CALO ATAU KONSULTAN POLITIK ?

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 25 Maret 2014 04:09:03 WIB


Cara kerja calo politik itu *sistemik*. Dia memiliki tim dan manajemen sendiri. Mereka bekerja tak sendiri-sendiri. Ada tukang bikin proposal.Ada tukang hubung langsung ke caleg. Modusnya, biasanya menyelenggarakan berbagai acara atau kegiatan kemasyarakatan. Tak peduli masyakarat pengunjung sedikit, yang penting acara disetujui dan beberapa caleg ikut mensponsori kegiatan. Pada acara itu para caleg yang menyumbang diberi kesempatan memperkenalkan diri. Sudah itu duduklah lagi. Itu saja. Sudah itu 'musik' berputar sampai pagi...

         Calo politik berusaha meyakini caleg dengan berbagai cara. Biasanya, cara 'konyol' itu adalah dengan menyebutkan angka ribuan pemilih yang dapat dan mampu ia kuasai asalkan apa yang ia tulis diproposal itu disetujui. Mulai dari cetak mencetak kartu nama, poster, berbagai kegiatan, cetak baju, pernak pernik lain dan lain-lain. Angkanya spetakuler. Dari puluhan juta, hingga ratusan juta, bahkan (gila) hingga 9 digit pula nolnya. " Kami yakin, bapak duduk kalau ini bapak setujui!", kata itu sering kita dengar itu. Dan tampaknya Pemilu selain melahirkan calo politik, juga memunculkan konsultan politik yang hebat-hebat.

 

DUKUN DAN POLITIK

 

Ternyata benar juga adanya, bahwa harapan yang besar melenyapkan 'daya pikir' otak yang besar. Kabar-kabar mulai beredar, kabarnya banyak pula para caleg yang ramai-ramai mendatangi dukun. Dukun tenung, dukun manto, dukun (dianggap) sati didatangi para caleg. Dukun menjadi tempat yang dipercayai untuk bertanya. Apa-apa larangan dan perintah dukun dipatuhi atau dituruti. Bahkan ada pula di antara mereka yang rutin mengirimkan sesajen demi 'kursi'. Gila memang, harapan berlapis telah mengalahkan hitungan-hitungan logis.

 

KUN FA YAKUN

 

Hidup bukanlah kumpulan dari satu kebetulan kepada kebetulan yang lain. Tidak ada sesuatu yang ada atau yang didapat dari sesuatu kebetulan. Kalaupun diperoleh, itu hanya 'seperti' kebetulan. Ruang, massa dan waktu sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan 'maha keteraturan'. Yang bisa mengubah keteraturan ilahiyah itu hanya doa. Doa dan memintalah kepadanya dengan teratur, Allah pasti mendengar. Hanya doa yang dapat mengubah takdir.

         Allah berbuat sekehendak hatiNya. Tak ada satupun kekuatan yang dapat menghambat kuasa dan keinginan Illahi. Kun Fa ya kun, jadilah...maka jadilah ia. Menjadikan sesuatu atau tidak menjadikan sesuatu, bagi Tuhan sangatlah sederhana. Tak perlu berumit-rumit yang benar.

         Uang yang berlipat-lipat, poster yang terpaku di hampir tiap pohon sepanjang jalan utama, baliho yang segadang-gadang entah, kartu nama yang beribu-ribu, ambulan yang berunit-unit, dukun yang berlapis-lapis, bantuan kemari menghadap, bujukan yang mendayu-dayu, pesona yang bertebar-tebar, tiap sebentar masuk koran, masuk tivi, bersuara di radio, souvenir yang beragam rupa bukanlah sebuah jaminan untuk 'jadi' atau untuk 'duduk' di kursi dewan.

        Nyaris semua caleg mungkin sudah lelah. Lelah pikiran, lelah tenaga, dan mungkin saja lelah duit. Duit menipis, tenaga dan pikiran mulai habis. Upaya sudah maksimal, lalu apa lagi? Lengkapi dan sempurnakan segala upaya itu dengan doa. Minta dan bermohonlah kepada Allah, supaya Dia meridhoi segala langkah dan perbuatan serta keinginan kita.

         Sebelum tanggal 9 April, sebanyak-banyak harapan, siapkan juga sedikit kekecewaan, walaupun hanya sebesar kerikil.

         Sekarang coba renungkan sesaat. Tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan pelan-pelan. Jaga suasana hati dan irama jantung sebelum menjawab pertanyaan di bawah ini.. Putar waktu ke belakang. Ingat-ingat apa-apa yang sudah kita lakukan untuk diri dan keluarga kita, untuk lingkungan dan untuk orang banyak, dan bagaimana cara kita melakukannya, apakah ikhlas atau dibuat-buat?

         Lalu pejamkan mata sesaat. Buka dengan kalimat La Illa Ha Ilallah. Baca surak Al Ikhlas, baca surat An Nas...

         Jangan jawab pertanyaan ini dengan "harapan" tapi jawablah dengan hati. Apa yang tercetus di hati, jangan ingkari, jangan lawan...

         Nah pertanyaannya, apakah anda sudah patut dan pantas menerima amanah umat untuk duduk menjadi anggota dewan terhormat? (Pinto Janir)