Partai Boleh Beda, Ukuwah Tetap Dijaga

Artikel Yongki Salmeno(Yongki Salmeno) 23 Juni 2014 03:11:35 WIB


Helat besar lima tahun sekali kembali digelar serentak di seluruh pelosok Indonesia. Hajatan berbingkai pelaksanaan demokrasi itu bertajuk Pemilu (Pemilihan Umum ) Legislatif tahun 2014. Tahun ini puncak pesta demokrasi itu akan dilaksanakan besok, 9 April 2014, yaitu dengan melakukan pemungutan suara di ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Menurut Kemendagri jumlah pemilih tahun ini meningkat dari 172 juta jiwa pada tahun 2009, menjadi 185 juta jiwa. Mereka tersebar di sekitar 7.000 kecamatan, dan akan melaksanakan hak pilihnya di 516.142 TPS di berbagai pelosok negara tercinta.Di Sumatera Barat sendiri penduduk yang memiliki hak pilih berjumlah sekitar 3,65 juta jiwa dan akan ditampung suaranya di 13.405 unit TPS. Sungguh sebuah pesta yang luar biasa besarnya.

Sejak dini sebanyak 15 partai peserta Pemililu telah mengambil ancang-ancang agar partainya mendapat tempat di hati masyarakat. Berbagai program disusun dan ditawarkan untuk menarik simpati. Berbagai metoda dan cara juga diupayakan agar partai dan calon anggota legislatif yang telah mereka seleksi bisa terpilih.

Biasanya di sinilah titik kritis itu terjadi. Masing-masing partai saling bersaing dan berlomba agar partainya menjadi pemenang. Begitu juga para caleg, masing-masing mengerahkan segala daya dan upaya agar bisa terpilih dan meyakinkan masyarakat bahwa ialah yang terbaik.

Terkadang saking bersemangatnya berkampanye, entah disengaja atau tidak, masing-masing partai atau caleg bercerita melebihi kondisi sebenarnya. Lebay, istilah anak muda sekarang. Terkadang, mungkin juga tanpa disengaja, masing-masing saling menjelekkan, membukakan aib saingannya bahkan menfitnah. Prilaku ini dikenal dengan black campaign. Meski semua orang tahu prilaku ini sangat tidak terpuji dan berdampak sangat merugikan kedua belah pihak, namun faktanya selalu saja sering terjadi di berbagai daerah. Sungguh sangat disayangkan, terjadinya persaingan yang tidak sehat.

Dengan suasana demokrasi yang terjadi saat ini kondisi tersebut bisa memicu friksi-friksi dalam masyarakat. Dalam suasana demokrasi saat ini, jamak terjadi dalam masyarakat kita, di satu desa/nagari masyarakatnya mendukung beberapa partai atau caleg yang berbeda. Bahkan sering kita temukan dalam satu keluarga pun menjagokan partai atau caleg yang berbeda, sesuai dengan argumen masing-masing.

Konon karena berbeda partai, kelompok A berselisih dengan kelompok B, misalnya. Akibatnya mereka saling tidak bertegur sapa, padahal mereka satu nagari, satu suku bahkan memiliki pertalian darah. Lebih lucu lagi ada suami-istri yang berselisih paham karena berbeda partai dan mempertahankan prinsip masing-masing. Lebih celaka lagi jika friksi-friksi itu dibumbui dengan fitnah dan hasutan, bukan tidak mungkin berkembang menjadi tindakan-tindakan anarkis. Siapa yang rugi?

Sistem demokrasi, termasuk Pemilu dikembangkan dan diterapkan di negara kita tentu bukan untuk memecah belah dan mengadu domba masyarakat. Tujuan sebenarnya adalah untuk menyalurkan aspirasi masyarakat serta memilih tokoh-tokoh terbaik dan layak diberi amanah untuk mewakili masyarakat dalam sistem pemerintahan, dalam hal ini legislatif.

Karena itu berbeda-beda partai, berbeda-beda fikiran dan konsep, itu wajar-wajar saja dalam rangka mencari tokoh terbaik. Seperti pepatah Minang; “Basilang kayu di tunggu di situ api mako ka iduik”. Maksudnya dengan beraneka ragamnya ide dan pendapat, dari sanalah bisa diperoleh kesimpulan yang terbaik.

Silahkan memilih partai dan caleg yang menurut kita bisa memegang amanah dan aspirasi masyarakat, sesuai dengan penilaian masing-masing. Teliti reputasi partainya, teliti juga rekam jejak calegnya. Jika sudah, dengan membaca bismillah (bagi yang beragama Islam) silahkan pilih mereka di TPS masing-masing. Mari kita laksanakan Pemilu secara damai, tidak perlu bertikai dan terpecah belah. Partai boleh berbeda-beda, tapi ukuwah (persaudaraan) perlu tetap dijaga. (Irwan Prayitno)