Hentikan Diskriminasi dan Stigma Penderita HIV AIDS

Hentikan Diskriminasi dan Stigma Penderita HIV AIDS

Artikel () 01 Desember 2016 10:35:59 WIB


Hentikan Diskriminasi dan Stigma Penderita HIV AIDS

Sangat memprihatinkan ketika ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) diasingkan dari keluarga, teman, atau bahkan warga di lingkungan tempat tinggalnya. Ia seakan menjadi momok yang menakutkan, seakan membawa sebuah penyakit kutukan. Musibah bagi ODHA dibutuhkan dukungan moril dari keluarga, sahabat dan orang-orang yang terdekatnya dalam menghadapi masa-masa sulit saat terkena musibah tersebut. ODHA membutuhkan lingkungan yang penuh empati dan kepedulian terhadap penderitaan yang dialaminya. Manusia di lingkungannya  harus mampu memotivasinya untuk bangkit dari segala keterpurukan, bukan untuk dihakimi dengan vonis dan stigma buruk baginya. Hukuman sosial itu bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Hukuman sosial berupa diskriminasi dan stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV dengan diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya dan penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan. Sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi “hukuman mati” dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV.

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau : sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut

Menurut data terakhir di Indonesia angka penderita kasus AIDS lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Sangat memperihatinkan ketika mengetahui bahwa telah terjadi peningkatan jumlah kasus HIV dan AIDS pada perempuan yang tidak berperilaku seksual beresiko tinggi seperti ibu rumah tangga biasa namun tertular dari pasangan tetapnya (suami) yang berperilaku seksual beresiko tinggi. Dampak yang lebih mengerikan bila terjadi peningktan infeksi pada ibu produktif akan menghasilkan bayi-bayi yang dilahirkannya beresiko terinfeksi HIV.

Tidak ada pengecualian dalam toleransi terhadap stigma yang diberikan kepada penderita HIV/AIDS. Stop stigma dan diskriminasi oleh masyarakat terutama yang dilakukan oleh petugas kesehatan di manapun. Sebagian orang yang mendalami dunia kesehatan dan pengobatan medis juga masih ada yang menstigma negatif orang-orang yang terinfeksi HIV. Kerentanan perempuan terhadap HIV lebih banyak disebabkan ketimpangan gender yang berakibat pada ketidakmampuan perempuan untuk mengontrol perilaku seksual atau menyuntik narkoba dari suami atau pasangan tetapnya. Laki-laki itu penentu, mau pakai kondom atau tidak. Posisi tawar perempuan sangat rendah untuk ini. Kondisi ini didominasi oleh masalah ketimpangan gender dan ketidk mampuan anak dalam melindungi ancaman tertular infeksi menakutkan itu. Lindungi Perempuan dan Anak dari ancaman HIV dan AIDS. Stop AIDS melalui Kesetaraan Gender untuk Menghapus Segala Bentuk Stigma dan Diskriminas.

3 Stigma AIDS :

  • Stigma simbolis AIDS – yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.
  • Stigma kesopanan AIDS – yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.
  • Stigma instrumental AIDS – yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.

Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dngan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui suntikan.

Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual.Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan yang belum terinfeksi