Regional Comprehensive Economic Partnership

Industri dan Perdagangan BUDI SETIAWAN, ST, M.Si(Dinas Perindustrian dan Perdagangan) 30 Mei 2015 14:00:29 WIB


RCEP

Pendahuluan

Sebagai wujud respon ASEAN terhadap dinamika ekonomi di kawasan dan global serta dilandasi pada Pilar ke-4 Cetak Biru (Blueprint) Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu integrasi ASEAN dengan perekonomian global, ASEAN memprakarsai pembentukan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) dengan Australia & Selandia Baru, RRT, Jepang, Korea, dan India.

Pembentukan RCEP dilandasi konsep filosofis dan stratejik melalui konsolidasi 5 (lima) kerja sama FTA ASEAN dengan Negara Mitra FTA (RRT, Jepang, Korea, Australia & Selandia Baru, dan India), yang diyakini akan memberikan potensi ekonomi dari integrasi pasar sebesar 3,2 miliar jiwa (45% penduduk dunia) dan kawasan ekonomi dengan Produk Domestik Bruto (PDB) senilai USD 20 triliun (28% PDB dunia). Mayoritas negara peserta RCEP termasuk India, RRT, ASEAN (kecuali Singapura dan Brunei) merupakan negara berkembang yang dominasinya akan terus meningkat dalam perekonomian dunia.

Perundingan RCEP

Sesuai dengan Guiding Principles and Objectives for Negotiating the RCEP, perundingan RCEP akan diselenggarakan sebanyak sepuluh putaran, dimulai pada awal 2013 dan diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun 2015. Dipimpin oleh Indonesia, perundingan RCEP didasarkan atas prinsip-prinsip yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang komprehensif dan saling menguntungkan diantara negara peserta dengan mempertimbangkan tingkat pembangunan di masing-masing negara peserta .

Inti dari agenda perundingan RCEP mencakup perdagangan barang, jasa, investasi, kerjasama ekonomi dan teknik, kerjasama dibidang persaingan usaha, hak kekayaan intelektual, dan penyelesaian sengketa.  

Peluang dan Tantangan

Terbentuknya RCEP secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap struktur dan tatanan mata rantai pasokan serta tingkat ketergantungan ekonomi di kawasan baik bagi negara peserta RCEP maupun bagi negara non RCEP.

Pemberlakuan RCEP dipastikan akan membuka akses pasar kepada 45% penduduk dunia dan hal ini merupakan peluang pasar yang harus dimanfaatkan oleh Indonesia. Indonesia harus siap dan mampu memasuki pasar khususnya untuk produk manufaktur dan lainnya yang memberikan nilai tambah di negara peserta RCEP. Hal ini berarti, kesiapan industri nasional yang menghasilkan produk bernilai tambah merupakan prioritas utama yang harus dilakukan agar manfaat RCEP dapat optimal bagi perekonomian Indonesia.

Indonesia juga perlu mendorong investasi dari dalam negeri maupun asing yang masuk untuk meningkatkan kapasitas produksi produk dan daya saing agar mampu memanfaatkan pasar yang ada baik di dalam negeri maupun di negara peserta RCEP lainnya. Peluang untuk melakukan ini cukup menjanjikan mengingat RCEP akan memberikan kemudahan bagi anggotanya dalam mendapatkan bahan baku industri secara lebih efisien.

Selain memunculkan peluang, pembentukan RCEP juga menimbulkan tantangan bagi Indonesia, antara lain dalam:

  1. (i)mendorong peningkatan daya dukung dan kapasitas industri nasional baik barang maupun jasa;
  2. (ii)memperkuat dan memperdalam fundamental struktur ekonomi nasional melalui pengembangan industri-perdagangan-investasi;
  3. (iii)menurunkan ekonomi biaya tinggi dab dan memperbaiki sistem logistik nasional;
  4. (iv)memperbaiki dan meningkatkan sistem nasional di berbagai bidang melalui penyesuaian tata kelola-peraturan-ketentuan serta kebijakan di sektor ekonomi, SDM, teknologi, infrastruktur termasuk layanan publik dalam upaya meningkatkan daya saing.

Dengan adanya RCEP diharapkan ASEAN akan berhasil membangun sebuah jaringan FTA di Asia Timur yang mendorong proses integrasi ekonomi kawasan menjadi sebuah pasar, sekaligus basis produksi regional yang relatif tahan terhadap gejolak ekonomi global