Bertumbuhnya Kelas Menengah di Kalangan Umat Islam

Artikel () 03 Desember 2016 20:25:55 WIB


Ada pemandangan yang menarik dalam aksi super damai yang dilakukan umat Islam pada tanggal 2 Desember 2016 lalu di Monumen Nasional (Monas) Jakarta. Keberangkatan mereka yang dari luar pulau Jawa menggunakan bus, pesawat, kapal laut, dan kendaraan pribadi dibiayai oleh mereka sendiri. Jikapun ada donatur, maka donaturnya dari umat Islam sendiri. mereka yang hadir itu ternyata setelah saya telusuri melalui media sosial berasal dari berbagai latar yang menunjukkan pula tingkat kemapanannya seperti dosen, profesional, dokter, artis, pedagang, pengusaha dan lainnya.

Demikian pula dengan fenomena santri Ciamis yang berjalan kaki ke Jakarta, di sepanjang perjalanan sudah ditunggu oleh umat Islam lainnya dengan berbagai macam bantuan untuk mereka. Baik alas kaki, makanan, minuman, dan lainnya. Tidak putus-putus bantuan untuk santri Ciamis ini.

Di Jakarta pun demikian. Berbagai bantuan makanan dan minuman selama kegiatan di Monas dengan jumlah peserta jutaan orang seperti mampu terpenuhi. Pasokan bantuan terus-menerus berdatangan. Jikapun ada donatur dari pihak di luar umat Islam, biasanya mereka menyalurkan melalui teman atau kenalan mereka yang juga berpartisipasi membantu kegiatan umat Islam di Monas tersebut.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa di kalangan umat Islam, terjadi pertumbuhan kelas menengah yang memiliki kekuatan finansial. Sejalan dengan pertumbuhan kelas menengah secara umum di Indonesia. Dan tidak itu saja, kelas menengah dari umat Islam ini juga aktif dalam memberikan bantuan dalam kegiatan sosial lainnya. Misalnya saja kegiatan sosial kepada anak yatim piatu, banyak nama grup atau kelompok bermunculan dari kelas menengah ini dalam rangka membantu meringankan kehidupan anak yatim piatu tersebut. Belum lagi kegiatan sosial lainnya

Intinya, kelas menengah dari kalangan umat Islam bertumbuh namun banyak memberikan manfaat kepada sesama dalam konteks kegiatan sosial. Ini perlu diapresiasi karena artinya kesadaran membantu sesama dari kelas menengah ini sebenarnya cukup tinggi.

Memang terkadang ada saja sikap antipati terhadap kelas menengah ini seolah-olah mereka sudah “cinta dunia”. Padahal ini hanya stereotype saja. Untuk itu pikiran semacam ini harus dihapus karena sudah bertindak tidak adil kepada mereka. Dan juga membuat renggang hubungan sosial di dunia nyata.

Semakin banyak kelas menengah dalam umat Islam maka akan semakin kuat menopang umat. Minimal dari bantuan sosial kepada dhuafa dan sejenisnya. Kelas menengah ini memerlukan arahan atau informasi dari lembaga yang kredibel dalam menyalurkan bantuan. Karena mereka juga butuh pihak yang memiliki integritas, dan juga mampu memperlihatkan transparansi.

Dengan demikian, bertumbuhnya kelas menengah di kalangan umat Islam ini patut disyukuri dan semoga bisa menjadi salah satu kekuatan umat Islam di Indonesia untuk selalu melaksanakan ajaran Islam dan juga penopang ekonomi Indonesia secara umum.

Bahkan kemungkinan, bertumbuhnya kelas menengah ini juga akan memberi pengaruh kepada regional dan juga internasional. Misalnya seperti solidaritas untuk muslim Rohingnya oleh masyarakat muslim Indonesia yang difasilitasi organisasi nirlaba kemanusiaan dari Indonesia adalah contoh nyata kiprah kelas menengah membantu sesama saudaranya. Demikian pula dengan solidaritas terhadap Palestina yang sudah menjadi perhatian umat Islam secara internasional. Kelas menengah telah memberikan sumbangsih nyata dalam hal bantuan sosial ini.

Jika melihat ke belakang sejenak. Dalam sejarah Indonesia, meskipun saat itu kelas menengah muslim sangat sedikit, tapi sumbangsihnya nyata dalam perjuangan. Di antaranya menyumbang emas untuk membeli dua buah pesawat dan “api yang menyala” di puncak tugu monumen nasional (Monas). (efs)