Pilpres dan Pileg Damai di Ranah Minang
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 27 September 2018 08:19:02 WIB
SEBAGAIMANA kita ketahui, pemilihan umum di negara kita Indonesia awalnya hanya untuk memilih anggota dewan, seperti anggota DPR RI, DPRD dan DPD. Tapi kemudian, setelah terjadi amandemen ke-4 Undang-undang Dasar 1945 di tahun 2002, maka pemilihan presiden dan wakil presiden sebelumnya melalui MPR, disepakati pemilihan langsung.
Pimilihan presiden sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004. Kemudian pada 2007, berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari pemilihan umum atau yang populer dengan istilah Pemilu untuk legislatif dan Pemilu untuk presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali.
Kini, proses pemilihan umum sudah diaggap sebagai ukuran pelaksanaan proses demokrasi karena rakyat sudah dapat berpartisipasi dalam menentukan sikap dan pilihannya terhadap pemerintahan dan negaranya. Bahkan kini, pemilihan umum sudah menjadi masalah yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenapa? Karena Pemilu pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum dan rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan.
Sebagai bangsa yang berdaulat, partai-partai politik sangat berperan dalam Pemilu dan bahkan partai politiklah yang menentukan siapa yang layak dan pantas menjadi wakil partainya di dilembaga dewan dan siapa pula calon presiden dan gubernur, serta walikota dan bupati yang disodorkan kepada rakyat untuk dipilih dalam Pilpres dan Pileg.
Secara tioritis dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya dalam sistem tersebut hanya bertitik tolak pada dua prinsip pokok, yakni sistem singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut sistem distrik). Multy member constituenty (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan proporsional representation atau sistem perwakilan berimbang).
Untuk berperan menyukseskan Pemilu Damai 2019 mendatang, tentu sangat diharapkan partisipasi aktif masyarakat untuk tidak golput, serta menolak berita hoaks, ujaran kebencian, isu berdimensi Suku Agama, Ras dan Antargolongan (SARA), politik uang dan menolak rumah ibadah dijadikan tempat politik praktis.
Sebagai masyarakat Ranah Minang yang punya filosofi Adat Basandi Syarak dan Syarak Basandi Kitabullah, tentu kita berharap, agar proses demokrasi pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dan wakilnya, tak hanya berlangsung sukses, tapi juga aman dan damai.
Kepada para politisi dan para pimpinan partai di Ranah Minang ini, diharapkan untuk selalu menjunjung tinggi agama dan adat dan budaya sebagai sesama anak nagari dan hindarilah hal-hal yang bisa merusak serta menimbulkan perpecahan sesama anak bangsa dan anak negara. Kini, mari kita dukung Pemilu Badunsanak. Semoga. (penulis wartawan tabloidbijak dan padangpos.com)