Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

Artikel () 03 Desember 2017 21:35:36 WIB


Bisnis Indonesia edisi 30 November 2017 merilis berita “Intermediasi Perbankan: Kinerja Kredit Penting Topang Ekonomi”. Di berita ini disebutkan bahwa jika petumbuhan kredit berada di kisaran 8-10 persen maka pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada kisaran 5 persenan.

Meskipun BI sudah menurunkan suku bunga menjadi 4,25 persen menurut Umar Juoro tidak mampu mendorong pertumbuhan penyerapan kredit. Dan bunga pinjaman tidak turun secara signifikan. Umar Juoro menyatakan bahwa bank cenderung mempertahankan net interest margin sebesar 5,3 persen.

Sementara di sisi lain individu dan perusahaan ternyata lebih senang menabung daripada mengajukan kredit maupun berbelanja. Ini bisa dilihat dari pertumbuhan penyerapan kredit year on year  8 persen dan 3,4 persen year to date di mana pertumbuhan simpanan masyarakat tumbuh 11 persen.

Hendri Saparini, seorang ekonom turut menyatakan bahwa pertumbuhan kredit kemungkinan sulit mencapai dua digit. Hendri juga menyatakan bahwa untuk ke depannya pertumbuhan penyaluran kredit masih terkendala permintaan kredit yang terbatas dan adanya perlambatan konsumsi dan investasi. Hendri menambahkan bahwa meskipun bunga rendah dan inflasi rendah jika permintaan tidak meningkat atau melambat akibat sektor riil yang belum pulih.

Sedangkan Bustanul Arifin yang juga seorang ekonom menyatakan adanya produktivitas dalam negeri yang terhambat akibat dipicu rendahnya tingkat penciptaan lapangan kerja, rendahnya pertumbuhan industri manufaktur dan stagnasi upah riil.

Pertumbuhan sektor pertanian tujuh tahun terakhir cukup rendah yaitu 4,06 persen menurut Bustanul. Di mana porsi tenaga kerja di sektor ini mencapai 29,69 persen per Agustus 2017. Demikian pula pertumbuhan sektor manufaktur dua tahun terakhir tumbuh di bawah laju PDB. Porsi tenaga kerja di sektor ini 14,05 persen. Menurut Bustanul sektor manufaktur adalah penyumbang utama lapangan kerja di Indonesia.  

Penyumbang tenaga kerja terbesar namun produktivitasnya rendah maka tidak bisa berkontribusi besar terhadap PDB. Karena outputnya rendah maka implikasinya adalah rendahnya pendapatan riil.  

Sumbar

Sementara itu BI Sumbar meramalkan laju pertumbuhan ekonomi Sumbar beada di kisaran 5,1-5,5 persen. Dan ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ini menurut saya sebuah kabar baik. Karena konsumsi rumah tangga membuat ekonomi masyarakat berputar. Sehingga mampu menjadi penjaga ketahanan ekonomi.

Jika melihat belanja online, datanya belum saya dapat. Tapi dari bertambahnya armada logistik milik sebuah portal belanja online ada kecenderungan masyarakat Sumbar semakin minat terhadap belanja online. Dengan promosi bebas ongkos kirim, semakin menarik minat masyarakat berbelanja online.

 

Selain konsumsi, BI juga meramalkan ekonomi Sumbar akan berjalan baik karena dukungan investasi di sektor pariwisata dan energi terbarukan serta pembangunan infrastruktur.

Penutup

Dari paparan di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama adalah pertumbuhan kredit yang rendah akan berimbas kepada pertumbuhan ekonomi. Kedua, produktivitas rendah mengakibatkan upah riil juga rendah sehingga menurunkan daya beli.

Sementara perkembangan ekonomi Sumbar perlu disyukuri karena ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Dan juga didukung oleh kebijakan dan kegiatan pemerintah daerah di bidang inevstasi dan pariwisata serta pengendalian inflasi.  

Kesemua itu poin penting solusinya adalah adanya kebersamaan, baik kesadaran bersama maupun kebersamaan itu sendiri. Sehingga mampu memperkuat ekonomi yang mungkin tidak terlau tinggi pertumbuhannya namun tidak bisa juga dibilang rendah. Perlu kreativitas dan inovasi agar ekonomi masyarakat tetap bisa dijaga supaya tetap berjalan. (efs)

 

Referensi:

Bisnis Indonesia, 29 November 2017

Bisnis Indonesia, 30 November 2017

Ilustrasi: freefoto.com