DEKRANASDA SUMBAR MENDUKUNG KELESTARIAN PAKAIAN ADAT MINANG

DEKRANASDA SUMBAR MENDUKUNG KELESTARIAN PAKAIAN ADAT MINANG

Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 12 April 2018 20:33:08 WIB


DEKRANASDA SUMBAR MENDUKUNG KELESTARIAN PAKAIAN ADAT MINANG

Sumatera Barat dikenal dengan Ranah Minang Kabau , memiliki kekayaan budaya yang sangat menarik. Kebudayaan yang terpupuk subur sejak masa silam tersebut hingga kini bahkan tetap terjaga dengan baik. Masyarakat suku Minangkabau dari Provinsi yang beribukota di kota Padang ini memang diketahui sangat kuat dalam mempertahankan adat dan budayanya. Salah satu adat dan budaya tersebut misalnya dalam hal berpakaian. Pakaian adat Minang sangat dikenal di kancah nasional sebetulnya sebuah pakaian yang sangat sederhana. Pakaian yang bernama pakaian Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang ini memiliki keunikan terutama pada bagian penutup kepalanya yang berbentuk menyerupai tanduk kerbau atau atap rumah gadang.

Pakaian Bundo kanduang sendiri merupakan pakaian adat Minangkabau yang dikenakan umumnya oleh perempuan yang telah menikah. Pakaian tersebut merupakan simbol dari pentingnya peran seorang ibu dalam sebuah keluarga. Limpapeh sendiri artinya adalah tiang tengah dari bangunan rumah adat Sumatera Barat. Peran limpapeh dalam memperkokoh bangunan rumah gadang adalah analogi dari peran ibu dalam sebuah keluarga. Jika limpapeh rubuh, maka rumah atau suatu bangunan juga akan rubuh, begitupun jika seorang ibu atau perempuan tidak pandai mengatur rumah tangga, maka keluarganya juga tak akan bertahan lama.

Secara umum, pakaian adat Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang memiliki desain yang berbeda-beda dari setiap nagari atau sub suku. Akan tetapi, beberapa kelengkapan khusus yang pasti ada dalam jenis-jenis pakaian tersebut. Perlengkapan ini antara lain tingkuluak (tengkuluk), baju batabue, minsie, lambak atau sarung, salempang, dukuah (kalung), galang (gelang), dan beberapa aksesoris lainnya.

Tingkuluak (Tengkuluk) adalah sebuah penutup kepala yang bentuknya menyerupai kepala kerbau atau atap rumah gadang. Penutup kepala yang terbuat dari kain selendang ini dikenakan sehari-hari maupun saat dalam upacara adat. Baju batabue atau baju bertabur adalah baju kurung (naju) yang dihiasi dengan taburan pernik benang emas. Pernik-pernik sulaman benang emas tersebut melambangkan tentang kekayaan alam Ranah Minang Sumatera Barat yang sangat berlimpah.

Corak dari sulaman inipun sangat beragam. Baju batabue dapat kita temukan dalam 4 varian warna, yaitu warna merah, hitam, biru, dan lembayung. Pada bagian tepi lengan dan leher terdapat hiasan yang disebut minsie. Minsie adalah sulaman yang menyimbolkan bahwa seorang wanita Minang harus taat pada batas-batas huku adat. Lambak  Lambak atau sarung merupakan bawahan pelengkap pakaian adat Bundo Kanduang. Sarung ini ada yang berupa songket dan ada pula yang berikat. Sarung dikenakan menutupi bagian bawah tubuh wanita dengan cara diikat pada pinggang. Belahannya bisa disusun di depan, samping, maupun belakang tergantung adat Nagari (Desa) mana yang memakainya.

Salempang adalah selendang biasa yang terbuat dari kain songket. Salempang di letakan di pundak wanita pemakainya. Salempang menyimbolkan bahwa seorang wanita harus memiliki welas asih pada anak dan cucu, serta harus waspada akan segala kondisi. Perhiasan lazimnya pakaian adat perempuan dari daerah lain, penggunaan pakaian adat Sumatera Barat untuk perempuan juga dilengkapi dengan beragam aksesoris.

Aksesoris tersebut misalnya dukuah (kalung), galang (gelang), dan cincin. Dukuah ada beberapa motif, yaitu kalung perada, daraham, kaban, manik pualam, cekik leher, dan dukuh panyiaram. Secara filosofis, dukuah melambangkan bahwa seorang perempuan harus selalu mengerjakan segala sesuatu dalam azas lingkaran kebenaran. Sementara motif galang antara lain galang bapahek, kunci maiek, galang rago-rago, galang ula, dan galang basa. Pemakaian gelang memiliki filosofi bahwa seorang perempuan memiliki batasan-batasan tertentu dalam melakukan aktivitasnya. 

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Kebudayaan telah mengidentifikasi pakaian adat perempuan Minangkabau mencapai 800 jenis dan sedang didokumentasikan agar tetap terjaga sebagai kekayaan budaya.

Ketua Dekranasda Provinsi Sumatera Barat,Hj.Nevi Irwan Prayitno, menyambut positif hal tersebut, dan mengajak serta seluruh Ketua Dekranasda Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat, untuk dapat memprogramkan kelestarian pakaian adat masing-masing daerah di Ranah Minang. Menurutnya jumlah yang cukup fantastis itu karena pada masing-masing nagari di Sumbar, terdapat perbedaan jenis pakaian adat perempuan. Bahkan dalam satu nagari, namun berbeda suku juga terdapat perbedaan.

Perbedaan itu diantaranya terletak pada ornamen dan pernik yang digunakan serta perlengkapan lain seperti suntiang (hiasan kepala).Hal itu, harus didokumentasikan secepatnya karena jika tidak bisa terancam punah dan tidak diketahui lagi oleh generasi penerusnya.

Saat ini telah dilakukan pendokumentasian terhadap 234 jenis dan terus dilanjutkan sesuai anggaran yang tersedia. Diharapkan dalam dua atau tiga tahun ke depan, seluruh jenis pakaian itu bisa didokumentasikan dengan baik.

Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno sangat mendukung upaya yang dilakukan Dinas Kebudayaan itu karena kekayaan budaya Minang Kabau juga berkaitan erat dengan pariwisata di Sumatera Barat yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beliau menilai pernak-pernik pakaian adat perempuan Minang yang rumit itu akan sangat menarik bagi wisatawan terutama untuk kaum hawa dalam mencobanya. Disamping kita juga perlu menjaga kelestarian pakaian adat Minang dalam event nasional dan internasional karena ini adalah kekayaan masyarakat Minangkabau," ujarnya. Beliau berharap semua pihak yang terkait dengan kebudayaan bisa saling membantu dalam melestarikan kekayaan itu.