DPRD Sumbar Undang Dinas ESDM Bahas Izin Pertambangan

DPRD Sumbar Undang Dinas ESDM Bahas Izin Pertambangan

Berita Utama DENY SURYANI, S.IP(Sekretariat DPRD Prov. Sumbar) 09 Maret 2017 08:24:41 WIB


PADANG - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat melalui Komisi IV mengundang Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membahas persoalan Izin Usaha Penambangan (IUP). IUP ini dibahas erat kaitannya dengan terjadinya bencana banjir dan longsor di Kecamatan Pangkalan Kabupaten Limapuluh Kota pekan lalu.

Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat H. M. Nurnas memimpin rapat kerja tersebut, Rabu (8/3) mengungkapkan, dari data IUP yang ada, terlihat jumlah IUP di Kabupaten Limapuluh Kota merupakan terbanyak di Sumatera Barat dan sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Pangkalan, daerah yang dilanda bencana banjir dan longsor pekan lalu.

"Dari jumlah IUP yang ada di Sumatera Barat, terbanyak ada di Kabupaten Limapuluh Kota dan sebagian besar di Kecamatan Pangkalan," kata Nurnas.

Dia meminta, Pemerintah Provinsi melakukan evaluasi menyeluruh terhadap IUP yang sudah dikeluarkan karena baik langsung atau tidak langsung, aktifitas penambangan akan berdampak kepada kerusakan lingkungan dan menyebabkan bencana alam. Sesuai UU nomor 23 tahun 2014 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah, kewenangan izin penambangan beralih dari pemerintah kabupaten/ kota ke pemerintah provinsi.

"Dengan pengalihan ini, pemerintah provinsi harus segera melakukan evaluasi terhadap seluruh izin penambangan yang telah dikeluarkan," tegasnya.

Pemerintah provinsi, lanjutnya, juga harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap aktifitas penambangan yang dilakukan oleh perusahaan yang mengantongi IUP tersebut. Koordinat penambangan harus sesuai dengan izin yang dikeluarkan dan bagi perusahaan penambangan yang melanggar harus ditindak dengan tegas.

Kepala Dinas ESDM Provinsi Sumatera Barat Herry Martinus dalam rapat tersebut mengungkapkan, terdapat 43 IUP di Kabupaten Limapuluh Kota dengan luas lahan peanmbangan sekitar 1.172,3 hektar. Dari jumlah tersebut sebanyak 14 IUP aktif sementara 29 IUP tidak aktif.

"Enam IUP berada pada ruas jalan di Kecamatan Pangkalan dan dua diantaranya bersentuhan langsung dengan jalan raya," ungkap Herry.

Herry menambahkan, pihaknya saat ini tengah melakukan evaluasi terhadap IUP yang ada, terutama di wilayah itu. Kalau ada indikasi bahwa kawasan penambangan tersebut merupakan penyebab bencana banjir dan longsor yang terjadi, akan diambil tindakan lebih lanjut, bahkan hingga pencabutan IUP.

"Tengah dievaluasi, kalau ada indikasi penambangan tersebut menjadi penyebab bencana banjir dan longsor nanti bisa saja izinnya dicabut," terangnya.

Herry mengakui, sesuai kewenangan, pemerintah provinsi hanya terbatas kepada penerbitan izin dan melakukan evaluasi. Sedangkan untuk pengawasan merupakan kewenangan pemerintah pusat.

"Sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2014 dan PP nomor 18 tahun 2016, kewenangan pengawasan berada pada pemerintah pusat sehingga untuk melakukan pengawasan kami terkendala," lanjutnya.

Dia menerangkan, dengan perubahan tersebut maka Inspektur Tambang dan Pejabat Pengawas Pertambangan beralih status menjadi pegawai pemerintah pusat. Namun, biaya operasional pengawasan pertambangan tetap dibebankan kepada pemerintah daerah.

"Ini menjadi kendala dalam melakukan pengawasan terhadap usaha penambangan yang telah memiliki izin. Tetapi kalau penambangan tidak berizin, pemerintah provinsi bisa langsung mengambil tindakan langsung melalui Satpol PP atau menyerahkan ke pihak kepolisian," ujarnya. *Publikasi. (dprd.sumbarprov.go.id)