Meningkatkan Tabungan dan Belanja

Artikel () 08 Desember 2016 16:16:30 WIB


Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 7 persen akan dicapai pada tahun 2019. Untuk memenuhi target ini ada beberapa kebijakan yang harus dilakukan. Di antaranya meningkatkan tabungan masyarakat dan meningkatkan belanja pemerintah.

Meningkatkan tabungan masyarakat bukanlah hal mudah. Karena akan bergesekan dengan gerakan inklusi keuangan yang digencarkan pemerintah. Hingga saat ini baru 36,1 persen penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki akses ke sektor perbankan menurut Faisal Basri. Faisal Basri lebih lanjut menyatakan bahwa ada sekitar 140 triliun rupiah uang yang beredar namun tidak masuk ke sektor perbankan.

Faisal Basri menganggap inklusi keuangan adalah PR besar pemerintah. Ya, memang demikian adanya. Untuk menjadikan seluruh msayarakat memiliki akses ke perbankan membutuhkan sosialisasi berterusan. Di samping itu bank juga wajib menjaga nasabah yang sudah ada. Jangan sampai nasabah sedikit dijejali produk asuransi plus investasi yang sebenarnya tidak dibutuhkan nasabah. Karena sudah ada di tempat lain, seperti BPJS Kesehatan.

Pemerintah dan bank sebenarnya sangat berkepentingan gerakan inklusi keuangan ini bisa meningkatkan jumlah penduduk untuk akses ke sektor perbankan. Hal ini juga terkait dengan jumlah nasabah BPJS Kesehatan dan juga cara pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Semakin banyak penduduk yang memiliki akses ke sektor perbankan maka akan semakin banyak dilakukan pembayaran iuran BPJS Kesehatan melalui bank.

Dengan tingkat suku bunga yang relatif rendah untuk tabungan, apakah masyarakat mau untuk menabung? Ditambah dengan biaya administrasi bulanan yang dipotong tiap bulan dari tabungan. Masyarakat masih mau menabung jika ada manfaat lain yang diterima selain manfaat suku bunga. Misalnya memiliki kartu debit atau kartu ATM untuk tarik tunai dan belanja.

Bagi yang memiliki dana cukup banyak, mungkin lebih memilih deposito dibanding tabungan biasa. Namun bagi masyarakat yang menjadi sasaran gerakan inklusi keuangan, mereka akan berpikir tentang suku bunga dan biaya administrasi. Jika bank bisa memberikan jawaban yang memuaskan dan rasional, maka nasabah akan memilih menyimpan uangnya di bank.

Lalu bagaimana dengan meningkatkan belanja pemerintah guna mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi 7% di tahun 2019? Yang terpenting adalah penyerapan anggaran. Karena jika anggaran sudah ada tapi tidak terserap, maka dampak terhadap terjadinya pertumbuhan ekonomi juga akan berkurang.

Jika ingin lebih bagus, maka sektor-sektor yang menjadi prioritas harus mengalami penyerapan anggaran yang maksimal. Di samping itu pemerintah juga perlu mendorong terciptanya iklim bisnis yang kondusif sehingga penyerapan anggaran pun bisa maksimal.

Jika tahun 2017 sudah ditetapkan menjadi tahun ekspansi, maka mau tidak mau belanja pemerintah harus terserap maksimal. Berbagai halangan dan rintangan sepertinya sudah dipotret di tahun 2016 ini, sehingga di tahun 2017 sebagai tahun ekspansi bisa dimaksimalkan berbagai urusan dengan meminimalkan halangan dan rintangan tadi.

Tahun 2016 sudah menjadi modal yang bagus bagi pemerintah untuk melakukan ekspansi di tahun 2017 sekaligus memaksimalkan penyerapan anggaran guna terciptanya belanja pemerintah yang bermanfaat bagi perekonomian, khususnya masyarakat.

Muda-mudahan suasana kondusif di tahun 2016 ini bisa menjadi pemicu ekspansi di tahun 2017 dan kelak di tahun 2019 pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen bisa dicapai. Berbagai kemudahan dan iklim yang kondusif ini mudah-mudahan bisa terus dinikmati hingga tahun 2019. Dan dengan iklim yang kondusif, pemerintah mudah-mudahan bisa mendapatkan jumlah penabung baru sebagai bagian dari gerakan inklusi keuangan. (efs)

Sumber data: Bisnis Indonesia, 6 Desember 2016