Tabungan di Masa Pandemi
Artikel () 23 November 2020 10:40:26 WIB
Masa Pandemi Covid di Indonesia sudah berjalan lebih kurang sembilan bulan lamanya. Ini merupakan waktu yang cukup lama bagi masyarakat untuk hidup di bawah bayang-bayang covid. Di satu sisi ada masyarakat yang tidak percaya sama sekali terhadap covid. Di sisi lain ada masyarakat yang langsung terkena covid dan setelah pulih berupaya agar tidak terkena lagi virus tersebut.
Di tengah-tengah, ada masyarakat yang sadar akan bahaya covid lalu mematuhi protokol kesehatan. Yaitu memakai masker ketika di luar rumah, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, dan menjauhi kerumunan. Di samping itu, menjaga kesehatan dan kebersihan badan, dan mandi setelah beraktivitas di luar rumah.
Namun uniknya, adalah masalah ekonomi. Untuk hal ini, masyarakat baik yang tidak mengakui covid atau yang sudah terkena covid dan juga yang sudah mematuhi protocol kesehatan akan mengalami masalah ekonomi. Ada yang beruntung, ada pula yang kurang beruntung.
Sebuah tulisan dari SS Kurniawan yang berjudul, “Belanja, Simpanan, Pandemi, dan Ekonomi” di Tabloid Mingguan Kontan edisi 16-22 November 2020 agaknya bisa menjelaskan adanya masalah ekonomi yang muncul di masa pandemi.
Kurniawan menjelaskan bahwa masyarakat menengah atas memiliki kekhawatiran terhadap prospek ekonomi sehingga mengalokasikan dananya untuk pengeluaran mendadak dengan menyimpan uangnya di bank. Berdasarkan data LPS, total nilai simpanan hingga akhir September 2020 naik 23% dibanding periode yang sama di 2019. Jumlahnya mencapai 6.721 triliun rupiah. Jika dihitung sejak Januari 2020, terjadi peningkatan sebesar 10,6%. Dan dalam enam bulan terakhir meningkat sebesar 6,6%.
Dari total simpanan tersebut, sebagian besar adalah deposito dengan persentase 41,4%. Peningkatan jumlah deposito jika dihitung sejak September 2019 angka persentasenya sebesar 7,6%. Jika dihitung sejak Januari 2020 kenaikannya sebesar 9,4%. Total jumlah deposito adalah sebesar 2.780 triliun.
Sementara itu, jumlah total giro adalah 1.808 triliun rupiah. Kenaikannya sejak September 2019 secara persentase adalah 24,3%.
Adapun simpanan di atas 5 miliar rupiah, totalnya mencapai 3.309 triliun rupiah. Setara dengan 49,2% simpanan perbankan. Dan jumlah rekeningnya hanya 107.977 dari 335,6 juta rekening. Pada desember 2019, simpanan di atas 5 miliar rupiah persentasenya 46%. Kemudian pada September 2020 persentasenya meningkat menjadi 49%. Tren kenaikan dimulai sejak Mei 2020.
Meskipun tingkat suku bunga cenderung turun, jumlah simpanan semakin meningkat. Ini menyebabkan pengeluaran masyarakat tidak mengalami pertumbuhan positif. Pada kuartal III menurut BPS terjadi pertumbuhan negatif konsumsi rumah tangga sebesar 4,04%. Sehingga pertumbuhan ekonomi minus 3,49%. Menurut Kurniawan, bobot konsumsi rumah tangga mencapai 57%.
Melihat data yang demikian, dan dikaitkan dengan pandemi covid yang belum terlihat kejelasan kapan selesainya, maka kelas menengah sepertinya memilih untuk tidak melakukan konsumsi atau pengeluaran berlebihan. Karena vaksin masih belum bisa dipastikan kesiapannya. Dan jumlah orang yang positif covid masih bertambah, meskipun persentase pertambahannya di berbagai tempat cenderung tidak tajam.
Oleh karena itu, di masa pandemi ini, yang paling prioritas untuk dilakukan adalah mematuhi protokol kesehatan. Karena dengan mematuhinya, sudah menjadi modal bagi kita untuk tetap produktif dalam mencari nafkah atau bekerja dan berusaha. Pengeluaran pun perlu diprioritaskan agar masih tetap bisa bertahan hidup. Namun bukan berarti tidak peduli dengan sesama. (efs)