TELADAN DIRI AGAR KELUARGA SELAMAT

TELADAN DIRI AGAR KELUARGA SELAMAT

Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 22 Juni 2020 15:04:26 WIB


TELADAN DIRI AGAR KELUARGA SELAMAT

Beberapa waktu lalu saya mendapat kiriman pesan whatsapp dari seorang teman yang membatalkan undangan pesta pernikahan anaknya. Karena sedang pandemi covid-19 , menyebabkan semua kegiatan masyarakat yang mengumpulkan orang banyak, dilarang oleh pemerintah, untuk mencegah penyebaran virus corona. Tapi beliau tetap mengharapkan do’a restu dari semua kolega dan handai taulan karena sang anak tetap dinikahkan dengan aturan ketat protokol covid-19 dan dihadiri keluarga inti saja.

Begitulah kehidupan ini akan tetap berjalan apa adanya. Bukanlah gara-gara pandemi virus corona, orang tidak jadi menikah. Bagi sang pengantin, mungkin yang penting sudah sah mereka berkeluarga, yang haram menjadi dihalalkan, walaupun pesta baralek tidak terlaksana. Cinta sudah tak dapat ditahan.

Ketertarikan dengan lawan jenis menjadi fitrah bagi manusia. Tidak menjadi masalah selama tetap dalam koridor Nya. Fitrah ini Allah ciptakan sejak manusia menghirup udara segar di muka bumi. Mengapa Allah ciptakan demikian? Karena keberlangsungan hidup supaya tetap ada. Mereka ditakdirkan untuk berpasangan untuk menempuhi maghligai cinta dalam keluarga sehingga melahirkan keturunan yang akan meramaikan kehidupan.

Kita tahu bahwa ketertarikan ini di kalangan para single Lillah biasanya bermula dari wajah. Orang pada umumnya menerima pinangan atau memberikan cinta terukur dari ketampanan, kecantikan atau sesuatu yang nampak oleh mata. Kalau menarik bisa jadi alasan untuk menerimanya menjadi pasangan hidup. Mengapa kesimpulan ini ada? Karena kita bisa lihat trend di anak muda sekarang, di zaman yang tiada batas yakni zaman digital dengan mudahnya lelaki dan perempuan memgungkapkan kekagumannya pada lawan jenis tanpa rasa malu. Bukan hanya khalayak ramai yang melakukan bahkan para pejuang dakwah yang mengenal agama serta kaidah yang disyariatkan oleh Allah.

Bagi mereka seolah fisik jadi ukuran padahal hal itu bukan modal menjalani kehidupan. Bagaimana juga dalam menjalani hidup kita butuh materi agar tercukupi. Paling tidak memiliki pekerjaan, hal itu sudah seharusnya dipikirkan oleh para single Lillah. Jikalau tidak punya pekerjaan tetap tetapi tetaplah untuk bekerja. Apalagi yang namanya kebutuhan senantiasa bertambah seiring dengan bertambahnya anak. Maka sangat wajar jika dikatakan yang namanya cinta bermula dari perasaan melanjutkan dengan penghasilan. Tak mungkin kita hidup hanya dengan cinta saja. Ada kebutuhan yang akan terselesaikan dengan kecukupan materi. Memang tak harus berlebih tapi cukup.

Apa iya ketika istri melahirkan tidak butuh uang? Apa iya ketika sudah punya anak juga tidak bisa menafkahi. Kita punya kewajiban menghidupinya dengan gizi yang baik sehingga tumbuh dan berkembang dengan baik pula bahkan akan muncul generasi berkualitas. Kemapanan itu perlu selama bukan materi oriented. Realistis saja bahwa hidup butuh penghasilan. Tanggung jawab laki-laki tentunya memberikan nafkah kepada keluarga. Kita juga tahu bahwa masalah ekonomi juga menjadi salah satu faktor kerentanan perceraian. Berusaha keras dan tekad yang kuat untuk menghasilkan beberapa keping rupiah jauh lebih berharga dari pada menanti pemberian seseorang saja. Kualitas lelaki itu dilihat dari seberapa gigih untuk bekerja sehingga ada hasil yang nyata.

Tapi jangan salah jika kemapanan sudah didapatkan maka butuh melandasi bangunan rumah tangga dengan ketaqwaan. Rasa takut kepada Allah dan kekhawatiran akan melenceng dari jalur Nya. Ajaran Rasul SAW ; “ Ittaqillaha haitsu ma kunta. Kalimat yang artinya “Takutlah kepada Allah dimanapun kita berada” harus diingat selalu sehingga berakhlak mulia jadi ciri khasnya. Dalam hal apa saja selalu mengedapankan adab. Bahkan jika dirunut lebih lanjut bahwa tanggung jawab besar untuk menafkahi wujud ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT. Sehingga setelah menikah tidak melepas tanggung jawab begitu saja karena ada Allah SWT yang mengawasi.

Menjaga pernikahan hingga sampai di keabadian , ibarat tanaman yang untuk bisa subur harus disiram dan dipupuk. Mungkin sudah ada yang menyiram dan memupuk tapi mengapa masih saja terjadi banyak perselingkuhan hingga perceraian? Karena taqwa sudah ditanggalkan. Melirik wanita lain yang lebih cantik itu salah karena sudah ada pasangannya yang sah. Bercanda berlebihan sehingga muncul fitnah yang tak berkesudahan juga salah karena Al Qur’an menjelaskan tentang adab pergaulan. Itu hanya contoh dari sekian masalah yang hadir dalam ranah keluarga. Maka taqwa menjadi modal dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Selain ketaqwaan kita butuh kesabaran. ‘Hidup tak seperti jalan tol ya gaes’, kita akan melewati perjalanan yang berliku bahkan menukik tajam juga curam. Sehingga butuh alas yakni kesabaran sehingga banyak berlapang dada atas segala peristiwa. Tak selalu tawa bahagia bisa dirasakan kala menjalani hidup berkeluarga tapi kita juga tak bisa lepas dari duka derita yang mengiringinya. Allah akan pergilirkan susah dan senang, sempit dan lapang dan tentu banyak warna yang akan bertandang.

Jika kesabarannya seluas samudera tak mudah terpengaruh dengan badai yang tak selamanya ada. Guncangan hidup jika sudah disiapkan dengan mental yang kuat akan mudah dilalui. Tak terkaget-kaget karena imannya telah mengajarkan bahwa yang terjadi tak lain adalah kehendak Allah yang akan menaikkan derajatnya sebagai mukmin sejati.

Dan satu hal lagi sebagai bekal dalam menikah yakni keteladanan. Jikalau tak bisa menjadi teladan bagaimana seorang suami bisa mendidik keluarganya? Bagaimana seorang istri dapat menyenangkan hati suami dan kelak menjadi ibu yang penyayang bagi anak-anaknya? Akhlak yang baik,  mumpuni dalam ilmu, berkualitas dalam dalam akan menjadi contoh bahkan motor penggerak seluruh anggota keluarganya untuk menjadi hamba yang baik pula. Maka teladankan diri kita agar menjadi modal sukses selamat membina hidup berumah tangga. Wallahu a’lam. (SZ)