ADA APA DENGAN TUHAN ?

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 11 Desember 2015 10:55:04 WIB


catatan Pinto Janir

Makhluk terbentuk karena cinta. Karena Tuhan ingin dicintai dan dikenal, makanya Tuhan tak ingin sendiri. Pernahkah kita berpikir, apakah Tuhan sepi tanpa makhluk, tanpa manusia, tanpa jin, tanpa malaikat, tanpa setan, tanpa iblis, tanpa bumi, tanpa gunung, tanpa laut, tanpa angkasa, tanpa bulan, tanpa matahari, tanpa alam semesta dan tanpa seluruh yang ada selain Tuhan?

            Mengapa Tuhan mencipta makhluk? Ya, karena tujuan khususnya adalah karena Tuhan ingin dikenal. Bagaimana cara ‘mengenal’ Tuhan?

            Pandang alam. Pandang dengan mata terbuka dan mata hati, mata rasa, mata pikiran dan mata akal. Kaji asal usul. Mengapa ada?

            Tugas menjawab “mengapa” ini hanya akan sempurna terjawab oleh manusia, karena manusia dibekali Tuhan dengan pikiran, akal dan hati. Saat itu terjadi ‘pilihan”. Karena pikiran kita berpengetahuan. Karena akal kita mempercayai. Dan karena hati, kita berkeyakinan. Karena manusia makhluk Allah yang paling mulia dan menyadari bahwa ‘kekuasaan” Tuhan itu dekat sekali dengan manusia. Bahkan lebih dekat dari urat leher kita. Untuk itulah Tuhan berfirman “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 16-18).

            Kekuasaan Tuhan untuk semua insan. Kedekatan Tuhan untuk manusia yang beriman dan taqwa.

            Tuhan menyuruh kita berpikir. Memberikan persimpangan-persimpangan dan berbagai pilihan, untuk kita jawab dan kita lalui. Terkadang, tanpa bermaksud menyederhanakan kehidupan dan hidup, bahwa hidup itu tidak rumit. Tak lebih seperti : “ Tuhan bertanya, manusia menjawabnya”. Hidup itu adalah pertanyaan Tuhan dan jawaban yang kita beri. Jawaban itu yang akan menjadi pertanggungan dunia dan akhirat.

            Sebelum memberikan jawaban atas ‘pertanyaan’ Tuhan, kebijakan yang harus kita lakukan adalah ‘mengenal’ Nya. Bagaimana pula kita akan sempurna menegakkan keesaan Allah dalam batang tubuh dan jiwa bilamana kita tak mengenalNya, tak memahamiNya dan tak pernah berusaha untuk mengerti akan ‘hakekat’Nya.

            Mengenal adalah kesempurnaan pemahaman.

            Mungkin saja, Tuhan tak pula menginginkan ‘cinta buta’ yang Tuhan mau adalah cinta yang cerdas. Karena Tuhan telah anugerahi kita dengan otak sebagai mesin pikiran, hati sebagai motor ‘rasa’ dan akal sebagai hakim yang bijak.

            Kebijakan hidup sesungguhnya diserahkan Tuhan secara mutlak kepada insannya.

            Dan nasib adalah ‘persoalan’ manusia yang bisa diubah. Namun, takdir mutlak kekuasaan Allah. Ingat Firman Tuhan : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” (surat Ar-Ra'd ayat 11).

           

Kekuasaan dan keadilan Allah bukan untuk diragukan. Syaikh bin Baz pernah ditanya, bagaimana tafsir ayat Allah yang berbunyi, Yaitu Surat Arraad Ayat 79 “Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum sampai mereka mengubah diri mereka sendiri?”.
Maka syaikh menjawab, ayat ini adalah ayat yang jelas, yang menunjukkan keadilan Allah dimana Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum kecuali dengan syarat. Syaratnya adalah bahwa mereka harus meniti jalan kebaikan untuk perubahan kearah yang lebih baik, dan jika yang mereka lalui jalan buruk, maka perubahan pun ke arah yang semakin buruk.
Ini adalah sebuah kepastian yang tak tertolak, bahwa Allah tidak pernah mendholimi hamba-Nya,
Allah akan membalas apapun yang dilakukan oleh manusia. Jika berbuat kebaikan ia akan mendapatkan kebaikan pula, jika berbuat kejelekan maka ia akan mendapatkan kejelekan pula.

Terkadang kita heran juga melihat tingkah laku manusia yang sombong atas kekuasaan dan apa-apa yang ia miliki. Mengapa manusia sering merasa paling berkuasa?

Karena ia lupa dan belum ‘mengenal’ Tuhannya!