Damai Setelah Pilkada

Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 08 Mei 2018 14:20:32 WIB


Oleh Yal Aziz

SEBAGAI masyarakat yang beragama dan beradat, sudah seharusnya para calon kepala daerah yang menang dan kalah melakukan islah atau berdamai secara nyata dengan saling maaf bermaafan. Kenapa? Karena Pilkada merupakan pestanya demokrasi dalam menentukan pemimpin lima tahun kedepan.

Kemudian, kita juga harus mensyukuri pelaksanaan Pilkada serentak 2018 di Ranah Minang boleh dikatakan berjalan aman, lancar, damai, dan demokratis.

Kini, ada tugas terberat yang menanti pasangan calon yang menang dalam pertarungan Pilkada 2018. Tugas apa itu? Ya islah. Kenapa harus islah? Karena sebagai sesama anak nagari, rasanya islah sangat perlu dilakukan oleh pasangan calon yang menang. Kenapa? Karena selama pelaksanaan Pilkada berlangsung terdapat perbedaan pendapat dan pandangan politik antar pendukung para calon.

Yang tak kalah pentingnya, agar pasangan calon yang menang untuk dapat mencegah pendukungnya melakukan euforia yang berlebihan karena dikhawatirkan sikap eforia tersebut dapat membuat paslon yang kalah bersikap antipasti.

Dalam proses berdemokrasi dalam Pikada, tentu ada yang menang dan ada pula yang kalah, karena memang begitulah aturan mainnya yang dilaksanakan KPU yang diawasi langsung oleh Panwaslu dan masyarakat.

Sedangkan bagi pasangan calon yang menang di dalam Pikada, hendaknya jangan sampai memeliara dendam dengan masyarakat yang tak mendukungnya dalam proses pemilihan. Kenapa? Karena bagaimanapun jua, masyarakat yang kebetulan mendukung pasangan yang kalah, bukanlah kemauan dan keinginannya. Tapi persoalan tersebut merupakan dinamika dalam sebuah proses berdemokrasi.

Begitu juga dengan pasangan calon yang kalah dan jangan sampai mengompori masyarakat untuk berbuat dan betindak yang tak sesuai dengan etika dan budaya masyarakat Ranah Minang. Kalah dan menang dalam sebuah proses berdemokrasi, merupakan hal yang wajar dan syah-syah saja.

Yang tak kalah pentingnya, bagi pasangan calon yang menang harus bersikap arif dan bijaksana dan tempatkan sesuatu kebijakan yang berpihak kepada masyarakat banyak dan bukan berpihak kepada masyarakat pendukung saja.

Sebagai bahan renungan bagi pasangan yang menang, pupuk teruslah kekompakan berpasangan dan jangan sampai terjadi keharmonisan antara walikota dan wakilnya hanya bertahan selama tiga bulan tahun pertama dan setelah itu terjadi gesekan dalam masalah wewenang dan kebijakan.

Khusus bagi sang wakil, berpandai-pandailah menempat diri dan selalu berkoordinasi secara harmonis dengan sang walikota atau sang bupati. Begitu juga dengan para pendukung sang walikota dan jangan kemenangan hanya milik sang pendukung walikota dan bupati saja.

Selama ini, ada beberapa keluhan dari pendukung sang wakil yang katanya tidak mendapatkan apa-apa. Padahal, antara walikota dan wakilnya sudah ada tupoksi atau aturan mainnya, yang diatur undang-undang.

Sebagai kata kuncinya, bersatu kita utuh dan bercerai kita runtuh. Kini, mari saciok bak ayam dalam membangun daerah yang sama-sama kita cintai ini. (penulis wartawan padangpos.com)