Rumah Sakit Pemerintah Bisa Terapkan Mekanisme Supply Chain Financing
Berita Utama EKO KURNIAWAN, S.Kom(Diskominfo) 26 Maret 2019 10:48:53 WIB
Padang, InfoPublik - Pergub Sumatera Barat Nomor 8 Tahun 2019 tentang Mekanisme Pengajuan Utang/Pinjaman Jangka Pendek Pada Perangkat Daerah/Unit Kerja yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah telah ditandatangani Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno pada tanggal 14 Maret 2019 lalu.
Saat melaunching Pergub tersebut, Rabu (20/3) di Padang, Kabid Perbendaharaan Badan Keuangan Daerah Sumbar, Refdiamond, terlebih dahulu menjelaskan tentang tujuan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dibentuk.
Yakni meningkatkan pelayanan, produktivitas, efisiensi dan efektivitas instansi pusat dan daerah yang tupoksinya memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Bagi yang tupoksi pelayanan ke masyarakat, diberikan fleksibilitas dalam pengelolan keuangannya. Marwah dan jiwa BLUD itu sejatinya berupa penyediaan barang atau jasa tanpa mengutamakan profit.
"Melalui Pergub ini, rumah sakit pemerintah yang berbentuk BLUD dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel, termasuk melakukan hutang/pinjaman kepada pihak lain,” ujarnya.
Mekanisme pinjaman tersebut biasa disebut dengan Supply Chain Financing (SCF). Dalam program SCF, rumah sakit akan mendapatkan dana yang dibutuhkan bagi keberlangsungan operasionalnya dari bank dengan piutang klaim pelayanan kesehatan yang telah diakui dan disetujui oleh BPJS Kesehatan sebagai jaminannya. Rumah sakit swasta telah melakukannya sejak akhir tahun 2018 lalu.
Melalui legitimasi Pergub yang diundangkan ini, SCF yang dijalankan oleh rumah sakit pemerintah di Sumbar dapat dilakukan kepada lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank serta masyarakat. Pinjaman tersebut wajib berjangka pendek seperti yang termaktub dalam pasal 3 ayat (2).
Menurut Kepala BPJS Kesehatan Cabang Padang Asyraf Mursalina, BPJS Kesehatan akan dikenakan denda keterlambatan pembayaran klaim pelayanan kesehatan sebesar 1% per 30 hari.
Sementara biaya SCF yang dikenakan bank kepada pihak rumah sakit berada di angka 0,7% s.d. 0,8% per 30 hari. Dengan kalkulasi seperti itu, Asyraf menilai SCF merupakan solusi yang paling mudah sekaligus aman untuk mengatasi kebutuhan cashflow RS dalam jangka pendek.
Sejauh ini, pemerintah masih memegang teguh komitmen untuk menjaga keberlangsungan program JKN-KIS. Diharapkan dengan demikian, fasilitas kesehatan khususnya rumah sakit, cukup percaya diri untuk bergabung dalam SCF.
Asyraf menambahkan, pada awal peluncuran SCF, rumah sakit pemerintah di Sumbar mengalami kesulitan dalam pengimplementasian. Ganjalannya, belum ada dasar hukum bagi mereka. Kini dengan adanya Pergub Nomor 8 Tahun 2019, kendala tersebut sudah teratasi.
Kita sangat mengapresiasi langkah Pemprov Sumbar, Pergub ini terbit karena komitmen dari pemangku kepentingan di Sumbar untuk peningkatan kualitas program JKN-KIS. Isinya lengkap sampai mengatur mekanisme dan tata cara pelaksanaan SCF, penganggaran bahkan sampai penatausahaan pinjaman.
"Tinggal kita tunggu saja komitmen pihak-pihak terkait untuk mengimplementasikan sesuai regulasi," kata Asyraf. (Eko Kurnia/MMC Diskominfo)