Etika dan Netralitas ASN di Pileg dan Pilpres

Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 08 November 2018 15:57:10 WIB



Aparatur Sipil Negara atau yang lebih dikenal dengan ASN, secara tegas sudah dilarang bermain politik praktis. Tujuannya, jelas untuk menjamin efektivitas pelaksanaan Surat Menteri PANRB dan para pimpinan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah agar melakukan pengawasan terhadap Aparatur Sipil Negara yang berada di lingkungan instansi masing-masing.

Adapun bunyi akhir surat Menteri PANRB Asman Abnur, yang tembusannya disampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden tersebut menyampaikan beragam sanksi yang mengancam Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika tidak menjaga netralitas dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).
 
Ketegasan  tersebut berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 42 Tahun 2004, terhadap pelanggaran berbagai jenis larangan kepada ASN dikenakan sanksi moral.  Selanjutnya atas rekomendasi Majelis Kode Etik (MKE), ASN  yang melakukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral, dapat dikenakan tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Maksud dari tindakan administratif dapat berupa sanksi hukuman disiplin ringan maupun hukuman disiplin berat sesuai dengan pertimbangan Tim Pemeriksa.

Dalam hal ASN yang diduga melakukan pelanggaran kode etik adalah ASN selain Sekretaris Daerah, menurut Menteri PANRB Asman Abnur, pembentukan Majelis Kode Etik dan Tim Pemeriksa dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi ASN yang bersangkutan.
 
Ada beberapa larangan bagi ASN yang perlu diikuti dan diamati oleh berbagai elemen masyarakat. MAksudnya, jika ada ASN terlibat politik praktis, bisa dilaporkan kepada instansi dimaa ASN tersebut bekerja.

Beberapa larangan bagi ASN tersebut:
1.ANS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
2. ANS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
3. ASN dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
4.ASN dilarang menghadiri deklarasi bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik;
5.ASN dilarang mengunggah, menanggapi atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial;
6.ASN dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan;
7.ASN dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.

Kini,  pemilihan lehgislatif slatif (Pileg) tahun 2019, dan pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) tahun 2019, semakin dekat. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Asman Abnur, pada 27 Desember 2017 telah mengirimkan surat kepada para pejabat Negara (mulai menteri Kabinet Kerja sampai Gubernur, Bupati/Wali Kota) mengenai pelaksanaan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
 
Berdasarkan Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Berdasarkan aturan tersebut, diharapkan berbagai elemen masyarakat, baik melalui organisasinya atau LSM untuk ikut memantau dan mengawasi netralias ASN dalam suasana politik praktis. 

Jika ada menemukan ASN bermain politik praktis dengan menjadi salah satu dari tim sukses, agar melaporkan dengan dilengkapi dengan berbagai bukti dan saksi. Tujuannya, agar laporan yang disampaikan tentang ASN bermain politik praktis tersebut berdasarkan fakta dan bukan dugaan semata. Semoga (Penulis wartawan tabloidbijak.com)