Ayo, Jaga Lingkung

Artikel () 23 November 2016 14:34:22 WIB


Ayo, Jaga Lingkungan !

Oleh : Arzil

Saya masih teringat penegasan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekprov) Sumatera Barat (Sumbar) Ali Asmar kala membuka workshop sosialisasi perubahan iklim dan langkah tindaklanjut pasca COP-21 Paris di Hotel Merucre Padang, Kamis (23/6) lalu.

Saat itu, Sekprov Sumbar Ali Asmarmenyampaikan Sumbar telah mengambil langkah strategis sebagai upaya menjaga komitmen penurunan emisi GRK dalam rangka ikut berinisiatif dalam mengendalikan perubahan iklim.

Memang tidak mudah bagi kita, untuk menjaga dan mengendalikan perubahan iklim di Sumbar itu, sepanjang aksi illegal loging serta emisi gas buang dari bejibun-nya kendaraan bermotor di Sumbar, serta banyaknya bangunan yang menyumbang efek gas rumah kaca (GRK).

Tak dapat dipungkiri, dampak dari aktivitas seperti illegal loging, emisi gas buang kendaraan dan pabrik-pabrik serta efek GRK, cukup terasa sekali. Yang mana kegiatan itu menimbulkan pemanasan global baik di Sumbar, baik di tempat lain.

Meski Sumbar satu-satunya masuk dalam daerah penyumbang pemanasan global itu, namun dengan menilik penegasan Sekprov Sumbar itu, setidaknya menyiratkan adanya komitmen Sumbar dalam menekan lajunya pemanasan global itu.

Bukti konkrik yang tunjukan Pemprov Sumbar itu untuk mengatasi pemanasan global (global warming) yakni dengan dilahirkannya regulasi berupa Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 80 tahun 2011. Yang isinya pemprov cukup sadar dan prihatin terhadap sulitnya mempertahankan fungsi lingkungan.

Kita tampaknya pun harus tahu, bahwa sulitnya mempertahan fungsi lingkung tergantung kita memandangnya dan juga penerapan regulasinya. Sudah bukan rahasia umum lagi, munculnya bencana alam, entah itu banjir bandang, tanah longsor serta sudah tidak sejuknya hawa di daerah pegunungan.

Kondisi itu ditimbulkan oleh akibat dari keserakahan manusia itu, termasuk bahaya pencemaran udara yang ditimbulkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor yang kian hari kian banyak di Sumbar ini, dan tidak terkecuali kehadiran rumah kaca.    

 

Satu sisi, kehadiran rumah kaca, kendaraan bermotor hingga masih adanya aksi penebangan liar atau illegal loging di daerah Sumbar menjadi mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dari sisi ekonomi. Berapa besar kontribusi atau nilai ekonomi yang bisa dihasilkan dari aktivitas itu.

Misalnya untuk pembangunan gedung baru, yang salah satunya bisa ditimbulan atas tuntutan pemerintah sendiri seperti memacu pembangunan gedung-gedung baru bagi pemerintah.

Atau makin banyaknya warga Sumbar bersikap hedonis, dengan tingkat ekonominya yang mulai mapan, membeli kendaraan mulai dari roda dua maupun roda empat, bahkan tetap maraknya aksi penebangan liar di hutan-hutan yang menjadi paru-paru udara.

Semua itu, mau tidak mau membuat konsidi lingkungan terganggu. Namun di sisi lainnya, pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan itu berujung pada dampak ekonomi, lebih dari itu akan menghadirkan lapangan kerja bagi masyarakat. Meski risiko dari apa yang dikerjakan diatas tadi memang menimbulkan kerusakan lingkungan.

Meski sekali pun sudah mengantongi izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) atau HO (Hinderordonantie) atau Izin Gangguan sekalipun bakal terjadi kerusakan lingkungan kendati kadarnya kecil.

Sebagai gambaran, Alangkah baiknya kita semua mengambil salah satu contoh yang diberlakukan di Nagari Paru, Kabupaten Sijunjung. Secara to­pografi, Nagari Paru terletak dengan dataran sekitar 46 persen dan selebihnya sekitar 54 persen merupakan area per­bukitan. 

Sedikitnya ada 4.500 ha rimbo larangan di Nagari Paru yang ekosistemnya masih terjaga dengan baik. Melalui aturan nagari setempat (Pernag). Masyarakat di Nagari Paru hanya diberikan izin untuk me­manfaatkan hasil hutan berupa non kayu. Sementara untuk pem­balakan berupa potensi kayu akan mendapat sanksi adat

Sanksi pengucilan secara adat tetap kami terapkan kepada masyarakat. Jangankan untuk merusak hutan bagi warga yang memanen durian muda juga akan disanksi denda seekor kambing.

Sungguh pun bisa dimanfaatkan, namun masyarakat sekitar tetap taat menjaga ekosistem yang ada di dalam hutan tersebut. Saking terjaganya kondisi hutan itu, baik fauna dan floranya serta kelebatan hutannya yang masih perawan.

Bahkan masyarakat yang  datang ke sini untuk meneliti pohon. Mereka sangat terkejut karena jenis kayu di sini masih lengkap dan kayu yang terbilang langka juga ada di sini. Ini potensi yang sangat unik tentunya.

Selain itu, kita juga bisa mengambil contoh lahan lainnya yang dijaga oleh masyarakat Nagari Indudur, Kecamatan IX Koto Sungai Lasi, Kabupaten Solok. Malah untuk menjaga kelestarian hutan, disana dibentuk koperasi untuk mengelola hutan nagarinya

Menyimak penjelasan Sekprov Ali Asmar diatas tadi, setidaknya benar, perlunya regulasi untuk menjaga kelestarian lingkungan, tidak saja dampak efek gas rumah kaca saja yang perlu diperhatikan dalam menekan terjadinya pemanasan global.

 

Akan tetapi, dampak kerusakan lingkungan akibat penebangan liar lah yang paling besar kontribusinya terjadi kerusakan lingkung. Makanya Ayo kita selamatkan lingkung kita secara bersama-sama. (***)