Meneladani Sosok Ulama Ranah Minang Buya Hamka
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 19 Agustus 2020 08:31:32 WIB
Meneladani Sosok Ulama Ranah Minang Buya Hamka
Oleh Yal Aziz
GENERASI melenial sekarang ini so pasti banyak yang tidak tahu tentang sosok Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka. Untuk itu, bisa dikatakan suatu keharusan bagi kita untuk memperkenalkan kepada generasi melenial ini tentang sosok Buya Hamka.
Sebagaimana kita ketahui, Buya Hamka adalah seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan juga politikus yang sangat terkenal di Indonesia. Bahkan, Buya Hamka juga seorang pembelajar yang otodidak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik.
Buya Hamka lahir di desa kampung Molek, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada usia 73 tahun.
Sedangkan mengenai panggilan buya kepadanya, merupakan suatu panggilan terhadap orang Minangkabau, yakni abi, abuya dalam bahasa arab yang artinya ayahku atau panggilan akrab terhadap seseorang yang dihormati.
Kemudian ayahnya Buya Hamka adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal atau populer sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
Buya Hamka dibesarkan dalam tradisi Minangkabau. Bahkan, masa kecil Buya Hamka dipenuhi gejolak batin karena saat itu terjadi pertentangan yang keras antara kaum adat dan kaum muda tentang pelaksanaan ajaran Islam. Banyak hal-hal yang tidak dibenarkan dalam Islam, tapi dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Selanjutnya, ada hal yang hebat dari sosok Buya Hamka, yakni punya anak angkat keturunan China, yakni Yusuf Hamka yang masuk Agama Islam atas kesadarannya sendiri. Sedangkan anak laki-laki kandung Buya Hamka bernama H Rusdi Hamka, kader PPP, anggota DPRD DKI Jakarta.
Yang hebatnya, Buya Hamka hanya sampai kelas dua di Sekolah Dasar Maninjau, ketika usianya usia 10 tahun. Tapi ayahnya, Syekh Abdul Karim bin Amrullah, adalah pendiri Perguruan Thawalib di Padang Panjang, yang didirikan 1911. Di perguruan Thawalib Padang Panjang itulah Buya Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Bahkan, Buya Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Sejak muda, Buya Hamka dikenal sebagai seorang pengelana. Bahkan ayahnya, memberi gelar Si Bujang Jauh. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk menimba ilmu tentang gerakan Islam modern kepada HOS Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, RM Soerjopranoto, dan KH Fakhrudin. Saat itu, Buya Hamka mengikuti berbagai diskusi dan training pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman, Yogyakarta.
Dalam perjalana karier dan hidupnya, Buya Hamka pernah bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Pada tahun 1929 di Padang Panjang, Kemudian, Buya Hamka dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957- 1958. Setelah itu, Buya Hamka diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta.
Sejak perjanjian Roem-Royen 1949, Buya Hamka pindah ke Jakarta dan memulai kariernya sebagai pegawai di Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim. Waktu itu Buya Hamka sering memberikan kuliah di berbagai perguruan tinggi Islam di Tanah Air.
Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, Buya Hamka menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia. Pada 26 Juli 1977 Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali, melantik Buya Hamka sebagai Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia, tetapi kemudian Buya Hamka meletakkan jabatan itu pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Kedepan kita berharap kepada generasi muda Indonesia, khususnya generasi melenial Sumatera Barat, Ranah Minang untuk mempelajari sejarah perjuangan Hamka, baik dari sisi berdakwah, maupun berorganisasi. Semoga. (berbagai sumber dan Pemimpin umum tabloidbijak.com)