Pegawai Negeri Sipil

Berita Utama Yongki Salmeno(Yongki Salmeno) 25 Maret 2014 03:46:57 WIB


Banyak orang berpendapat bahwa profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) bukan lagi profesi yang menarik. Alasannya, gaji PNS (sesuai standar gaji secara nasional) relatif kecil dibandingkan penghasilan seorang pengusaha. Pengembangan karir di PNS lambat dan tantangan pekerjaan juga relatif kecil karena pekerjaan PNS cendrung rutin sepanjang tahun. Apalagi belakangan ini untuk jadi gubernur, bupati, walikota, atau menteri, tidak harus meniti karir dari PNS seperti dulu. Untuk jadi politisi, anggota DPRD atau DPR juga tidak harus dari PNS.

Namun faktanya ternyata banyak juga masyarakat kita yang masih memilih dan mengidamkan PNS sebagai profesi mereka. Buktinya berita pengumuman penerimaan CPNS (calon PNS) merupakan berita yang selalu dicari-cari dan ditunggu-tunggu. Setiap ada lowongan CPNS dibuka, belasan ribu atau bahkan puluhan ribu orang pelamar mendaftar. Padahal jumlah yang diterima cuma sebagian kecil saja.

Akibatnya persaingan untuk mendapatkan posisi PNS semakin ketat. Untuk lolos diterima jadi CPNS seperti lolos dari lubang jarum. Berbagai upaya pun dilakukan, baik berupa upaya posisitif maupun upaya negatif. Upaya positif dilakukan dengan mempersiapkan diri secara baik. Mulai dari menekuni kuliah sehingga memperoleh indeks prestasi yang tinggi, sesuai dengan syarat minimal calon PNS. Bisa juga dengan melakukan persiapan yang baik untuk mengikuti ujian CPNS, baik dengan mempelajari soal-soal ujian dan menggali informasi yang berhubungan dengan ujian.

Cara-cara negatif banyak juga yang berusaha menempuhnya. Misalnya kasak-kusuk mencari calo yang konon katanya bisa membantu agar bisa lulus CPNS, atau mencari “orangkuat” yang juga bisa menolong/membacking seseorang agar bisa diterima jadi CPNS. Sejumlah uang pelicin atau materi dalam berbagai bentuk mereka siapkan demi melaksanakan hajat untuk bisa menjadi PNS.

Dalam masa kepemimpinan kami sebagai gubernur Sumatera Barat, tidak ada istilah calo atau uang pelicin. Semua test dilakukan secara baik dan benar, test dilakukan mengunakan metode terbaru dan terbaik yang telah terbukti kehandalannya. Juga tidak ada istilah koneksi atau famili. Kalau memang tidak lulus dan tidak memenuhi syarat, siapapun dia, adik kandung sekalipun, tidak bisa menjadi CPNS.

Yang menarik, ada catatan oleh hampir semua kepala SKPD yang telah menerima dan mempekerjakan CPNS baru hasil test dan seleksi tersebut. “Iyo pueh dan sanang kami mamakai mereka, Pak,” ujar sejumlah kepala SKPD. Menurut kepala-kepala SKPD, CPNS-CPNS baru tersebut nyaris tak ada cacatnya, sikap, kinerja dan kualitas intelektual mereka benar-benar bisa diandalkan.

Dalam perjalanan waktu dan pekerjaan sehari-hari, CPNS/PNS yang berkualitas dengan yang tidak berkualitas juga akan terlihat berbeda nyata. Mereka yang berkualitas akan segera nampak kinerja dan prestasinya sedangkan yang tidak juga akan terlihat. Yang tidak berkualitas lebih banyak berleha-leha dan berusaha membuang-buang waktu, mereka akan tersisih dengan sendirinya. Ada atau tidak mereka di kantor, sama saja.

Bukankah dengan memaksakan diri, apalagi dengan cara-cara yang tidak benar untuk menjadi PNS hanya akan membuang-buang waktu, kesempatan dan uang saja? Negara pun jadi sia-sia menggaji orang yang tidak berguna seumur hidup, bahkan sampai pensiun? Halalkah uang yang mereka terima dan mereka berikan kepada anak istrinya?

Karena itu menurut saya tidak adanya gunanya memaksakan diri menjadi PNS dengan berbagai cara, apalagi menggunakan uang pelicin dan cara-cara yang tidak terhormat lainnya. Lulus jadi CPNS, lalu jadi pecundang, karir tak pernah beranjak naik, jadi mentimun bungkuk istilahnya, untuk apa? Lapangan kerja lain masih terbuka luas.

Mari kita jaga bersama agar seleksi CPNS tahun ini berjalan baik dan benar, tanpa calo, tanpa uang pelicin, juga tanpa beking-membeking. Tentu saja menjadi kewajiban dan tanggung jawab bupati/walikota di daerah masing-masing mengawalnya. Insya Allah jika seleksi dilakukan dengan baik dan benar, akan dipeloreh PNS yang baik dan benar pula. Pada akhirnya mereka nantinya akan menjadi aparat negara yang baik dan mampu menyelesaikan masalah-masalah negara dan mengayomi masyarakat dengan baik pula. (Irwan Prayitno)