Wartawan Sama Halnya dengan Wakil Rakyat Tanpa Dewan

Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 30 Januari 2018 09:37:05 WIB


Oleh Yal Aziz


RASANYA, komentar  Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit ketika membukan Seminar  Pameran Sejarah Pers Nasional di Minangkabau sebagai salah satu rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) di Sumbar 2018, di Museum Adityawarman, Padang, Jumat (1/12) lalu, sangat menarik juga untuk dikaji dan dianalisa. Kenapa? Karena waktu itu Wagub Sumbar, Nasrul Abit menilai, kontrol sosial yang  dilakukan pers merupakan salah satu masukan yang bisa dijadikan dasar kebijakan dalam penyusunan program pembangunan daerah.

Kemudian, Nasrul Abit juga menegaskan, pemerintah juga perlu kritik yang membangun dan memberikan solusi. Alasannya, karena Pers memiliki peran penting diberbagai kegiatan untuk pembangunan bangsa dan negara. Namun sayangnya, berdasarkan informasi yang diterimanya, masih banyak juga pejabat publik di Sumbar yang takut berurusan dengan wartawan atau insan pers. Padahal, melalui pemberitaan media massa pemerintah, bisa menyebarluaskan informasi tentang program dan kegiatan pembangunan agar sampai kepada masyarakat.

Kini, kata Nasrul Abit, sudah tidak zamannya lagi pejabat publik takut dengan wartawan. Apalagi informasi di pemerintahan sekarang memang harus transparan sesuai Undang-Undang Nomor  14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang merupakan salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008.

Kemudian pameran sejarah pers  merupakan momen bagi generasi muda untuk belajar mengenal sejarah media massa. Kenapa? Karena banyak hal yang bisa dipelajari, apalagi media berperan dalam kemerdekaan dan menyuarakan kepentingan negara.

Disamping itu, jika melihat sejarah pers dari dulu sampai sekarang, bahwa apapun yang kita perbuat, apa yang kita kerjakan tanpa ada pers tanpa ada pemberitaan tentu saja masyarakat tidak akan tahu karya-karya dan kinerja kita selama ini.

Untuk itu, Nasrul Abit menghimbau OPD tidak perlu takut dan menghindari wartawan atau pers. Katanya, pejabat yang takut dengan pers,  tentu yang bersangkutan tidak memahami apa itu tugas pers.

Tapi, apa yang dikatakan Wagub Sumbar tentang wartawan ada benarnya. Namun perlu juga dijelaskan tentang sosok dan tugas serta tanggungjawab seorang wartawan. Kenapa? Kaena wartawan, jurnalis atau pewarta adalah orang yang melakukan kegiatan jurnalistik atau orang yang menulis berita berupa laporan secara teratur dan tulisannya dikirimkan atau dimuat di media massa secara teratur. Atau dengan kata lain, wartawan adalah orang yang pekerjaannya mencari, mengumpulkan, memilih, mengolah dan menyajikan berita kepada masyarakat melalui media massa,baik media cetak maupun media elektronik.

Jadi, yang disebut wartawan adalah reporter, editor, juru kamera berita, juru foto berita, redaktur dan editor audio visual. Reporter adalah orang yang mencari, menghimpun dan menulis berita. Editor adalah orang yang menilai, menyunting dan menempatkan berita di dalam media massa.

Di Indonesia, peran wartawan sangat diakui secara luas, baik dalam masyarakat maupun pemerintah. Kenapa? Karena setiap warga negara berhak memilih profesi wartawan. Jadi tegasnya, wartawan/war·ta·wan/ orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam surat kabar, majalah, radio, dan televisi, serta media online.

Kini, jika berbicara tentang profesi wartawan, ada baiknya juga membaca tulisan Mochamad Makruf yang di Kompasiana. Kenapa? Karena Mochamad Makruf membuat istilah wartawan bodrex. Katanya, wartawan bodrex adalah wartawan yang bisa menimbulkan sakit kepala. Padahal bodrex sebenarnya adalah obat meredakan sakit kepala. Wartawan ini biasanya berkelompok minimal lima orang mendatangi acara atau event-event ceremonial pelantikan pejabat baru baik pemda,militer atau kepolisian.

Tujuannya hanya satu memburu amplop uang. Bila tidak dikasih, mereka tidak akan meninggalkan lokasi acara. Mereka cenderung memburu siapa humas atau penyelenggara acara. Bikin pusing kan. Untuk membubarkan kelompok wartawan gadungan ini mau tidak mau, Humas atau penyelenggara tentu akan mengeluarkan amplop berisi uang.

Memang wartawan ini bisa dikatakan tidak beretika. Tingkah lakunya cenderung preman amatiran, memalak. Penyebutan wartawan pada mereka tentu tidak tepat dan ini mencoreng nama baik wartawan yang profesional.

Jadi, apa yang diungkapkan Mochamad Makruf ini ada benarnya juga. Soalnya, memang ada segerombolan orang yang mengaku wartawan di berbagai kantor di Kota Padang dan berbagai daerah lainnya. Tujuannya amplop.

Kini mumpung puncak HPN di Kota Padang, 9 Februari 2018 ini, tak ada salahnya juga petinggi pers ini membahas dan mencarikan jalan keluar yang baik terhadap citra waratwan dan terhindar dari sebutan wartawan bodrex. Caranya tentu petinggi pers yang lebih paham dan mengerti, bagaimana caranya menjaga citra profesi waratwan.  Soalnya istilah wartawan itu, Wakil Rakyat Tanpa Dewan (War-Ta-Wan). Semoga. (Penulis pimred tabloidbijak dan padangpos.com)