KAPAN PUNGLI AKAN HILANG ???

KAPAN PUNGLI AKAN HILANG ???

Artikel Admin Satpol PP(Satuan Polisi Pamong Praja) 20 Oktober 2016 01:23:51 WIB


 

"STOP PUNGUTAN LIAR, TANGKAP DAN PECAT PELAKUNYA"

Novear, Padang --- Kegiatan pungli dapat diartikan sebagai pungutan liar suatu tempat yang dikenakan atau dipungut biaya yang seharusnya tidak ada biaya. Kebanyakan pungli dipungut oleh oknum pejabat atau aparat, baik dipemerintahan maupun aparat yang menyangkut dengan pelayanan publik, walaupun pungli termasuk ilegal dan digolongkan sebagai Korupsi.

Banyaknya kegiatan pungli dilakukan oleh oknum aparat pemerintahan merupakan rahasia umum yang sering terjadi didepan mata kita, bahkan terang-terangan oknum tersebut meminta sejumlah uang untuk mempercepat atau mempermudah urusannya.

Seperti di pelayanan publik yang merupakan suatu kewajiban setiap masyarakat berhak mendapatkan pelayanan oleh Negara, namun tidak demikian kenyataannya masyarakat yang berurusan dengan intansi ter­kait banyak yang mengalami kesulitan, hingga sesuai dengan standar operasional prosedural (SOP) yang baik yang selama ini digembar-gemborkan oleh pemerintah. Hal ini seperti disengaja atau tidak masyarakat betul-betul dibuat susah dengan birokrasi yang berbelit-belit, akibatnya masyarakat mau tidak mau terpaksa membayar “uang pelicin” agar urusan dapat terselesaikan dengan cepat.

Menurut lembaga Ombudsman Republik Indonesia mencatat pungutan liar paling banyak terjadi di lembaga pemasyarakatan, imigrasi, peradilan tilang, dan jasa pembuatan surat izin mengemudi di Kepolisian, praktik pungli tersebut sudah parah dan harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah, kata Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala.

Sejak Januari sampai Desember 2015, Ombudsman telah menerima laporan/pengaduan masyarakat atas dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik sebanyak 6.859 laporan. Dari total laporan/pengaduan masyarakat itu, 47,46 persen atau 3.255 laporan telah diselesaikan dalam tahun yang sama. Laporan sebagian besar 41,59 persen mengeluhkan pelayanan publik di instansi pemerintah daerah. (Sumber : Simpel Ombudsman.go.id).

Semua permasalahan ini seharusnya tidak perlu terjadi secara drastis dan dramatis, kalau seandainya pemerintah dan aparatur pemerintahannya memiliki kredibilitas yang memadai dan kewibawaan yang dihormati oleh rakyatnya, dengan system transparansi di Pemerintah yang memiliki etika dan moralitas yang tinggi dalam menjalankan kewenangan pemerintahannya, dengan menghormati tuntutan aspirasi kepentingan masyarakat untuk dilayaninya sesuai dengan SOP.

Faktor utama dalam keterpurukan pelayanan publik di Indonesia adalah lemahnya etika sumber daya manusia (SDM), yaitu birokrat yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik harus berorientasi kepada kepentingan masyarakat berdasar asas transparansi (keterbukaan dan kemudahan akses bagi semua pihak) dan akuntabilitas (pertanggungjawaban sesuai dengan peraturan perundang-undangan) demi kepentingan masyarakat. Sudah sepantasnnya pelayanan publik dilakukan secara beretika agar tidak adanya kekecewaan bagi masyarakat pengguna jasa

Agar tidak terjadi berlarut-larut pelayanan publik perlu menjadi per­hatian kita bersama yang selama ini celah untuk me­lakukan praktik pungli itu terbuka lebar dan hidup di dalam masyarakat, maka perlu dilakukan bebrapa hal seperti :

  1. Memberikan informasi yang jelas dan benar kepada pengguna jasa, tidak berbelit-belit dan mudah diakses oleh masyarakat.
  2. Melakukan 3S (Senyum, Sapa dan Salam) dengan menunjukkan sikap ramah, sopan, dan santun pada pengguna jasa.
  3. Meningkatkan sumber daya manusia (SDM) aparatur, agar saat bertugas bertanggungjawab dengan memberikan pelayanan secara profesional.
  4. Kepastian hak bagi pengguna jasa dengan memberikan pelayanan sesuai SOP.

Agar tidak terjadi berlarut-larut pelayanan publik perlu menjadi per­hatian kita bersama yang selama ini celah untuk me­lakukan praktik pungli itu terbuka lebar dan hidup di dalam masyarakat.

Apalagi baru-baru ini dihebohkan dengan pemberitaan tentangtangkap tangan oknum ASN di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (11/10/2016) oleh pihak Kepolisian yang sedang operasi dengan tertangkapnya enam orang, yaitu petugas dari Dirjen Perhubungan Laut dan calo. Barang bukti ditemukan uang hasil pungli di lantai enam dengan total Rp 60 juta dan dalam rekening penampungan ada sebanyak Rp 1,2 miliar. Dalam operasi tankap tangan tersebut Presiden Joko Widodo dan Kepala Polri Jendral Pol Tito Karnavian langsung datang ke Kementerian Perhubungan dan Presiden Jokowi meminta seluruh jajaran kementerian dan lembaga untuk memberantas pungutan liar yang terjadi. “Tangkap dan pecat orangnya”.

Hal ini membuktikan lemahnya pengawasan pelayan publik di Negara Indonesia, sehingga pungli bisa berjalan sudah bertahun-tahun sejak di bentuknya pelayanan bagi masyarakat, bahkan kita semua tahu terjadinya pratek pungli ini. Meski angka uang pungli yang diterima relatif tak besar, Rp 1.000 – 10.000 namun itu tetap dikategorikan korupsi, walaupun itu tidak dirasakan oleh pengguna jasa.

 

(By Novear)