Taufiq Ismail

Artikel Yongki Salmeno(Yongki Salmeno) 01 Juli 2015 07:50:05 WIB


Suatu ketika, hampir saja penyanyi  terkenal Chrisye (alm) tak mampu menyelesaikan rekaman salah satu lagunya. Baru saja menyanyikan beberapa bait lagu suaranya tercekat, air matanya tak mampu ia bendung, ia menangis tersedu-sedu.

 

Setelah istirahat dan menenangkan diri sejenak, ia mencoba lagi membawakan lagi lagu tersebut. Namun lagi-lagi peristiwa yang sama terjadi. Chrisye (alm) menangis lagi, air matanya tumpah, ia kembali menangis sesugukan. Hampir saja rekaman lagu tersebut tak mampu diselesaikan Chrisye (alm), proses rekaman berlangsung cukup lama karena dilakukan berulang-ulang.  Chrisye sangat terpengaruh oleh syair lagi yang sangat berkesan dan mendalam itu

Lagu yang direkam almarhum Chrisye saat itu berjudul “Ketika Tangan dan Kaki Bicara”. Lagu ini bercerita tentang saat manusia dihisab di Padang Mahsyar nanti. Saat itu mulut dikunci, tak bisa bicara karena biasanya mulut suka berbohong. Sebagai ganti  tangan dan kaki lah yang justru bicara mempertanggung jawabkan  perbuatan manusia selama di dunia di hadapan Khaliknya.

Lagu yang sangat menyentuh hati dan masih populer hingga saat ini tersebut diangkat dari puisi Taufiq Ismail yang berjudul “Ketika Tangan dan Kaki Bicara”. Setidaknya ada 100 puisi Taufiq Ismail yang telah dijadikan lirik lagu oleh artis-artis papan atas Indonesia seperti Bimbo, Ahmad Albar, Ian Antono, Ucok Harahap, Nicky Astria, Haddad Alwi,  Erwin Gutawa, Gita Gutawa dan Arman Maulana (Gigi).

Lagu-lagu yang liriknya diangkat dari puisi Taufiq Ismail selalu mendapat tempat di hati masyarakat, memberikan kesn dan makna yang dalam, dan tetap disukai meski lagu-lagu tersebut diluncurkan puluhan tahun lalu. Lagu-lagu tersebut sangat kental ciri khasnya, yaitu khas puisi Taufiq Ismail, bernuansa religi dan kemanusiaan.

Meski banyak berkiprah di luar Sumatera Barat, Taufiq Ismail adalah putra asli Minang Kabau. Ia lahir di Bukittinggi, tanggal 25 Juni 1935. Ayahnya KH Abdul Gaffar Ismail (alm), alumni Pesantren Parabek,  adalah seorang ulama dan tokoh pergerakan Permi (Persatuan Muslim Indonesia). Ibunya Siti Nur M Nur (alm)  berasal dari sebuah desa yang indah di kaki Gunung Singgalang, yaitu Nagari Pandaisikek.

Ketika duduk di bangku SMA Taufiq Ismail mendapat beasiswa pertukaran pelajar AFS pertama ke Amerika Serikat (1956 -1957). Di AS ia bersekolah di MSA Whitefish Bay, Wisconsin. Di sana ia berkenalan dengan karya-karya sastrawan besar seperti Walt Whitman, Edgar Allan Poe,Tennessee Williams hingga Ernest Hemingway. Karya-karya mereka menambah inspirasi dan cakrawala berfikir Taufiq Ismail.

Setelah tamat SMA Taufiq melanjutkan studinya di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Indonesia.  Belakangan fakultas ini berkembang menjadi Institut Pertanian Bogor (IPB). Meski kuliah di IPB, namun Taufiq tetap meneruskan hobi dan bakatnya sejak SMA sebagai sastrawan.

Bersama Mochtar Lubis, PK Ojong dan Arief Budiman ia mendirikan majalah sastra Horizon. Hingga kini majalah Horizon merupakan majalah sastra satu-satunya di Indonesia. Kini majalah tersebut masih tetap eksis, terbit secara berkala setiap bulan dan telah berusia 49 tahun.

Ada ribuan puisi, kolom, esai, cerpen, drama yang telah ditulis Taufiq Ismail. Karya-karya emas tersebut pada tahun 2008 telah dibukukan menjadi 4 serial buku yang berjudul “Mengakar ke Bumi, Menggapai ke Langit” jilid 1, 2, 3 dan 4.  Sejumlah karya Taufiq Ismail juga telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa.

Atas karya-karyanya yang luar biasa tersebut dan jasanya di bidang sastra Taufiq Ismail dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa oleh Universitas Negeri  Yogyakarta (8 Februari 2003) dan tanggal 31 Januari 2009 ia juga menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia.

Seperti kata pepatah “Setinggi-tinggi terbang bangau, kembali ke kubangan jua.” Meski berbagai belahan bumi telah dijelajahinya  dan sebagian besar usianya dihabiskan di luar Sumatera Barat, namun rasa cinta Taufiq Ismail terhadap kampung halamannya Minang Kabau tak pernah surut.

Sebagai wujud kecintaan itu pada tahun 2008 Taufiq Ismail mendirikan Rumah Puisi Taufik Ismail di Nagari Aie Angek yang terletak persis di kaki antara dua gunung yaitu Merapi dan Singgalang.  Rumah puisi ini adalah rumah puisi pertama dan satu-satunya di Indonesia. Dari tempat yang sejuk dan indah ini ia bisa memandang langsung ke kampung Ibunya Pandai Sikek, sekaligus ke kampung ayahnya Bukittinggi.

Di Rumah Puisi terdapat sekitar 8000 judul buku koleksi pribadi Taufik Ismail. Rumah puisi ini mulai menjadi wadah aktivitas sastra di Sumatera Barat. Di sini pula setiap minggu diterima kunjungan berbagai sekolah, guru, pelajar untuk berdiskusi, belajar dan berlatih menulis. Nampaknya di sinilah tempat Taufiq Ismail ingin mendedikasikan diri kepada bangsa ini dan siapa saja yang ingin berbagi ilmu dengannya.

Kamis tangggal 25 Juni 2015 lalu diprakarsai Wakil Ketua DPR RI yang juga keponakan Ati Taufik Ismail, Fadlizon diadakan acara syukuran 80 tahun Taufik Ismail. Acara berlangsung secara sederhana di halaman belakang Rumah Budaya Air Angek Cottage. Acara yang juga diisi dengan buka bersama itu juga dihadiri oleh sesepuh Minang Ir. Azwar Anas, sejumlah Bupati, seniman dan budayawan seperti  Imam Prasojo, Neno Warisman dan sejumlah nama lainnya.

Kita bersyukur, karena usia 80 tahun adalah sebuah berkah dari Alah SWT dan Taufiq Ismail masih terlihat sehat dan penuh semangat.  Semoga selalu begitu hendaknya . Saya berdoa semoga sisa umur yang diberikan Alah kepada beliau berkah hendaknya. Mari kita jadikan Taufiq Ismail sebagai motivasi dan inspirasi untuk berkarya dan menjadi yang terbaik, seperti yang telah ia lakukan dan ia buktikan.

Taufiq Ismail adalah putra Minang yang prestasinya diakui di level nasional juga internasional. Mari buat Taufiq Ismail tersenyum jika suatu hari kelak beliau dipanggil Sang Khaliq. Kita buat beliau tersenyum karena beliau yakin punya murid-murid dan penerus yang juga akan mengikuti jejak beliau dan mampu mengukir prestasi gemilang dan membuat harum nama Minang Kabau seperti yang telah beliau lakukan. ***