Mandi Balimau Tradisi Merusak Harga Diri
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 01 Mei 2019 09:02:43 WIB
Mandi Balimau boleh dikatakan sudah menjadi tradisi masyarakat Minangkabau, khususnya warga Kota Padang setiap menyambut datangnya bulan suci ramadhan. Bahkan sehari menjelang pelaksanaan ibadah puasa, akan terlihat masyarakat berbondong-bondong mandi bersama di sungai Batang Kuranji dan Sungai Lubuk Mintutun.
Yang aneh, di sungai tempat tujuannya itu terlihat laki-laki dn perempuan mandi bersamaan, meskipun masih sebatas pakaian yang tak terlalu mencolok. Bahkan, tua muda dan anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan membaur di aliran sungai tersebut.
Kalau kita berbicara dengan sejarah, tak ada catatan pasti tentang asal muasal acara Mandi Balimau tersebut. Tapi anehnya setiap tahun masyarakat selalu berbondong-bondong mengikuti acara Mandi Balimau tersebut, meskipun Walikota Padang Mayledi telah melarang dan menghimbau masyarakat untuk meninggalkan kebiasaan acara Mandi Balimau. Tapi anehnya, dari tahun ketahun, tradisi yang bisa dikatakan merusak cintra Minangkabau ini masih saja berlanjut.
Bila dikaji secara etimologi, kata Mandi Balimau, mandi dengan mempergunakan jeruk nipis yang biasa disebut masyarakat dengan kata Limau. Kemudian, ada juga rempah-rempah dari daun padan yang telah diiris-iris, ditambah dengan berbagai bunga, seperti bunga ros. Selanjutnya seusai mandi, rempah-rempah yang telah disediakan tersebut ditaburkan ke tubuh.
Sedangkan secara historis, bisa jadi kebiasaan Mandi Balimau ini bisa dikatakan merupakan warisan dari kebudayaan agama Hindu. Kemudian, bisa jadi juga, terjadi akulturasi agama Hindu dan budaya Minangkabau.
Selanjutnya masyarakat memandang acara Mandi Balimau sudah merupakan tradisi dari dahulunya, sebelum agama Islam merubah cara tatanan kehidupan masyarakat Minangkabau. Padahal, kalau dipahami tentang kesepakati Perjanjian Bukit Marapalam tersebut, dimana semua kebiasaan nenek moyang yang bertentangan dengan ajaran Islam harus ditiadakan.
Diakui juga, tradisi Mandi Balimau ini tujuan awalnya memang salah satu cara masyarakat untuk mensucikan diri. Kemudian, bisa juga dikatakan Mandi Balimau sebagai ajang silaturrahmi dengan masyarakat disekitarnya. Tujuannya mungkin, agar proses saling maaf dan memaafkan bisa terjadi. Apalagi bila satu keluarga besar dan masyarakat sekitar bersama-sama pergi Mandi Balimau.
Tapi faktanya sekarang, terjadi pergeseran nilai. Bahkan, telah terjadi pelecehan nilai adat dan agama, sehingga wajar saja kalau tradisi Mandi Baliamau dilarang oleh Walikota Padang, Mahyeldi. Kenapa? Karena secara fakta, tradisi Mandi Balimau ini dijadikan ajang bagi remaja untuk jalan-jalan dan bahkan mandi-madi bersama pacar atau pasangan yang tak muhrimnya.
Untuk itu kini, kita tentu hanya bisa berharap kepada tokoh masyarakat, ninik mamak, serta tokoh agama, serta para orang tua untuk melarang anaknya yang masih remaja untuk pergi mengikuti acara Mandi Balimau tersebut.
Yang tak kalah pentingnya, kita tentu juga berharap kepada para guru semua sekolah untuk melarang siswanya untuk mengikuti acara Mandi Balimau dan bila perlu diadakan juga sanksi dengan tujuan memberikan efek jera kepada remaja.
Tak lupa juga disampaikan kepada Gubernur Sumatera Barat untuk mengintruksi semua kepala daerah untuk melarang kegiatan Mandi Balimau. Khusus Walikota Padang, sebagai kepala daerah di ibu kota provinsi untuk menginstruksikan para guru untuk mengingatkan siswa untuk jangan mengiktui acara Mandi Balimau. Kita tunggu kepeduliannya. (penulis wartawan tabloidbijak.com)