PENGEMBANGAN KOMPETENSI TEKNIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Artikel FADLAN, A.Md(Badan Pengembangan SDM) 01 Desember 2017 00:20:05 WIB


Oleh : Busra, S.Kom, M.Kom

Abstrak

Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dimana salah satu yang dimaksud dalam PP ini adalah persyaratan kompetensi teknis yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap/prilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan. PP yang ditetapkan secara komprehensif ini diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi terciptanya kompetensi sumber daya manusia aparatur berbasis teknologi informasi dalam menunjang pelayanan publik berkelanjutan, berdaya saing dan berkinerja tinggi guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (e_governance).

Kata Kunci :  Kompetensi, SDM Aparatur, Pelayanan Publik dan

     Teknologi Informasi

I. Pendahuluan

Sekitar 2 (dua) bulan yang lalu atau sekitar bulan Maret Tahun 2017, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 Maret 2017 dimana mengatur tentang manajemen pegawai negeri sipil yang lebih integral dan komprehensif, termasuk didalamnya tentang pengembangan kompetensi pegawai negeri sipil (PNS). Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pengembangan kompetensi PNS merupakan upaya untuk pemenuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karir.

Dalam PP 11/2017, disebutkan bahwa jabatan PNS terdiri atas: Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), Jabatan Administrasi (JA), dan Jabatan Fungsional (JF). JPT adalah sekelompok Jabatan tinggi pada instansi pemerintah. JA adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Sedangkan JF adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

Dari ketiga jenis jabatan tersebut, kompetensi teknis menjadi salah satu persyaratan dalam pengangkatan JPT dan JA. Hal ini tentunya akan mendorong seorang PNS agar memiliki kompetensi teknis jika ingin diangkat pada salah satu jabatan dari 2 (dua) jenis jabatan tersebut.

Selanjutnya dalam PP 11/2017 disebutkan bahwa kompetensi teknis untuk pengangkatan jabatan tersebut diukur dari 3 (tiga) hal, yaitu:

  1. Tingkat dan spesialisasi pendidikan
  2. Pelatihan teknis fungsional
  3. Pengalaman bekerja secara teknis.

Selain itu, memenuhi standar kompetensi jabatan merupakan salah satu syarat dalam pengisian JPT yang lowong melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang lain. Terkait hal ini, kompetensi teknis dalam standar kompetensi jabatan tersebut, salah satunya dibuktikan dengan lulus pendidikan dan pelatihan teknis yang diselenggarakan oleh instansi teknis.

Dari paparan di atas maka pelatihan teknis memiliki peran penting, yaitu untuk mewujudkan kompetensi teknis bagi PNS yang bermanfaat untuk pengembangan kariernya. Salah satu pelatihan teknis yang dimaksud adalah pelatihan teknis berbasis teknologi informasi yang memberikan pembekalan kompetensi teknis dan mempersiapkan pegawai negeri sipil memaksimalkan pelayanan publik dan memenuhi ekspektasi publik terhadap pelayanan yang lebih cepat, efektif dan efisien.

II. Permasalahan

Begitu tingginya ekspektasi publik terhadap pelayanan ternyata belum diimbangi dengan tingkat ketersediaan dan ratio aparatur pegawai negeri sipil yang sanggup bekerja cepat dengan menggunakan perangkat teknologi informasi. Disamping itu, pola pikir (mind set) aparatur yang masih terkooptasi dengan pola pikir lama yaitu yang penting bekerja dan digaji untuk pekerjaan tersebut.

III. Ruang Lingkup

Guna lebih fokusnya pembahasan dalam tulisan ini, maka diantara begitu banyak kompetensi teknis yang dipersyaratkan untuk menduduki jabatan, maka penulis membatasi ruang lingkup penulisan pada aspek teknologi informasi dalam memberikan dukungan pelayanan publik.

IV. Pembahasan

1. Sumber Daya Manusia Aparatur

Manajemen Sumber Daya Manusia dapat didefinisikan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian aktivitas tenaga kerja mulai dari rekruitmen sampai dengan pensiun. Dalam proses MSDM tersebut hal yang penting yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi adalahpenempatan individu dalam suatu posisi atau jabatan tertentu. Ini dapat dimaklumi mengingat berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai suatu tujuan tertentu sangatlah tergantung pada kemampuan masing-masing individu yang ditempatkan dalam menunjang kinerja organisasi, sehingga “the right man

on the right job” selalu menjadi jargon dalam pengelolaan SDM tidak terkecuali SDM aparatur pemerintah. Sehingga muncul konsep Manajemen Sumber DayaManusia Berbasis Kompetensi (Competency Based Human Resource Management).

Manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi adalahpengelolaan SDM dimana penempatan individu pada jabatan atau posisi tertentu didasarkan pada informasi kebutuhan kompetensi suatu jabatan, yang sebelumnya telah dianalisis dan diukur aspek-aspek yang kemungkinan akan sangat mempengaruhi keberhasilan atau keefektifan penyelesaian tugas pekerjaan yang dibebankan dalam jabatan tersebut.

Sebagai upaya untukmeningkatkan kualitas pelayanan publik, maka dipandang perlu untuk meningkatkan kompetensi SDM pelayanan, mengingat bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur pelayanan memiliki peran strategis sebagai pendorong (key leverage) dari reformasi birokrasi.

Terkait dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, maka perlu didukung dengan sumber daya manusia (SDM) pelayanan yang handal, serta ketersediaan sarana dan prasarana termasuk dukungan Teknologi Informasi(IT). Oleh karena itu,SDM pelayanan sebagai kunci keberhasilan kinerja organisasi pelayanan publik harus mendapatkan perhatian utama dalam perbaikan kualitas pelayanan.Untuk itu, pemilihan dan penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimilki merupakan salah satu penentu keberhasilan pelayanan publik. Dalam hubungan ini organisasi pelayanan publik harus berupaya melakukan pencarian dan penempatan pegawai dan menerapkan konsep penempatan the right man on the right place, yaitu menentukan orang yang tepat pada setiap bentuk dan jenis pelayanan.

Dari perspektif organisasi, pengukuran kompetensi (competency assessment) merupakan bagian dari strategi implementasi manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi, sehingga manajemen dapat menjamin perolehan informasi progresif yang akurat, andal, dan komprehensif mengenai taraf kemampuan kemampuan kritis sumber daya manusia yang dimiliki organisasi. Disamping itu, organisasi juga dapat memastikan keberhasilan mendapatkan pegawai-pegawai yang berkompeten sebagaimana yang disyaratkan dalam jabatan-jabatan yang akan diembannya.

2. Kompetensi

Kompetensi merupakan konsep umum yang sering didengar. Dalam pemaknaan, para pakar tidak selalu mempunyai pandangan yang sama. Hal ini terjadi karena perbedaan sudut pandang para pakar tersebut. Namun demikian, sekalipun terdapat perbedaan, terdapat garis besar yang dapat ditarik dimana kompetensi berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan atribut atau karakteristik yang lain.

Spencer dan Spencer (1993: 9) mendefinisikan kompetensi sebagaiberikut: “A competency is an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a job or situation. Underlying characteristic means the competency is fairly deep and enduring part of a person’s personality and can predict behavior in a wide variety of situation and job task. Causally related means that a competency cause or predict behavior and performance. Criterionreferenced means that the competency actually predicts who does something well or poorly, as measured on a specific criterion or standard”.

emudian, menurut Schermerhorn(1994: 113) kompetensi adalah sebagai berikut: “Competency is the central issueconcerning the aptitude and abilities of peopleat work. Aptitude represents a person’scapability to learn something. Ability reflects aperson’s existing capacity to perform the varioustasks needed for a given job and includes bothrelevant knowledge and skills”.

Sedangkan Sofo (1999: 123) memaknai kompetensi sebagai berikut: “A competency is composedof skill, knowledge, and attitude, but in particularthe consistent application of those skill,knowledge, and attitude to the standard ofperformance required in employment”.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kompetensi berkaitan erat dengan karakterstik yang melekat pada diri seseorang. Beberapa karakteristik merupakan bawaan dan beberapa karakteristik lain pada dasarnya dapat dibentuk melalui program pengembangan dan/atau peningkatan kompetensi yang relevan.  

3. Pentingnya Pelatihan Teknologi Informasi Aparatur

Berdasarkan uraian tentang sumber daya manusia aparatur dan kompetensi yang mendukungnya, maka perlu ada upaya-upaya yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan dalam bentuk pelatihan-pelatihan (training) berbasis teknologi informasi.

Pelatihan teknis dapat terdiri dari berbagai bidang. Diantara bidang-bidang yang ada, bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan bidang yang sangat dibutuhkan oleh PNS di berbagai sektor pekerjaan mereka. Jadi bukan hanya domain dari kementerian atau lembaga teknis TIK saja, tetapi juga pada lingkup pemerintah provinsi dan pemerintah daerah, baik instansi pusat maupun instansi daerah.

Kebutuhan akan Pelatihan Teknis Bidang TIK utamanya terkait dengan implementasi e-Government. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Dalam Inpres tersebut disebutkan bahwa ada 6 (enam) strategi yang perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan strategis e-government. Di antara keenam strategi tersebut, strategi ke-5 adalah dengan mengembangkan kapasitas SDM baik pada pemerintah maupun pemerintah daerah otonom, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat.

Dalam Inpres 3/2003 tersebut dijelaskan bahwa pengembangan SDM untuk mendukung e-Government dapat dilaksanakan dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan TIK bagi aparat pelaksana yang menangani kegiatan bidang informasi dan komunikasi dan aparat yang bertugas dalam memberikan pelayanan publik, maupun pimpinan unit/lembaga, serta fasilitasi pendidikan dan pelatihan bagi calon pendidik dan pelatih maupun tenaga potensial di bidang TIK yang diharapkan dapat mentransfer pengetahuan/keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat di lingkungannya.

Untuk mendukung upaya-upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur berbasis teknologi informasi dalam bentuk pelatihan-pelatihan TIK, setidaknya dapat diformulasikan ke dalam 4 (empat) tahap, yaitu Tahap Persiapan,Tahap Pematangan, Tahap Pemantapan, dan Tahap Pemanfaatan

V. Evaluasi dari Diklat TIK yang Telah dilaksanakan

Sepanjang pengamatan yang penulis lakukan, bahwa esensi permasalahan Diklat Teknis TIK pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Sumatera Barat, terletak pada variabel-variabel seperti :

1. Anggaran

Masalah yang krusial sekaligus masalah yang klasik disetiap penyelenggaraan diklat teknis adalah anggaran.Tanpa dukungan anggaran yang memadai maka sulit untuk pencapaian tujuan dan sasaran diklat. Padahal masalah disebagian besar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota se Sumatera Barat adalah kompetensi pegawai dibidang teknis khususnya Teknologi Informasi dan Komunikasi kurang optimal sehingga pencapaian visi dan misi pemerintah sebagai pelayanan publik tidak maksimal.

2. Peserta Diklat

Peserta yang dikirim ke Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Sumatera Barat adalah peserta yang sebagiannya tidak bersentuhan langsung dengan komputerisasi di OPD masing-masing. Ini terlihat dari Evaluasi Pasca Diklat yang dilakukan dan perlu direformasi sehingga benar-benar memenuhi aspek kebutuhan. Keikutsertaan peserta di setiap diklat haruslah mencerminkan kompetensi baik sebagai peserta diklat maupun setelah mereka kembali ke OPD masing-masing menerapkan materi yang mereka dapatkan selama diklat.

3. Metode Pembelajaran

Diklat Teknis TIK yang dilaksanakan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika menggandeng pihak ketiga sebagai tutornya. Dan mereka mengajarkan dalam bahasa tingkat tinggi (linear programming) sedangkan peserta diklat berasal dari disiplin ilmu yang berbeda-beda. Jadi untuk kedepannya perlu penyiapan materi dan tutor yang memahami kemampuan peserta dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing OPD.

4. Evaluasi Penyelenggaraan

Hal krusial yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi penyelenggaraan. Faktor ini hampir merata di semua jenis diklat. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, evaluasi diklat hanya bersifat pemberian tanggapan atas pelaksanaan diklat. Padahal esenti dari pelatihan adalah untuk mengukur sejauhmana tujuan diklat tercapai dan apa tindak lanjut setelah itu.

5. Masalah-masalah Lain Penyelenggaraan

Adapun masalah-masalah dimaksud lebih kepada sarana dan prasarana seperti dukungan Laboratorium Komputerisasi dan Jaringan yang lebih stabil sehingga ketika peserta melakukan misalnya Sharing Data dan Sharing Printer tidak menemui hambatan. Tapi sekarang faktor tersebut sudah terpenuhi dengan ketersediaan infrastruktur jaringan dan perangkat komputer dengan processor terkini.

VI. Revitalisasi Diklat TIK

Upaya untuk merevitalisasi Diklat Teknis TIK, yang diharapkan menjadi dapat menambah kompetensi sumber daya manusia aparatur, memang perlu kajian, analisis dan bukan hal yang mudah. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan agar keluaran Diklat Teknis ini benar-benar menghasilkan sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.

1. Revisi Kebijakan

Analisis Kebutuhan Diklat merupakan rekomendasi diselenggarakannya diklat sesuai dengan kebutuhan.Untuk itu perlu sinergitas antara tenaga diklat dan kediklatan dan dituangkan dalam suatu kebijakan dilaksanakannya suatu diklat teknis sesuai dengan kebutuhan. Kebijakan juga bisa dalam bentuk pengalokasian anggaran yang lebih besar untuk Diklat Teknis lainnya. Karena permasalahan yang umum terjadi di OPD adalah yang bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat teknis seperti Kearsipan berbasis IT, Tata Naskah Dinas berbasis IT, Pengelolaan Barang Milik Daerah berbasis IT dan lain-lain sebagainya.

2. Rekrutmen dan Seleksi

Rekrutmen dan seleksi merupakan tahap awal dalam suatu kegiatan pendidikan dan pelatihan. Dalam suatu diklat khususnya diklat teknis, maka rekrutmen dan seleksi menjadi hal yang krusial. Peserta Diklat Teknis ini haruslah benar-benar PNS yang bersentuhan langsung dengan pekerjaan-pekerjaan terkomputerisasi dan berkaitan dengan pengolahan data. Sehingga selesai diklat, mereka mempunyai kemampuan lebih untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan efektif dan efisien.

3. Standarisasi Kompetensi dan Kurikulum

Salah satu permasalahan dalam penyelenggaraan Diklat Teknis ini adalah belum adanya standar untuk mengukur keberhasilan penyelenggaraan diklat. Hal mana terlihat setelah selesai diklat dan mereka kembali ke OPD masing-masing tidak teraplikasi dengan baik. Selain itu Diklat Teknis TIK yang direkomendasikan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan adalah diantaranya Sistem Database, Jaringan Komputer, Pelatihan Membuat Web untuk Guru Sekolah, Pembuatan Blog dan lain-lain yang memerlukan kebijakan dan pengalokasian anggaran lebih untuk mewujudkannya. Banyak juga Diklat Teknis berbasis IT yang bisa dilaksanakan seperti yang telah dijelaskan diatas. Penyusunan kurikulum Diklat Teknis ini selain melalui analisis kebutuhan diklat, juga berdasarkan kecendrungan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini di lingkup perkantoran pemerintahan.

4. Metode

Metode diklat merupakan salah satu pilar keberhasilan penyelenggaraan diklat. Metode yang digunakan berkaitan erat dengan desain program dan kompetensi para widyaiswara. Metode yang digunakan lebih kepada yang sifatnya aplikatif dan dengan contoh-contoh kasus yang relevan dan umum terjadi di pemerintahan.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yangdilakukan untuk mengetahui kesesuaianpelaksanaan kegiatan dan/atau capaian suatu kegiatan dengan yang direncanakan.Dalam konteks diklat, evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat pencapaian kompetensi para alumni diklat. Melalui evaluasi yang terencana dengan baik akan diperoleh banyak informasi yang sangat berguna bagi pihak-pihak terkait.

Evaluasi tentu harus berkaitan dengan tujuan kompetensi, yang seharusnyamenjadi bagian dari kurikulum. Evaluasi sebaiknya dilakukan tidak hanya pada akhir suatu kegiatan diklat, akan tetapi juga pada pertengahan diklat. Modelevaluasi ini harus terencana dalam artipeningkatan kompetensi apa yang harus dicapai oleh peserta diklat pada pertengahan kegiatan.

Peserta yang tidak dapat mencapaitingkat kompetensi yang diharapkan padatahap yang ditentukan, harus mendapatkan tambahan program/ perlakuan.Hal ini penting agar yang bersangkutan mampu mengikuti tahapan selanjutnya.

Namun demikian perlu dipahami bahwa tambahan perlakuan ini bukan sekedar ‘ujian ulangan’ untuk kemudian lulus dari kompetensi yang disyaratkan, akan tetapi lebih pada program penguatan untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, frekuensi peserta yang harus mengikuti program penguatan akan menjadi informasi yang berharga bagi penyusun dan/atau penyelenggara diklat.

Evaluasi berikutnya yang harus dilakukan adalah evaluasi pasca diklat. Evaluasi jenis ini pun seharusnya sudah direncanakan sejak awal. Setelah peserta kembali ke institusi masing-masing,dalam kurun waktu tertentu, dilakukan evaluasi untuk mengetahui perubahan kinerja alumnus diklat.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan paparan tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa pelatihan teknis bidang TIK memiliki peran penting, yaitu untuk mewujudkan kompetensi teknis bidang TIK bagi PNS. Hal ini berguna untuk pengembangan karier PNS itu sendiri dan untuk implementasi e-government serta untuk kemajuan daerahnya.

VIII. Rekomendasi

Sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) hasil dari proses transformasi dimana sebelumnya bernama Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sumatera Barat, mengemban amanah peningkatan kompetensi sumber daya manusia aparatur yang nantinya akan bertugas sebagai lini terdepan dalam pelayanan publik. Peran ini tentu saja tidak bisa dianggap main-main dan berat pertanggungjawabannya belum lagi tantangan yang akan dihadapi, karena harus didukung pula oleh kapasitas sumber daya manusia BPSDM itu sendiri dalam rangka mencetak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berbasis kompetensi.

Untuk itu, berkaitan dengan pentingnya pelatihan teknis, khususnya pelatihan TIK untuk Pegawai Negeri Sipil, perlu beberapa penguatan atau rekomendasi sebagai berikut :

1. Diperlukan alokasi anggaran untuk pelatihan-pelatihan teknis, khususnya pelatihan TIK sehingga dengan demikian bisa diciptakan pelatihan-pelatihan sesuai dengan tingkatan TIK mulai dari tingkat dasar, lanjutan dan mahir.

2. Diperlukannya membentuk Tim Marketing Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Sumatera Barat untuk mempromosikan paket-paket pelatihan pengembangan sumber daya manusia aparatur ke daerah.

3. Diperlukannya menindaklanjuti tulisan ini dengan membentuk Tim Penyusunan Road Map Diklat Aparatur Berbasis Teknologi Informasi.

Referensi :

Competencies dari Competence at Work, Spencer & Spencer 1993): 

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2013,  Reformasi Birokrasi Dalam Praktek.

Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Richardus Eko Indrajit, STIMIK Perbanas Renaissance Center Press. Pengantar Konsep Dasar Manajemen Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, 2009.

Sedarmayanti, Prof. Dr. M.Pd, Edisi Revisi, 2003,Manajemen Sumber Daya Manusia dan Reformasi Birokrasi, Surabaya Press.

Competencies dari Competence at Work, Spencer & Spencer 1993): 

 

Penulis adalah

Widyaiswara BPSDM Provinsi Sumatera Barat

Download