OPTIMALISASI SAGU UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN
Berita Utama YANITA SELLY MERISTIKA, S.Kom(Dinas Pangan) 27 November 2013 04:36:12 WIB
Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat seringkali menimbulkan permasalahan dalam hal ketahanan pangan apabila tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan yang cukup. Salah satu penyebab timbulnya masalah tersebut adalah pola konsumsi yang hanya bertumpu pada satu jenis bahan pangan pokok saja. Pada zaman dulu sebagian masyarakat Indonesia Timur menjadikan sagu sebagai makanan pokoknya. Namun pemanfaatan sagu dewasa ini sudah mulai ditinggalkan karena masyarakat lebih memilih beras dari pada sagu, padahal bila dilihat dari kandungan gizimya sagu memiliki kandungan yang tidak jauh berbeda dengan beras.
Gaung diversifikasi pangan pada dasarnya kita semua menyadari bahwa tanpa diversifikasi pangan, maka pada masa yang akan datang Indonesia akan semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Oleh karena itu, sangat tepat apabila kita mulai mengoptimalkan potensi sagu untuk mendukung kemandirian pangan dalam upaya penganekaragaman konsumsi pangan, yaitu untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beraneka ragam dan seimbang, aman dalam jumlah dan komposisi, serta cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hidup sehat, aktif dan produktif.
a. Nilai Gizi Sagu
Sebagai bahan pangan, sagu mempunyai keunggulan komparatif terhadap bahan pangan lain, antara lain yaitu dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, dapat dipanen dan diolah tanpa mengenal musim, serta resiko terkena penyakit tanaman sangat kecil. Sagu merupakan salah satu komoditi pangan lokal yang memiliki jumlah kalori cukup tinggi. Kandungan kalori sagu mencapai 353 kkal per 100 g bahan, sedangkan beras mempunyai kandungan kalori sebesar 364 kkal per 100 g bahan. Selanjutnya menurut Flach dan Schuiling (1991) kandungan nutrisi yang terdapat pada batang sagu adalah N = 590, P = 170, K = 1700, Ca = 860 dan Mg = 350. Selain itu sagu juga mempunyai beberapa kandungan kimia lain seperti protein, lemak, dan mineral walaupun dengan kadar yang tidak tinggi. Pada saat pengolahan di lapangan nutrisi ini banyak yang hilang dan kembali ke tanah tempat tumbuhnya. Secara umum tepung sagu merupakan makanan yang kaya karbohidrat (pati) namun sangat miskin gizi lainnya. Dalam 100 gram sagu kering rata-rata mengandung 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5 gram serat, 10 mg kalsium, 1,2 mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah kecil. Pati merupakan komponen kimia terbesar yang terdapat pada batang sagu dan mampu menghasilkan pati kering 25 – 30 ton per haktar. Jumlah ini jauh melebihi beras atau jagung, yaitu kadar pati kering beras hanya 6 ton dan jagung hanya 5,5 ton per hektar.
Walaupun gizi yang dikandung tidak tinggi, sagu juga mempunyai beberapa manfaat yang baik bagi tubuh. Diantaranya adalah tidak cepat meningkatkan kadar glukosa dalam darah sehingga cukup aman dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus. Sagu juga mampu meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi resiko terjadinya kanker usus, mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, mengurangi kegemukan, mempermudah buang air besar. Sagu juga sering dikonsumsi bagi yang sedang diet karena dapat memberikan efek mengenyangkan, tetapi tidak menyebabkan gemuk.
b. Pemanfaatan Sagu
Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan tekad pemerintah untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada komoditas beras sebagai makanan pokok. . Selama ini produk-produk pangan yang dibuat dari sagu merupakan produk-produk pangan olahan tradisional, seperti empek-empek, bakso, mie, soun dan makanan kecil seperti kue kukus, kue bolu, kue lapis, onde-onde, dodol dan cendol berbahan dasar sagu. Selanjutnya sagu juga sering dolah menjadi kue kering (bagea) dan mutiara sagu. Sebagai makanan tradisi orang Bungku (Morowali), sagu dijadikan "Dunui" untuk dimakan dengan "ikan kuah" atau diolah menjadi makanan "Hinole" yang dicampur dengan kelapa parut lalu digoreng, walaupun saat ini sudah sulit ditemukan.
Selanjutnya di daerah Riau banyak dikenal beberapa jenis makanan berbahan dasar sagu seperti mie sagu, kepurun, gobak, sagu rendang, sagu lemak atau lempeng sagu dsb. Di Maluku banyak dijumpai Papeda yang dimakan dengan ikan kuah dan banyak diminati masyarakat, termasuk oleh orang – orang yang datang ke Maluku. Pada saat ini di Maluku juga sudah dikembangkan makanan berbahan baku sagu, seperti Sagu Keju, Ketupat Sayur, dan Bubur Kacang Hijau Sagu.
Sebagai salah satu upaya dalam penganekaragaman konsumsi pangan serta peningkatan konsumsi sagu sebagai pangan nasional, maka perlu dikembangkan suatu produk makanan berbasis sagu yang diolah dengan teknologi lebih modern. Salah satu produk yang perlu dikaji peluangnya adalah menciptakan produk sagu instan tinggi kalori yang dapat diterima oleh konsumen. Selanjutnya yang perlu dipikirkan adalah penyajian produk olah sagu yang sudah dimodernisasi tampilan dan cita rasa serta penyajiannya, dan metoda mengolahnya disesuaikan dengan cita rasa masyarakat modern.
Perlu disadari bahwa kemajuan pendidikan dan kesejahteran masyarakat menuntut tampilan pangan yang lebih baik. Meksiko membuat tepung jagung menjadi roti tortila, orang Jepang makan mie dari tepung ubi yang disebut Soba, orang China di bagian selatan memakan mie berbahan baku tepung beras bernama kwee tiau dan bihun atau dari tepung kacang hijau, namanya soon. Kita layak mencontoh ide – ide dari berbagai negara tersebut untuk disesuaikan dengan kondisi Indonesia.
Sebagaimana karbohidrat lainya, tepung sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama maupun sebagai bahan tambahan dalam berbagai jenis industri, seperti industri pangan, pakan ternak, kertas, perekat, kosmetika, kimia, dan industri energi.