Strategi Penguatan Kesetiakawanan Sosial Di Era Gobalisasi

Aplikasi Program Sosial ARNES BASRI, S.Kom(Dinas Sosial) 11 Desember 2015 11:33:48 WIB


Strategi Penguatan Kesetiakawanan Sosial

Di Era Gobalisasi

 

Kesetiakawan sosial  sosial dilihat dari sejarah keberadaannya secara fundamental berawal dari internalisasi nilai-nilai sosial yang salah satunya adalah penanaman nilai budi pekerti dalam keluarga. Persoalan nilai adalah sesuatu yang tidak nampak kepermukaan tetapi dalam kurun waktu tertentu dapat dirasakan keberadaanya bahkan kualitasnya secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Nilai adalah sebuah investasi jangka panjang bagi siapa pelaku dan pewarisnya. Dalam dekade tahun 1990-an persoalan internalisasi nilai-nilai budi pekerti dalam keluarga dan masyarakat sangat mendapatkan perhatian yang sangat besar dan sangat diagungkan. Keluarga selalu memberikan doktrin terhadap anggotanya agar kehidupan bermasyarakat harus sesuai dengan anutan dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat, mengingat kontrol sosial dari masyarakat luas terhadap individu atau personal lainnya meskipun bukan keluarganya masih sangat tinggi, sehingga apabila ada yang berperilaku menyimpang dari tata nilai keseharian yang sesuai dengan norma lebih cepat mendapat sikap reaktif dari masyarakat umum. Penanaman nilai berawal dari penanaman nilai spritual yang menyangkut keyakinan setiap individu terhadap Tuhannya, sehingga ajaran-ajaran yang bersumber dari agama menjadi sesuatu kewajiban yang harus diwariskan terhadap anggota keluarganya yang lain. Begitu juga dengan nilai-nilai sosial yang menyangkut kearifan lokal yang bersumber dari adat dan kebiasaan-kebiasaan positif para leluhur masih tetap digenerasikan yang secara tidak langsung diwariskan dalam wujud tata perilaku keseharian masyarakat. 
 

 Berbicara masalah nilai, salah satunya nilai sosial bisa mengundang ketertarikan semua kalangan khususnya bagi kalangan masyarakat yang memiliki jiwa visioner dan berpikir tentang sesuatu jangka panjang dan sifatnya keterpangilan nurani yang mencerminkan moralitas bangsa. Pernyataan ini harus diangkat kepermukaan mengingingat saat ini sedang terjadi dehidrasi pada sebagian kalangan untuk memperhatian pelestarian nilai-nilai sosial karena dianggap tidak memberikan suatu cash back dalam bentuk material. Sifat materialistis, konsumerisme dan individualistis menjadi salah satu faktor penyebab diantara sekian banyak faktor penyebab lainnya yang perlu urai. Banyak kalangan saat ini merindukan suatu kondisi damai tenang, terkendali serta memberikan rasa aman serta kualitas kenyamanan dalam hidup, tetapi tanpa disadari tidak sedikit jumlah masyarakat yang saat ini sudah melupakan bagaimana kondisi yang didambakan tersebut bisa terpelihara dalam kehidupan masyarakat, seperti halnya dalam contoh yang paling kecil saja sudah sangat minim sekali adanya ruang dialog dalam keluarga yang dibudayakan, apalagi untuk menyediakan ruang dialog dalam masyarakat.

Globalisasi mungkin menjadi salah satu faktor penyebabnya, dimana pengaruhnya lebih mengedepankan warna individualisme yang lebih terserap oleh masyarakat. Sesuatu yang tidak dapat disalahkan untuk mengikuti perubahan besar supaya setiap individu dapat mengakses berbagai perkembangan dan sejajar dengan masyarakat dunia pada umumnya. Namun kondisi tersebut harus diikuti dengan suatu sikap yang memiliki keberpihakan terhadap sebuah dampak sosial yang akan ditimbulkan yang dapat mengancam terhadap nilai-nilai sosial atau kepranataan sosial dimasyarakat. Salah satu keberpihakan yang membutuhkan komitmen dari seluruh komponen bangsa adalah tentunya bagaimana berjalannya globalisme ini diikuti dengan merespon untuk melakukan penguatan terhadap sesuatu nilai kearifan yang dapan menjadi benteng sosial di masyarakat. Istilah benteng sosial mungkin sesuatu yang tidak indah untuk didengar karena memang tidak familier dalam kehidupan sehari-hari tetapi lewat tulisan ini akan dicoba untuk dikampanyekan, karena ini adalah sesuatu yang tidak berwujud tetapi kalau itu dilakukan akan sangat dirasakan manfaatnya oleh semua kalangan. Benteng sosial yang paling kokoh tidak ada kata lain adalah Kesetiakawanan Sosial yang dilandasi sikap  saling peduli, berbagi dan toleransi  diantara masyarakat. Peduli mencerminkan suatu sikap perhatian terhadap lingkungan berawal dari tata nilai individu, keluarga dan masyarakat, wujud nyatanya respon terhadap situasi sosial. Berbagi adalah menumbuhkan perilaku yang mengarah pada suatu gerakan meminimalisir suatu dampak atau resiko sosial dapat dilakukan secara individu maupun kolektif sehingga beban masalah sosial tidak menjadi berat karena banyak pihak terlibat. Sedangkan toleransi adalah bagaimana sikap tenggang rasa dalam kehidupan sosial masyarakat yang semakin kompleks ini bisa kembali dirajut, sehingga sejatinya bangsa kita yang terkenal ramah dan pemaaf bukan pemarah, bangsa kita terkenal demokratis bukan anarkis, bangsa kita yang terkenal kebinekaan bukan primordialisme dan banyak kepribadian luhur lainnya yang kita miliki menjadi bahan renungan untuk terwujud kembali.
 
Dalam kontek tulisan ini, mencoba menawarkan salah satu starategi  penguatan nilai kesetiakawan sosial di era globalisasi melalui suatu gerakan partisipatif masyarakat dengan tidak hanya membangun dan membesarkan isu-isu yang kritis, tetapi kita dan masyarakat harus membalikan pemikiran bagaimana mengawali dengan sikap  kritis terhadap isu-isu sosial yang ada dengan suatu gerakan partisipatif. Gerakan partisifatif yang harus dilakukan adalah dengan membangun budaya dialog dalam masyarakat melalui pertemuan-pertemuan sosial yang memiliki manfaat cukup banyak tidak hanya wahana penyelesaian masalah tetapi yang paling penting adalah wahana silaturahmi. Analognya  silaturahmi  yang baik akan mengedepankan persamaan dan meminimalisir perbedaan dengan pertemuan sosial sebagai media dan menjadi budaya dalam masyarakat, maka menemukenali potensi dan sumber untuk mengatasi masalah akan menjadi mudah. Kekuatan besar bangsa kita ada pada potensi masyarakat yang terorganisir dengan baik melalui simpul kesetikawanan sosial dalam cermin keseharian adalah budaya gotong royong. Manajemen pengorganisasian potensi yang ditawarkan adalah berawal dari level desa, dengan gugus kendali ada pada kepala desa selaku manager kesejahteraan sosial. Budaya kesetikawanan sosial yang terbangun dengan baik dari sejumlah desa di Indonesia maka manajemen kendali dalam meminimalisir isu sosial nasional akan lebih memiliki keefektifan dan akurasi penyelesaian masalah yang lebih cepat.  Saatnya kita merefleksikan diri untuk mengimplementasikan  slogan berat sama dipikul ringan sama dijinjing, satukan rasa bangun persatuan untuk Indonesia Setia Kawan.
 
Oleh :  Herman Koswara (Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial RI)