Literasi Digital Keluarga

Literasi Digital Keluarga

Artikel () 31 Juli 2018 23:31:33 WIB


Sebuah artikel opini di koran Kompas edisi 26 Juli 2018 dengan judul “Darurat Literasi Digital Keluarga” yang ditulis Dedy Permadi memaksa saya untuk membaca artikel tersebut. Dari tulisan tersebut ada beberapa info menarik dan perlu dicermati oleh orangtua dan juga orang dewasa yang akan berumah tangga. 

Berdasarkan survei APJII, penetrasi internet sudah mencapai 143,26 juta jiwa. 75 persen adalah mereka yang berumur 13-18 tahun. 87,13-89,35 persen aktivitas digital dipakai untuk akses ke media sosial dan chatting. 

Dedy Permadi mengutip indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang ada di urutan 113 dari 188 negara berdasar survei UNDP 2016. Dan untuk indeks literasi global, Indonesia da di urutan 60 dari 61 negara. Forum ekonomi dunia menyebut kesiapan jejaring Indonesia ada di urutan 73 dari 139 negara pada 2016. APJII menyebut, penggunaan internet untuk kegiatan produktif hanya 16,83-45,14 persen. 

Dedy Permadi juga menyatakan bahwa internet murah dan murahnya harga gawai atau ponsel pintar memunculkan ancaman kepada anak dan remaja Indonesia. Sehingga berkembanglah hoaks, ujaran kebencian dan sejenisnya.

Ada 41-50 persen remaja di dunia yang pernah mengalami perundungan atau bully di internet, seperti dilansir Unicef. Dan pada 2016 ada 2.700 laporan pelanggaran UU ITE yang berisi kebencian, berita palsu dan pencemaran nama baik, seperti dilansir Institut Reformasi Keadilan Kriminal. 

Di samping itu, Kementerian Kominfo telah memblokir 800.000 situs pornografi. Dan Indonesia masuk ke 10 besar negara dengan tingkat akses singkat menuju konten daring pornografi tertinggi di dunia, seperti dilansir SimilarWeb pada 2015. 

Dedy Permadi menyarankan agar pemerintah menyusun kebijakan literasi digital masyarakat Indonesia yang komprehensif, edukatif, dan memberdayakan. Dan ada keselarasan kebijakan hulu dan hilir. Dedy menyebut, keluarga belum sepenuhnya dilibatkan dalam literasi digital. Dan orangtua harus menjadi teladan dalam penggunaan gawai atau ponsel, serta harus mengejar ketertinggalan mereka atas dunia digital. 

Menurut hemat saya, saran yang disampaikan oleh Dedy Permadi ini sangat relevan bagi orangtua yang ada di Sumbar, karena Padang yang merupakan kota pendidikan dengan jumlah pelajar cukup banyak, memerlukan orangtua yang melek atau memiliki literasi digital. Jangan sampai untuk hal ini, orangtua dibohongi anaknya, sehingga anak dengan bebas mengkonsumsi konten negative tanpa bisa diketahui orangtua. (efs)

Referensi: Kompas, 26 Juli 2018