Salah Memilih Pemimpin Tunggulah Kehancuran
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 23 Juni 2020 16:20:01 WIB
Oleh Yal Aziz
HINGGA kini masih ada diantara masyarakat yang beranggapan kalau proses memilih pemimpin hanya urusan dunia dan tak ada sangkut pautnya dengan urusan akherat. Padahal, memilih seorang pemimpin tak hanya urusan dunia, tetapi juga urusan akherat. Tegasya, Islam tidak mengenal dikotomi atau sekulerisasi yang memisahkan antara dunia dan akhirat, termasuk dalam memilih pemimpin.
Untuk itu, masyarakat harus paham dan mengerti tentang tatacara memilih pemimpin, baik presiden, gubernur, bupati dan walikota. Kenapa? Karena sosok seorang pemimpin merupakan faktor penting dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Tegasnya, jika seorang pemimpin punya kepribadian sederhana, jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyat atau masyarakat akan hidup makmur. Sebaliknya jika seorang pemimpin tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya, niscaya rakyatnya akan sengsara dan menderita.
Cara memilih pemimpin dalam Islam kini menjadi kata kunci yang paling banyak di cari dan dianggap menjadi issue yang cukup kontroversial. Terlebih lagi dengan dengan momentum pilkada dibeberapa daerah tingkat dua di Sumatera Barat.
Sebagai orang Minang yang punya filsafat, Adat Basandi Syarak dan Syarak basandi Kitaullah, ada baiknya juga mengacu atau berpedoman dengan cara orang Minang memilih pemimpnya, apa itu gubernur, bupati, maupun walikota.
“Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Konsep islam tentang kepemimpinan sebenarnya sudah ideal. Contoh paling ideal pemimpin islam tentu saja Nabi Muhamad Saw. Ia merupakan seorang yang memimpin dengan hati. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21).
Sebagai agama yang sempurna, islam juga memiliki tata cara bagaimana memilih pemimpin yang baik sebagimana cara memilih pemimpin menurut islam . Hal tersebut tertuang dalam 12 Cara Memilih Pemimpin Dalam Islam.
Sehubungan masyarakat Sumatera Barat mayoritas beragama Islam, tentu syarat pertama atau utamanya si calon pemimpin yang akan dipilih itu seorang muslim yang beriman kepada Allah (mukmin). Maksudnya, seorang calon pemimpin itu harus memiliki dua sifat, seperti disebutkan dalam Alquran Surah Yusuf ayat 55, “hafizhun ‘alim. Hafizhun” artinya adalah seorang yang pandai menjaga. Yakni, seorang yang punya integritas, kepribadian yang kuat, amanah, jujur dan akhlaknya mulia, sehingga patut menjadi teladan bagi orang lain atau rakyat yang dipimpinnya sebagai dasar kepemimpinan dalam islam .
Kemudian calon pemimpn yang akan dipilih itu orangnya amanah. Maksudnya, seorang pemimpin yang amanah akan berusaha sekuat tenaga untuk menyejahterakan rakyatnya, walaupun sumber daya alamnya terbatas.
Sebaliknya jika pemimpin yang dipilih khianat, so pasti yang bersangkutan akan sibuk memperkaya diri sendiri dan keluarga serta kolega-koleganya, dan membiarkan rakyatnya tak berdaya, sebagaimana Nabi Muhammad telah mengingatkan;"Sifat amanah akan menarik keberkahan, sedangkan sifat khianat akan mendorong kefakiran."
Selanjutna seorang pemimpin itu haruslah alim. Maksudnya, seorang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk memimpin rakyatnya dan membawa mereka hidup lebih sejahtera.
Berikutnya seorang pemimpin tersebut haruslah seseorang yang rajin melaksanakan ibadah shalat lima waktu, sesibuk apapun perkerjaannya. Kenapa? Karena shalat bisa dikatakan barometer akhlak seseorang. Tegasnya, pemimpin yang baik dan layak dipilih adalah pemimpin yang menegakkan yang taat dalam melaksanaan shalat, karena shalat melahirkan tanggung jawab sebagai seorang hamba Allah.
Yang tak kalah pentingnya, seorang peminpin tersebut harus yang suka ata gemar berzakat atau bersedekah. Soalnya, zakat itu bukan hanya bertujuan membersihkan harta yang kotor, tetapi juga untuk memberikan hak orang lain. Tegasnya, seorang pemimpin yang rajin berzakat dan berinfak, tidak akan korupsi. Alasannya, karena peminpin itu tahu dan paham kalau Allah sudah menjamin rezekinya. (penulis wartawan tabloidbijak.com dan PLT Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumatera Barat).