NCH : Lokomotif Nagari Digital
Berita Utama Havina Mirsya \'afra, S. Sos.(DINAS KOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN STATISTIK) 19 Desember 2025 12:23:55 WIB
Oleh: Rudy Rinaldy
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi Sumatera Barat
Ada satu hal yang selalu terlintas dalam pikiran kita ketika berbicara tentang Nagari : potensi yang terabaikan. Nagari kita kaya akan potensi, mulai dari potensi sumber daya manusia, budaya, hingga ekonomi lokal yang masih murni. Namun dalam praktik pembangunan, potensi jarang yang berlanjut ke tingkat proses. Potensi sering disebut, dipetakan, bahkan dipresentasikan dimana-mana, tetapi tidak selalu diterjemahkan menjadi added value yang mampu mengubah kehidupan masyarakat.
Peluncuran Nagari Creative Hub (NCH) perdana di Desa Sikalang, Sawahlunto, dapat dibaca dalam kerangka tersebut. Selain menghadirkan ruang kreatif atau fasilitas fisik baru, NCH merupakan upaya terbarukan untuk menjawab persoalan yang lebih struktural mengenai bagaimana Nagari diposisikan dalam arus perubahan tatanan kehidupan yang semakin kompleks berbasis pengetahuan, kreativitas, dan teknologi saat ini. Tantangannya tidak hanya pada penyediaan infrastruktur digital, tetapi lebih dari itu adalah pada kemampuan masyarakat Nagari untuk beradaptasi dan berperan aktif untuk terus bergerak ke arah digital.
Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) tahun 2025 adalah angka 44,53 skala nasional. Sementara IMDI Provinsi Sumatera Barat di angka 49,70 pada tahun yang sama. Ini menunjukkan bahwa secara agregat kesiapan digital masyarakat Sumatera Barat sebenarnya berada diatas rata-rata nasional. Namun, angka tersebut tentu tidak dapat dibaca secara tunggal tanpa melihat dinamika di dalamnya. Kesiapan digitalisasi di tingkat provinsi belum tentu mencerminkan kondisi serupa diseluruh Nagari. Masih terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, baik dari sisi literasi digital, pemanfaatan teknologi, maupun keterkaitannya dengan aktivitas ekonomi masyarakat.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi digital telah menjadi bagian yang tak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Akses internet semakin luas, kepemilikan gawai meningkat, dan interaksi digital berlangsung hampir tanpa jeda. Namun, pemanfaatan kemudahan ini masih terbatas pada hal-hal yang non produktif. Transformasi menuju pemanfaatan yang produktif terutama untuk peningkatan nilai ekonomi, belum berbanding lurus dengan kualitas digitalisasi yang tersedia. Kondisi ini menjadi penting dianalisis lebih lanjut mengingat struktur ekonomi Sumatera Barat masih ditopang oleh UMKM dan usaha mikro yang mendominasi aktivitas ekonomi daerah.
Dalam konteks inilah NCH ditempatkan. NCH tidak dimaksudkan sebagai simbol modernisasi semata, tetapi juga instrumen kebijakan yang berada diantara kesiapan dan hasil. Dalam perspektif perencanaan NCH berfungsi sebagai penghubung yang diharapkan mampu mengkonversi akses dan literasi digital menjadi ekonomi yang produktif di tingkat Nagari. Pendekatan ini menempatkan kreativitas, kapasitas produksi, dan konektivitas pasar sebagai satu kesatuan sistem yang tidak bisa dipisahkan.
Pemilihan Sawahlunto sebagai lokasi perdana juga perlu dibaca secara proporsional dan rasional. Kota ini memiliki sejarah ekonomi yang kuat, basis budaya yang hidup, serta pengalaman dalam mengelola sektor kreatif dan pariwisata. Dari sudut pandang kebijakan, kondisi tersebut menjadi prasyarat sosial dan institusional yang relatif siap untuk menguji sebuah model baru. Memulai dari wilayah dengan kesiapan awal yang lebih baik merupakan langkah strategis untuk memastikan bahwa konsep NCH dapat diuji efektivitasnya sebelum diperluas ke Nagari lain di Sumatera Barat.
Keberhasilan NCH tentu tidak dapat diukur dari acara peresmian dan atau aktivitas serupa yang sifatnya short term. Indikator yang lebih penting justru ada di jangka menengah dan panjang, seperti ; peningkatan kualitas dan daya saing produk lokal, perluasan jangkauan pasar UMKM, lahirnya pelaku ekonomi kreatif baru, serta yang terpenting, perubahan pola pemanfaatan teknologi di tingkat Nagari. Seluruh indikator tersebut membutuhkan proses pendampingan yang konsisten dan evaluasi berbasis data yang dilakukan secara kontinu.
Di lain sisi kinerja pilar bisnis dalam Indeks Transformasi Digital Nasional (TDN) Wilayah Sumatera Barat dinilai masih rendah karena belum mampu memanfaatkan digital economics secara maksimal dalam berusaha. Ada banyak digital platform di bidang ekonomi yang belum termanfaatkan dengan baik. Ini adalah tantangan tersendiri di depan mata dimana dalam kawasan urban saja digitalisasi masih berjalan lambat, apalagi jika ingin diterapkan di Nagari. Ketika kesiapan digital Sumatera Barat berada diatas rata-rata nasional, tetapi kontribusi ekonomi digital di tingkat Nagari belum terasa signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa masih terdapat mata rantai yang belum tersambung. NCH hadir untuk mengisi celah tersebut, agar transformasi digital tidak berhenti pada peningkatan indeks, tetapi berlanjut pada perubahan struktur ekonomi yang lebih inklusif.
Tantangan terbesar dari NCH bukan pada jumlah lokasi atau kecepatan replikasinya, melainkan pada disiplin pelaksanaan dan konsistensi kebijakan. Dalam banyak pengalaman sebuah program sering kali berhenti setelah fase awal yang tampak menjanjikan, kemudian kehilangan arah saat pendampingan melemah dan evaluasi tidak lagi dilakukan secara serius. Risiko inilah yang perlu disadari sejak awal agar NCH tidak terjebak hanya pada simbol inovasi tanpa dampak struktural.
Dari perspektif kebijakan publik, keberadaan NCH adalah sebuah taruhan. Kesiapan digital masyarakat Sumatera Barat secara indeks pun sudah berada diatas rata-rata nasional. Namun dibalik dorongan untuk meningkatkan produktivitas ekonomi Nagari, selalu ada bayang-bayang kegagalan kebijakan apabila intervensi tidak dirancang dan dijalankan secara konsisten. Sebaliknya, jika intervensi ini mampu menjembatani literasi digital dengan aktivitas ekonomi yang bernilai tambah, maka NCH dapat menjadi contoh bagaimana transformasi digital tidak berhenti pada angka indeks, tetapi berujung pada perubahan nyata ditingkat akar rumput.
Masa depan Nagari tidak ditentukan oleh seberapa sering kata potensi diucapkan, melainkan oleh seberapa serius potensi itu dikelola. NCH-pun hanya sebatas tools. Hasilnya akan sangat ditentukan oleh ketangguhan menjaga konsistensi, keterbukaan membaca data, serta kemauan untuk terus memperbaiki desain kebijakan. Dititik inilah pembangunan Nagari diuji. Pembangunan Nagari yang tidak terpaku pada retorika, tetapi pada kemampuan mengubah peluang menjadi hasil nyata yang terukur.
-----*****-----