Teknis Pertanian Organik
Pertanian RASMUNALDI, ST(Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan) 19 Februari 2015 02:29:42 WIB
Sekilas tentang dasar-dasar pertanian organik menurut Kepala Satuan Tugas Petanian organik Sumbar, Ir Syaiful MP dimulai dari proses penyiapan lahan. Ini
merupakan langkah awal untuk proses selanjutnya. Adapun lahan yang digunakan untuk pertanian organik harus terbebas dari residu pupuk dan pestisida yang mengandung bahan kimia.
alahan lahan yang pernah digunakan untuk pertanian konvensional harus melalui proses konversi lahan dari pertanian
konvensional ke pertanian organik membutuhkan waktu sekitar 2 tahun.
Sedemikian ketatnya aturan sistem organik, selama masa transisi, produk pertanian yang dihasilkan belum bisa dikatakan organik karena masa transisi tersebut dikhawatirkan masih mengandung residu-residu bahan kimia. Disamping itu yang harus juga diperhatikan adalah lingkungan di sekitar lahan. Pencemaran zat kimia dari lahan yang ber- sebelahan bisa merusak sistem pertanian organik yang telah kita bangun. Secara detail menurut Syaiful, dalam pemilihan lahanpun ada kategorinya, terbaik adalah yang terletak di hulu atau paling dekat dengan sumber air yang bakal dijadikan pengairan untuk lahan tersebut. Logikanya, pemilihan lahan itu erat hu- bungannya dengan sterilisasi residu bahan kimia hasil proses pertanian lain terutama yang ditularkan lewat air. Disamping hal itu, alasan pemilihan bahagian hulu erat kaitannya dengan pengembangan dikemudian hari. Sehinga kepastian tak tertular dari lahan di hulunya semakin kecil. Sudah menjadi hukum alam, untuk mendapatkan sesuatu yang ideal sangat sulit. Maka untuk mengan- tisipasi jika lahan yang di- miliki tidak memenuhi standar ideal kita harus me- lakukan sejumlah perlakuan khusus terhadap lahan tersebut. Seperti menanam tanaman barrier atau tanaman yang mampu mangantisipasi residu yang bakal mengganggu proses budidaya organik yang akan kita laksanakan. Adapun tanaman yang mampu berfisat barrier itu diantaranya, bambu, lamtoro, gamal atau bunga pahit Tithonia diversivolia atau orok-orok. Bisa juga ta- naman yang ber- manfaat seperti tanaman jagung.Tanaman jagung di- samping berman- faat mencegah kontaminasi dari cemaran pestisida tanaman sebelah- nya, juga berman- faat untuk menghindari serangan hama kutu kebul, bemisia tabaci sebagai vector penyakit virus kuning. Disamping menanam tanaman barrier, langkah lain yang memungkinkan untuk dilakukan adalah membuat parit di sekitar lahan yang bakal kita jadikan pertanian organik.Tujuan dari pembuatan parit ini diantaranya menghindari kontaminasi bahan kimia dari lahan sebelah yang memungkinkan untuk merusak lahan organik yang kita kelola. Langkah ini efektif jika kedalaman parit yang dibuat tidak memungkinkan air rembesan dari lahan konvensional sekitar.Setelah proses penyiapan lahan selesai maka system pengairan juga men- jadi perhatian khu- sus, karena pengai- ran yang belum me- menuhi standar per- tanian organik be- rpotensi untuk me- rusak tatanan yang telah kita buat. Sebab zat-zat pen- cemar bisa berpindah ke lahan organik karena dibawa oleh air yang terkontaminasi. Akibatnya lahan yang telah kita siapakan untuk pertanian organik bakal tercemar sehingga produk pertanian pun tidak steril dari bahan-bahan kimia. Idealnya, sistem pengairan yang digunakan harus berada di dekat sumber air atau minimal dari saluran air yang berasal dari lahan organik juga. Artinya, hindari sumber air yang berasal dari lahan konvensional. Apabila kondisi ini tak terpenuhi maka langkah-langlah lain harus ditempuh seperti membuat kolam penampungan atau disebut juga kolam filtrasi. Dalam kolam inipun harus ditanami dengan enceng gondok yang mampu menyerap atau menetralisir residu kimia, setelah langkah tersebut maka proses selanjunya dengan mengalirkannya ke kolam ikan. Setelah melalui beberapa proses tadi, maka dinilai air telah memiliki standar yang aman untuk digunakan sebagai pengairan organik..
Setelah pemilihan lahan dan sumber air yang sesuai dengan standar, maka langkah berikutnya dalam tatakelola pertanian organik, dengan menyiapkan benih atau bibit yang berasal dari benih organik juga atau sesuai dengan standar budidaya organik . Hal ini sangat menentukan karena menghindari terjadinya kontaminasi dari induk terdahulu yang masih berasal dari pertanian konvensional, bagaimanapun gen bawaan dari induk terdahulu dikhawatirkan ikut mempengaruhi. Antisipasinya, para petani organik juga diharapkan mampu memperbanyak benih atau bibit sendiri yang prosesnya dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah- kaidah pertanian organik.
Secara teknis aturan, benih atau bibit yang dipakai haruslah memenuhi kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan Organik No 6729-
2013 yang memiliki ketentuan sebagai berikut, benih atau bibit yang digunakan harus sesuai dengan agro-ekosistem yang ada, tahan terhadap hama dan penyakit, dan berasal dari produk pertanian organik, selanjutnya benih atau bibit yang digunakan untuk produksi pertanian organik tidak boleh berasal dari produk rekayasa genetika (genetically modified organism= GMO). Benih atau bibit yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus berasal dari produk pertanian organik juga.
Bagaimana kalau bibit yang berasal dari galur organik tidak ada? Secara teknis aturan, benih atau bibit yang dipakai haruslah memenuhi kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI) Pangan Organik No 6729-2010 yang memiliki ketentuan sebagai berikut, benih atau bibit yang digunakan harus sesuai dengan agro-ekosistem yang ada, tahan terhadap hama dan penyakit, dan berasal dari produk pertanian organik, selanjutnya benih atau bibit yang digunakan untuk produksi pertanian organik tidak boleh berasal dari produk rekayasa genetika (genetically modified organisms= GMO). Benih/ bibit yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus berasal dari produk pertanian organik juga.
Bagaimana kalau bibit yang berasal dari galur organik tidak ada? Tentu masih ada jalan lain yang dapat ditempuh walau membutuhkan tambahan waktu. Dalam aturan SNI tersebut juga diatur bahwa tahap awal yang harus dilakukan terhadap bibit tersebut yakni tidak ada perlakuan dengan bahan-bahan yang dilarang digunakan untuk produksi pertanian organik, atau kalau lebih ekstrim lagi masih bisa digunakan asal diberi perlakuan terhadap benih atau bibit itu dengan bahan-bahan yang direkomendasikan penggunaannya untuk produksi pertanian organik.....
Apabila bibit atau benih telah sesuai dengan ketentuan organik makalangkah selanjutnya pengunaan pupuk yang juga standar pertanian organik. Adapun ketentuan untuk pupuk itu adalah harus bebas dari unsur kimia, jenis pupuk organik yang diperbolehkan adalah pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos, serta pupuk hayati.
Alasan pengunaan pupuk jenis ini diantaranya, ramah terhadap lingkungan karena bahan-bahannya berasal dari alam seperti limbah pertanian, kotoran ternak serta bahan lain yang bersifat hayati. Berlatar belakang hal itu, di lokasi IPO Aia Angek juga dipelihara ternak kambing yang berfungsi sebagai “pabrik pupuk” disamping kotorannya, urine kambing juga mampu menjadi pelarut pupuk dan bahan untuk pestisida alami.
Ada filosofi tersendiri dalam proses pemupukan pertanian organik, Syaiful mengarisbawahi perbedaan antara memupuk sistem konvensional dengan organik. Perbedaan yang prinsipil adalah memberi makan pada tanaman atau tanah. Dalam sistem konvensional, pemupukan berarti memberi makan pada tanaman sementara pada organik malah tanah diberi makan. Artinya apa? Dari tanah yang sehat bakal menghasilkan tanaman yang sehat pula, namun dari tanaman yang sehat, belum tentu menyehatkan tanah.
Sebab, tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik serta memiliki kemampuan mengikat air yang lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah. Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami daripada bahan pembenah buatan/sintetik. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro N,P,K rendah,tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah yang cukup yang sangat diperlukan oleh pertumbuhan tanaman. Sebagai bahan pembedah tanah, pupuk organik mencegah terjadinya erosi, pergerakan permukaan tanah (crusting), retakan tanah, dan mempertahankan kelengasan tanah.
Berbeda dengan konvensional, pada sistem pertanian organik, ada beberapa langkah dalam menghindari kelangkaan pupuk diantaranya menanam tumbuhan penghasil pupuk seperti bunga pahit, tithonia diversifolia. Atau bagi petani yang memiliki sedikit modal yang berlebih dapat memelihara ternak. Kandang ternak dalam sistem ini dianggap sebagai pabrik pupuk. Dapat dibayangkan, sepanjang ternak masih menghasilkan kotoran kelangkaan pupuk bakal tidak akan menghantui petani, disamping itu ancaman terhadap kenaikan harga pupuk juga dijamin tak memusingkan para petani.Bagaimana dengan sistem pertanian konvensional? Tentu Anda yang bergerak di bidang pertanian sudah tau jawabannya. Jika terjadi kelangkaan pupuk, sudah pasti menjadi isu nasional dan apalagi jika harga pupuk dinaikan tentu lebih hebat lagi dampaknya.
Faktor selanjutnya yang juga merupakan komponen penting dalam proses pertanian organik menurut Syaiful adalah pengendalian hama dan penyakit yang sesuai standar organik. Mengendalikan hama penyakit tanaman merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pertanian organik. Konsep pengendalian hama penyakit pada tanaman organik adalah terdapatnya kestabilan ekosistim pada lahan organik tersebut. Meningkatkan kestabilan ekosistim adalah langkah awal dalam mengendalikan hama penyakit. Cara yang paling mudah untuk meningkatkan kestabilan ekosistim pada tanaman sayuran organik adalah dengan pengelolaan tumbuhan non budidaya serta dengan menanam aneka tanaman yang menghasilkan bunga.
Tumbuhan non budidaya dan tanaman bunga merupakan sumber energi yang melimpah bagi agens hayati atau musuh alami karena tumbuhan ini menghasilkan nektar, tepungsari dan embun madu. Seperti diketahui predator dan parasitoid sangat membutuhkan nektar, tepungsari dan madu untuk kesempurnaan hidupannya. Apabila banyak tumbuhan penghasil nektar, tepungsari dan madu di sekeliling lahan budidaya organik, maka akan mengundang kedatangan agens hayati (predator dan parasitoit) yang sangat berguna dalam mengendalikan serangga hama.
Langkah lain yang juga membantu pengendalian hama dan penyakit tersebut dengan menanam tumbuhan pestisida nabati. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu bahan yang berasal dari tumbuhan yang digunakan untuk pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT). Pestisida nabati relatif mudah untuk dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami maka jenis pestisida nabati ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, relatif aman bagi manusia dan hewan ternak serta residunya mudah hilang.
Pestisida nabati bersifat pukul dan lari (hit and run) yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama penyakit pada waktu itu dan setelah hama penyakit terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam. Dengan demikian tanaman sayuran organik akan terbebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi.
Pestisida nabati sudah sejak lama digunakan oleh petani. Seperti penggunaan tembakau yang sudah dipraktekkan sejak tiga abad yang lalu. Disamping itu masih banyak lagi jenis tumbuhan yang keampuhannnya tidak kalah dari tembakau. Pestisida nabati secara sederhana dapat dibuat petani baik secara perorangan maupun dalam skala home industry. Untuk kebutuhan massal dapat dibuat dengan skala industri dengan menggunakan teknologi tinggi. Pestisida nabati yang dibuat secara sederhana oleh petani dan home industry dapat berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak, dan rebusan bagian tumbuhan yakni berupa akar, umbi, batang, daun biji dan buah.
Adapun fungsi dari pestisida nabati diantarannya, sebagai zat pengusir yakni menolak kehadiran serangga, terutama karena bau yang menyengat karena mengandung senyawa dengan aroma tidak disukai oleh serangga, mengacaukan mekanisme penemuan inang serangga. Sebagai contoh dari pestisida hayati tersebut diantaranya serai harum andropogon citratus mengandung minyak atsiri, alkoloid flavonoid dan polivenol.Selain sebagai zat pengusir, pestisida nabati juga berfungsi sebagai antifedan atau mencegah serangga memakan tanaman. Caranya dengan menyemprotkan ke tanaman budidaya, karena rasanya yang pahit maka serangga tak akan menganggu sebagai contoh dari pestisida ini adalah daun sirih yang mengandung senyawa saponin. Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur serta mengacaukan sistem hormon dalam tubuh serangga merupakan diantara fungsi dari pestisida alami tersebut.Usai proses produksi dilaksanakan maka pada saat panen pun penangannya harus juga memenuhi standar pertanian organik seperti pengunaan alat yang tidak terkontaminasi zat kimia, dan membersihkanya juga mengikuti kaidah organik dengan menghindari air yang telah tercemar. Ketika melakukan pengangkutan dan penyimpanan juga harus hati-hati agar jangan sampai tercampur atau terkontaminasi dengan produk pertanian konvensional. Sehingga tingkat kemurnian dan sterilisasi dari pengaruh zat kimia sedapat mungkin diminimalisir.Adapun langkah puncak yang harus dilakukan para penggiat pertanian organik ini adalah proses sertifikasi. Proses ini bertujuan diantaranya agar kepercayaan konsumen serta kedisiplinan dari pelaku pertanian organik ini tetap terjaga dan berkesinambungan.
Ibarat pepatah, “Tak kenal maka tak sayang”, ungkapan itu pernah dirasakan Syaiful. Sebagai salah seorang penangung jawab berkembangnya pertanian organik di Sumbar, pada awalnya Syaiful dalam salah satu petemuan malah sempat menentang ide pertanian organik itu dengan berbagai argumen yang saat itu dianggapnya benar. Namun bagi Djoni yang saat itu masih menjadi kepala Balai Perlindungan Tanaman malah dia yang langsung ditunjuk untuk mengembangkan sekaligus menyukseskan program pertanian organik itu di Sumbar. Setelah memahami dan mendalami secara seksama, akhirnya Syaiful yang berdiri paling depan untuk memasyarakatkan pertanian organik di Sumbar.
Dalam perjalannya, sistem ini awalnya memang banyak ditentang oleh para petani. Namun kenyataan tersebut dapat dimaklumi, bagaimana tidak, selama puluhan tahun sistem konvensional yang berorentasi produksi dalam jangka waktu relatif singkat, telah mendarah daging bagi sebahagian besar petani . Kenyataan ini sangat terasa selama rezim orde baru dengan program swasembada pangannya. Pada masa itu, seluruh aspek pertanian memang dipacu demi produksi yang melimpah, namun tanpa memperhatikan aspek lingkungan atau ekosistem dalam jangka panjangnya.
Akibat memacu produksi itu, sebahagian besar dari areal pertanian seperti lahan sawah banyak terkontaminasi bahan-bahan kimia terutama pupuk buatan secara massal, dan berujung pada penurunan yang ekstrim terhadap kesuburannya. Sementara itu akibat pengunaan pestisida yang tidak terkendali berakibat fatal terhadap keseimbangan ekosistem lahan. Dampaknya terlihat jelas pada banyaknya predator alami dari hama yang ikut musnah ketika membasmi hama penganggu. Sementara hama yang ingin dibasmi malah semakin kebal dengan pestisida yang digunakan berulang kali, sehingga para petani terpicu untuk meningkatkan dosis. Akibat pemakaian makin tak terkendali, kerusakan ekosistem sawah bertambah rusak dari waktu ke waktu.Mengubah prilaku atau kebiasaan petani dalam bercocok tanam dari sistem konvensional menjadi sistem organik tentulah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun bagi Syaiful kenyataan tersebut menjadi tantangan tersendiri. Seiring dengan perjalanan waktu, para petani pelopor yang telah mendapatkan pemahaman sistem organik mulai memperlihatkan hasil di lapangan. Kenyataan ini memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pertanian organik Sumbar dimasa mendatang, sebab kalangan petani tidak akan mau mengubah pola pertanian lama mereka tanpa melihat hasil nyata dari pola yang baru diperkenalkan.
Ada yang menarik dari pola petanian organik di Sumbar, kalau di provinsi lain khususnya di Pulau Jawa, para penggerak pertanian organik itu lebih didominasi oleh kalangan swasta atau pengusaha. Dalam hal ini petani dijadikan sebagai plasma, namun di Sumbar yang menjadi penggiat
pertanian organik itu malah dari kalangan petani sendiri. Sehingga yang mendapatkan keuntungan langsung dari sistem ini adalah petani yang bersangkutan. Hal ini seiring dengan roh dari pergerakan pemberdayaan petani. Sebab, harus diakui kantong-kantong kemiskinan, mulai dari tingkat lokal hingga nasional lebih banyak berasal dari kalangan petani.
Sementara itu, menurut Djoni diantara tujuan utama dari gerakan petanian organik ini adalah memerdekakan petani dari belenggu kemiskinan. Sebab, dengan prinsip budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami serta memanfaatkan potensi lokal disekitar lahan. Mengharuskan petani membuat sarana produksi pertanian sendiri seperti pupuk, pestisida dari alam yang ada di sekitar mereka. Maka dengan sendirinya, biaya produksi dalam satu kali masa tanam dapat ditekan sehingga meningkatkan margin pendapatan dari petani yang bersangkutan.
Apalagi dewasa ini sarana produksi berupa pupuk dan pestisida sangat membebani petani akibat harga yang terus melonjak ditambah lagi dengan kelangkaan pupuk yang sering terjadi. Ibarat jatuh tertimpa tangga, para petani makin sulit untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.
Apabila sistem ini dapat membudaya di tengah petani, maka segala masalah ekonomi yang selama ini mendera bakal berkurang dan belenggu kemiskinan secara perlahan dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan.
Sebagai alternatif dari proses kemandirian petani dalam ekonomi, sistem pertanian organik saat ini mendapat peluang besar. Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran dari konsumen terhadap produk pertanian yang berorentasi kesehatan. Disamping itu perkembangan yang positif, dewasa ini mengkonsumsi pangan organik telah menjadi tren gaya hidup. Pertanian organik semakin berkembang dengan semakin terdidiknya konsumen. Kebutuhan akan pangan yang sehat dan lingkungan hidup yang lebih baik, membuka pasar bagi pengembangan pertanian organik.