yang kurang beretika dan bergaya jaksa dan polisi ketika memeriksa tersangka korupsi, misalnya.
Yang hebatnya lagi, seiring perkembangan madia online, mucul pula berbagai asosiasi atau persatuan wartawan media online dengan baragam nama, seperti IWO, AJOI, AWAK dan berbagai nama lainnya.
Dibidang perusahan media, muncul pula perkumpulan para pemilik media, seperti JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia) yang telah dideklarasikan di Kota Banjrmasin, 8 Februari 2020, sehari sebelum peringatan Hari Pers Nasional. Begitu juga dengan SMSI dan AMSI.
Khusus media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber. (Baca Pedoman Media Siber di tabloidbijak.com).
Kedepan, kita tentu berharap kepada masyarakat untuk lebih selektif membaca berita yang disuguhkan media online. Semoga! (penulis wartawan tabloidbijak.com)