Indeks Pembangunan Manusia Sumbar

Indeks Pembangunan Manusia Sumbar

Artikel () 06 Juni 2016 04:11:49 WIB


Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar telah mempublikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumbar dengan metode penghitungan terbaru. Data terkini yang disajikan melalui websitenya per tahun 2014. IPM Sumbar tahun 2012-2014 adalah 68,34; 68,84; dan 69,36. Dan untuk tiga tahun tersebut peringkat IPM Sumbar ada di posisi 9 dari seluruh provinsi di Indonesia.

Yang patut diapresiasi adalah ada kenaikan angka IPM dari tahun 2012 hingga 2014. Jika melihat kategori yang ada, saat ini IPM Sumbar masih ada di klasifikasi sedang (60≤ IPM<70). Dengan posisi terakhir sebesar 69,36 maka sebentar lagi IPM Sumbar bakal di klasifikasi tinggi. Tentunya membutuhkan kerja keras dari stakeholder terkait.

Lalu, untuk apakah IPM ini sebenarna. Beberapa penjelasan berikut yang dikutip dari dokumen tertulis BPS Sumbar mungkin bisa menjelaskannya. Yang pertama, IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Kedua, IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). Ketiga, IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara. Keempat, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja pemerintah, IM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).

Selain itu, IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar yaitu: 1. Umur panjang dan hidup sehat, 2. Pengetahuan, 3. Standar hidup layak. Jika melihat angka harapan hidup masyarakat Sumbar, ada kenaikan dari 2010 hingga 2014. Pada 2010 angka harapan hidup 69,50 tahun. Pada 2014 meningkat menjadi 70,09 tahun. Semakin tinggi angka harapan hidup artinya semakin menunjukkan tingginya kualitas kesehatan penduduk tersebut.

Sementara itu, untuk angka rata-rata lama bersekolah penduduk Sumbar, juga ada peningkatan. Pada 2010 8,57 tahun. Dan pada 2014 meningkat menjadi 8,68 tahun. Rata-rata lama bersekolah adalah jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Dan yang dihitung di sini adalah penduduk yang berusia 25 tahun ke atas sesuai dengan standar internasional yang dipakai oleh UNDP.

Untuk dimensi standar hidup layak, maka yang digunakan adalah pengeluaran perkapita. Mengapa tidak menggunakan pendapatan perkapita? Karena pengeluaran lebih pasti dan masyarakat tidak sulit menyampaikan jumlah pengeluarannya dibanding besaran pendapatannya.

Dengan adanya kenaikan IPM Sumbar tiga tahun terakhir yaitu 2012-2014 menunjukkan juga meningkatnya pula angka harapan hidup, lama bersekolah dan pengeluaran perkapita masyarakat Sumbar. Selain itu, untuk tahun 2013 dan 2014 IPM nasional adalah 68,20 dan 68,90. Sementara IPM Sumbar lebih tinggi dari IPM nasional.

Yang cukup menarik adalah angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Sumbar tahun 2013 angkanya berdasar data BPS dan Susenas 2003-2013 adalah 33,82. Meskipun rata-rata lama bersekolah penduduk Sumbar masih sampai SMP (hampir 9 tahun), namun banyak penduduk yang mengikuti pendidikan tinggi.

Jika merujuk ke Wikipedia, Sumbar tercatat pernah menjadi pusat pendidikan di pulau Sumatera, terutama pendidikan Islam. Sebelum merdeka, Sumbar tercatat sebagai wilayah yang memiliki jumlah sekolah dan pelajar yang paling besar di Nusantara. Pendidikan model barat juga sudah berkembang di Sumbar, selain pendidikan swasta seperti Sumatera Thawalib, Adabiah, Diniyah Putri dan INS Kayutanam.

Sementara itu, berdasar pemberitaan di koran Singgalang edisi 5 Juni 2016, ternyata pada tahun 1955 diresmikan perpustakaan Amerika yang bernama Lincoln Library. Atau US Information Service (USIS) Library. Pada waktu itu USIS Library hanya ada lima di Indonesia yaitu, Jakarta, Jogjakarta, Surabaya, Medan, dan Padang. Hal ini cukup menarik, karena jika merujuk pada kondisi hari ini, empat kota selain Padang yang memiliki USIS Library tersebut sudah menjadi kota besar dengan perkembangan ekonomi, pendidikan dan sosial yang lebih kompleks.

Melihat sejarah perkembangan pendidikan di Sumbar, saya optimis bahwa IPM Sumbar akan berada pada klasifikasi tinggi. Dan ini selain membutuhkan kerja keras, juga dukungan dana. Masalah dana memang berperan besar. Wilayah yang sudah berada pada posisi IPM tinggi di antaranya adalah DKI Jakarta, di mana anggaran yang tersedia jauh lebih besar dibanding Sumbar. Maka pertambahan yang terjadi tiap tahun dengan dana terbatas bisa jadi merupakan sebuah prestasi tersendiri. Kesadaran masyarakat yang tinggi akan pentingnya pendidikan juga turut membantu semakin meningkatnya IPM Sumbar ini. 

Untuk mengenal sekilas tentang IPM ini, saya cuplikan dari wikipedia sebagai berikut:

1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.

2. Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan seorang ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, serta dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. Sejak itu indeks ini dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya.

3. Amartya Sen menggambarkan indeks ini sebagai "pengukuran vulgar" oleh karena batasannya. Indeks ini lebih berfokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekadar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan. Indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. (efs)

 

Foto ilustrasi: slideshare.net