BPJS dan Kepatuhan Bayar Iuran

Artikel () 24 Juni 2019 08:51:12 WIB


Harian Bisnis Indonesia edisi 28 Mei 2019 dalam salah satu halamannya memuat tulisan dengan judul “Kepatuhan Pembayaran Iuran Rendah”. Tulisan ini menguraikan bahwa defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan di antara salah satu sebabnya adalah masalah kepatuhan dalam membayar iuran. Memang masalah kepatuhan bayar iuran ini bukanlah sesuatu yang besar jika dinominalkan dan dibandingkan dengan defisit yang ada. Akan tetapi jika peserta BPJS patuh bayar iuran, sudah menyelesaikan sebagian dari masalah yang ada.

 
Jika melihat besarnya anggaran kesehatan dalam APBN dari tahun ke tahun hingga 2018, terlihat terjadi peningkatan. Secara berurutan dari 2013 hingga 2018 dalam trilun rupiah angkanya adalah 46,1; 59,7; 65,9; 92,3; 104,9, dan 111,0.  Pada 2018 defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan sebesar 9,1 triliun rupiah. Kewajiban BPJS Kesehatan membayar pada 2018 adalah 19,41 triliun rupiah. Pemerintah membantu sebesar 10,25 triliun rupiah.  

Defisit terjadi karena terjadi ketidakseimbangan antara iuran yang dibayar peserta dengan biaya pelayanan yang dikeluarkan oleh BPJS. Ini terjadi pada peserta yang berasal dari Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Bukan Pekerja (BP), dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang berasal dari APBD.  

Tingkat kepatuhan peserta baru 53,7%. Untuk PBPU tingkat kolektibiltas iuran sebesar 60,9%. Di mana peserta aktif sebanyak 16,71 juta orang (53,7%) dari 31,1 juta peserta. Persentasenya ditargetkan naik menjadi 60% pada 2019. Bagi PBI dan PPU (Pekerja Penerima Upah) Pemerintah tingkat kolektibilitasnya sudah mencapai 100%.  

Hal lain yang dianggap cukup memprihatinkan adalah ada peserta BPJS Kesehatan yang tidak membayar iuran ketika sehat. Dan ketika sakit baru membayar iuran BPJS Kesehatan agar bisa dilindungi oleh BPJS Kesehatan. Hal ini mencerminkan adanya perilaku kurang terpuji dari peserta BPJS untuk menyiasati bagaimana bisa membayar iuran BPJS seminimal mungkin.  

Tidak dipungkiri bahwa hal demikian masih terjadi akibat pemahaman peserta BPJS yang menganggap uang yang dikeluarkan untuk iuran premi BPJS jangan sampai terbuang percuma. Sehingga ada yang menganggap jika sudah bayar iuran tapi tidak terpakai manfaat BPJSnya maka ia seperti membuang uang dengan percuma.  

Iuran BPJS sejauh ini sebenarnya jika mengacu pendapat ahli terkait, masih berada di bawah nilai keekonomian. Artinya, peserta BPJS diuntungkan dengan kondisi ini. Seharusnya, agar tercapai keadilan, iuran BPJS dinaikkan. Namun kemungkinan masyarakat akan ada yang keberatan akan hal ini.  

Sementara itu, dengan kondisi iuran yang tidak naik saja, masih banyak peserta BPJS yang menunggak iuran BPJS. Tentunya budaya atau persepsi keliru dari peserta BPJS yang demikian harus diperbaiki agar pihak BPJS bisa mengelola dengan baik dana iuran peserta tersebut.  

Agaknya kurang adil jika selama ini ada masyarakat yang mengkritik pihak BPJS dengan berbagai macam isu seperti riba, gaji besar, dan lainnya di satu sisi. Sementara di sisi lain kepatuhan masyarakat peserta BPJS membayar iuran masih banyak yang tidak membayar tepat waktu. Karena, jika seluruh peserta BPJS Kesehatan membayar iuran tepat waktu, sudah sangat membantu BPJS Kesehatan dalam mengelola dana tersebut. (efs)
 
Referensi: Bisnis Indonesia, 28 Mei 2019