Pangan Lokal Penggerak Ekonomi Daerah

Pangan Lokal Penggerak Ekonomi Daerah

Artikel YANITA SELLY MERISTIKA, S.Kom(Dinas Pangan) 22 September 2016 08:06:41 WIB


Ketergantungan konsumsi beras yang cukup tinggi menjadi sebuah ancaman terhadap ketahanan pangan bangsa Indonesia. Karena itu gaung gerakan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal perlu dikumandangkan lagi. Pengembangan pangan lokal juga akan berefek domino terhadap pergerakan ekonomi daerah.

Pangan memang bukan main-main. Bahkan Or­ganisasi Pangan dan Per­tanian Dunia (FAO) selalu mengingatkan terhadap ancaman pangan terhadap masyarakat dunia. Pertanyaannya, bagaimana agar bangsa Indonesia juga terlepas dari ancaman tersebut?.

Untuk menjawab persoalan tersebut tak mudah. Beberapa kali sudah perubahan pemerintahan, selalu menggaungkan swa­sembada pangan, khususnya padi (beras). Namun upaya menggenjot produksi padi selalu berhadapan berbagai persoalan, terutama makin susutnya lahan pertanian karena alih fungsi lahan ke non pertanian. Apalagi kini juga harus berhadapan dengan iklim yang makin sulit ditebak.

Bagi bangsa Indonesia, untuk mencapai tingkat ketahanan pangan sebenarnya tak sulit. Banyak ragam pangan nusantara (pangan lokal) yang bisa menjadi sumber karbohidrat. Jika melihat sejarah, maka pangan lokal tersebut sudah membudaya di masyarakat Indonesia.

Sayangnya, justru terpinggir­kan. Masyarakat Indonesia kini lebih memilih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Padahal ketergantungan beras sebagai pangan pokok bisa menjadi sebuah ancaman. Pasalnya, untuk bisa terus meningkatkan produksi padi tidak mudah.

Karena  itu  sudah  saat­nya bangsa Indonesia, ter­masuk pemerintah untuk me­ngem­balikan kembali budaya mengkonsumsi pangan lokal dengan menggaungkan kembali diversifikasi pangan. Negara dan bangsa akan mandiri pangan jika pemenuhan pangan masyarakat bisa dioptimalisasi melalui potensi pangan lokal.

Kepala Badan Ketahanan Pa­ngan Kementerian Pertanian (Kementan), Gardjita Budi me­nga­­takan, untuk  mencapai ke­mandirian pangan diperlukan perubahan pola pikir masyarakat akan pentingnya diversifikasi pangan. Artinya, persepsi masya­rakat yang menilai belum makan nasi belum makan harus diubah. 

Sebab, menurutnya, sumber karbohidrat selain beras sebenar­nya tersedia di masyarakat, seperti umbi, talas, jagung, dan aneka pangan lokal lainnya. Begitu juga untuk memenuhi protein tak hanya tergantung pada daging sapi atau ayam, karena masih ada telur dan ikan.

“Progres peningkatan pro­duksi padi sebagai bahan baku pangan tahun ini luar biasa. Bahkan, kita sudah surplus beras. Namun, konsumsi beras secara nasional per kapita/tahun juga tinggi. Ketergantungan beras secara kultural di setiap daerah  juga cukup tinggi. Masih banyak masyarakat yang menilai kalau belum makan nasi seolah belum makan,” papar Gardjita Budi, saat memberi sambutan pada acara Gelar Pangan Nusantara ke-2, di Pontianak, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.

 

sumber: tabloid sinar tani