Bencana, Ikhtiar dan Doa
Artikel Yongki Salmeno(Yongki Salmeno) 11 November 2015 09:16:47 WIB
Bencana kabut asap baru saja berlalu. Tak terhitung jumlah kerugian yang ditimbulkannya. Ribuan orang terinfeksi penyakit saluran pernafasan atas (ISPA), terutama anak-anak. Belasan orang meninggal dunia terpapar racun yang terbawa kabut asap.
Kabut asap juga melumpuhkan ekonomi, sejumlah penerbangan terpaksa ditunda bahkan dibatalkan. Beberapa bandara di Sumatera terpaksa ditutup untuk sementara akibat asap pekat yang menutup jarak pandang yang pada akhirnya bisa membahayakan lalu-lintas penerbangan. Berbagai transaksi dan aktifitas ekonomi tak bisa terlaksana, yang menyebabkan pelaku ekonomi merugi.
Berapa kerugian yang ditimbulkan terhadap bidang pertanian? Jumlah ini lebih sulit lagi untuk diperhitungkan dan diprediksi (un predictable). Selama berbulan-bulan matahari tak muncul di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama Sumatera, padahal matahari sangat penting dalam proses fotosintesa pada tanaman. Tanpa proses fotosintesa yang baik, pastilah tanaman (baik padi, buah-buahan, sayuran dan sebagainya) juga tidak mampu berproduksi dengan baik. Jumlah produksi berbagai produk pertanian tersebut pastilah jauh menurun.
Tak mudah memadamkan api yang terlanjur berkobar melahap jutaan hektar hutan dan lahan gambut Indonesia yang menjadi penyebab utama terjadinya kabut asap. Sejumlah pesawat khusus yang dilengkapi alat pemadam api dikerahkan, sejumlah pesawat sejenis dari negara sahabat juga ikut membantu memadamkan api melalui udara. Pasukan pemadam kebakaran dan sejumlah relawan juga dikerahkan melalui jalur darat.
Masyarakat umum dan pemuka agama juga tak tinggal diam, mereka menggelar shalat istisqa, memohon agar Tuhan menurunkan hujan untuk memadamkan api yang terus berkobar seolah-olah tak bergeming dipadamkan dengan berbagai alat modern dan paling canggih sekalipun. Kebakaran yang terjadi sudah terlalu luas dan api sudah terlanjur membesar. Kebakaran yang terjadi sudah di luar kemampuan manusia untuk mengatasinya.
Alhamdulillah ternyata Tuhan memang maha pengasih. Hujan segera turun mengguyur Bumi Nusantara, api yang tengah berkobar berangsur mati hingga tak ada lagi. Kabut asap secara perlahan berangsur sirna, langit kembali terlihat biru dan matahari kembali bersinar terang.
Namun bencana yang terjadi nampaknya tak berhenti sampai di situ. Hujan yang sebelumnya sangat diharapkan kedatangannya menjadi pahlawan pembasmi kabut asap dan penjinak api yang tak terkalahkan, ternyata juga bisa menjelma menjadi bencana. Di sejumlah tempat yang biasanya memang terkenal sebagai daerah rawan banjir, rahmat hujan berubah menjadi bencana. Di sejumlah daerah terjadi bencana banjir dan longsor. Bencana kembali menelan korban harta, benda bahkan nyawa.
Salahkah alam? Tidak adilkah Tuhan kepada manusia sehingga berbagai bencana ditimpakan kepada manusia seperti tak habis-habisnya?
Alam diciptakan Tuhan dalam keadaan seimbang dan sempurna, memiliki ekosistem yang teratur dan seimbang. Manusialah yang menimbulkan kerusakan terhadap alam yang pada akhir menimbulkan bencana terhadap mereka sendiri. Hal itu telah disebutkan dalam Al Quran sejak belasan abad lalu.
Tindakan merusak alam seperti meludah ke langit, pada akhirnya akan berlalik lagi dan akan mengotori pelakunya sendiri. Membabat dan membakar hutan, membuang sampah, mencemari lingkungan (tanah, air dan udara) dengan zat-zat kimia dampak buruknya akan diterima kembali oleh manusia sendiri. Seperti firman Allah dalam QS 10:44; Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.
Untuk itu sejak dini mari kita berusaha, berikhtiar untuk menjaga kelestarian, keteraturan alam yang telah diciptakan Tuhan ini sebaik mungkin. Jangan membuang sampah, mencemari lingkungan dan merusak lingkungan yang mengganggu keseimbangan alam. Hanya bumi satu-satunya planet tempat manusia bisa hidup dengan nyaman, dilengkapi segala kebutuhannya. Tempat tinggal manusia selanjutnya selain bumi adalah akhirat.
Jika kita sudah berusaha bersungguh-sungguh menyelamatkan alam, mengantisipasi kemungkinan bencana yang akan terjadi, tentu resiko terkena dampak bencana tersebut bisa diperkecil. Namun disaat bencana yang terjadi di luar perhitungan dan kendali manusia, tidak jalan lain, kita berserah diri pada Tuhan. Saat itulah doa menjadi alat perlindungan paling ampuh. Allah berfiman, “Berdoalah kamu, niscaya akan Aku kabulkan.” Mari kita berikhtiar dan berdoa dengan sungguh-sungguh agar negeri kita terhindar dari segala bencana. Aamiin. ***