Korupsi? Ndak Lah Ya
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 14 Desember 2020 09:27:01 WIB
Oleh Yal Aziz
SETIAP 9 Desember diperingati sebagai Hari Anti Korupsi. Sejarah peringatan ini dimulai setelah Konvesi PBB Melawan Korupsi pada 31 Oktober 2013 lalu. Konvensi tersebut membahas tentang peningkatan kesadaran guna melawan korupsi atau anti korupsi. Kemudian melalui resolusi 58/4 pada 31 Oktober 2003, PBB menetapkan 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Internasional.
Selanjutnya majelis PBB ini mendesak semua negara dan organisasi integrasi ekonomi regional yang kompeten untuk menandatangani dan meratifikasi Konvensi PBB melawan Korupsi. Langkah tersebut diambil untuk memastikan pemberlakuan Hari Anti Korupsi Sedunia secepatnya. UNCAC merupakan instrumen anti korupsi internasional pertama yang mengikat secara hukum.
Tujuan dari Hari Anti Korupsi ini untuk meningkatkan kesadaran akan korupsi dan dampak negatifnya terhadap negara. Korupsi ini melibatkan penyalahgunaan kewenangan yang telah dipercayakan oleh perilaku tidak jujur dan tidak etis untuk kepentingan pribadi.
Kemudian korupsi bisa dikatakan sebagai salah satu tindak pidana jika dilakukan oleh seseorang. Tindak pidana korupsi ini sendiri merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok dimana kegiatan tersebut sangat merugikan bangsa dan negara serta melanggar hukum yang berlaku.
Korupsi juga bisa dikatakan penyalahgunaan atau menggelapkan uang/harta kekayaan umum (negara, rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah. Dalam istilah politik Bahasa arab, korupsi sering disebut “al-fasad atau riswah”. Tetapi yang lebih spesifik adalah “ikhtilas atau “nahb al-amwal al-ammah”..
Sebagaimana kita ketahui, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akan arti kesucian, sehingga sangatlah rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk menjadi tujuan pokok hukum (pidana) Islam. Secara tegas dan jelas Islam mengingat harta mempunyai dua dimensi, yakni dimensi halal dan dimensi haram.
Selanjutnya perilaku korupsi masuk pada dimensi haram karena korupsi menghalalkan sesuatu yang haram, dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam memperoleh rezeki Allah SWT. Dan islam membagi istilah korupsi ke dalam beberapa dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah (pencurian) al gasysy (penipuan) dan khianat (penghianatan).
Yang pertama, korupsi dalam dimensi suap (risywah) dalam pandangan hukum islam merupakan perbuatan tercela dan juga merupakan dosa besar serta Allah sangat melaknatnya. Islam tidak menentukan apa hukuman bagi pelaku suap, akan tetapi menurut fuquha bagi pelaku suap-menyuap ancaman hukumannya berupa hukuman ta’zir yang disesuikan dengan peran masing-masing dalam kejahatan.
Kedua, korupsi dalam dimensi pencurian (saraqah), yang berarti mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi. Artinya mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya, jadi saraqah adalah mengambil barang orang lain dengan cara melawan hukum atau melawan hak dan tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Tidaklah Allah SWT melarang sesuatu termasuk di dalamnya korupsi, melainkan di balik itu terkandung keburukan dan mudharat (bahaya) bagi pelakunya.
Untuk itu sebagai pejabat negara dan ASN yang digaji oleh negara hendaknya menghindari diri dari prilaku korupsi. Karenapa? Karena korupsi merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama dan undang-undang negara. Tegasnya katakan tidak dengan korupsi. (Penulis wartawan tabloidbija.com).