Mensejahterakan Nelayan
Artikel Yal Aziz(Tenaga Artikel) 09 Juni 2018 15:17:09 WIB
KALAU kita berbicara nasib nelayan di Sumatera Barat saat ini, memang masih bisa dikatakan termasuk kedalam kelompok masyarakat miskin. Kenapa? Karena para nelayan ini masih tinggal di perkampungan kumuh dipinggiran pantai, dan rumahnya kurang tertata dengan baik. Jadi wajar saja jika ada penilaian, kalau nelayan masih identik dengan kemiskinan.
Padahal, beragam potensi laut yang dimiliki provinsi Sumatera BArat tak kalah dengan daerah pesisir lainnya di nusantara ini. Namun, masih sangat disayangan potensi laut ini tak sepenuhnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Kenapa? Karena selain masalah pemenuhan bahan bakar untuk melaut, juga karena para nelayan di SUmatera Barat ini belum semuanya memanfaatkan tehnologi alat tangkap yang canggih dan moderen. Bahkan para nelayan ini harus bersaingan dengan juraga besar yang sudah punya alat tangkap canggih. Akibatnya, nasib nelayan ini masih kian terpinggirkan.
Yang lebih parahnya lagi, kemiskinan para nelayan ini hanya dijadikan komoditas politik bagi para politisi saat kampanye. Tujuan para politisi itu hanya sekedar mendapatkan suara dari para nelayan ini. Padahal untuk membangun sektor kelautan dan perikanan, perlu solusi yang terintegrasi. Maksudnya, para nelayan harus diberdayakan secara berkelanjutan dan diberi sentuhan teknologi serta manajemen perikanan modern. Kemudian, para nelayan tidak bisa melaut karena badai dan gelombang pasang di sejumlah perairan. Alam yang tak bersahabat ini membuat perekonomian mereka semakin terpuruk.
Faktanya sekarang, bisa dikatakan para nelayan ini hanya bertahan hidup. Maksudnya, para nelayan ini terjebak dengan istilah gali lobang tutup lobang dengan berutang kesana dan kemari. Sementara untuk alih profesi mereka tak punya kemampuan dan kepandaian, selain sebagai nelayan.
Sementara berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat, Sumbar memiliki panjang garis pantai 1.973,246 km sudah termasuk Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kemudian, dengan dikeluarkannya UU Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEEI, maka perairan laut Sumatera Barat diperluas lagi 200 mil, sehingga total luas perairan Sumatera Barat menjadi 186.580 km2.
Berdasarkan kondisi laut tersebut , maka potensi perikanan laut lebih besar daripada Perikanan Lepas Pantai dan Samudera. Bahkan, berdasarkan karekteristik habitat/lingkungan hidup ikan, Sumatera Barat memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis besar yang cukup menjanjikan, antara lain tuna, cakalang, tongkol dan tenggiri.
Kemudian, sektor Kelautan dan Perikanan dalam perekonomian Sumatera Barat mempunyai peranan yang cukup besar sebagai sumber lapangan kerja, sumber protein hewani yang berasal dari ikan dan sebagai penghasil devisa dengan pertimbangan mempunyai 185 buah pulau kecil dengan panjang pantai 375 km yang membentang dari Kabupaten Pasaman Barat hingga Kabupaten Pesisir Selatan serta 2,420 km, jika termasuk pantai di Kepulauan Mentawai sehingga memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan perikanan tangkap.
Adapun upaya yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar untuk mencapai target sasaran ini adalah dengan kegiatan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana PPP Sikakap, pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana PPP Carocok Tarusan. Kedua kegiatan ini bertujuan untuk memfasilitasi kenyamanan nelayan dalam mendaratkan ikan dengan memberikan tempat dan fasilitas-fasilitas lainnya di pelabuhan seperti, kebutuhan air, kebutuhan es, perbekalan lainya.
Kedepannya, tentu kita masih berharap ada bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Bagaimanapun jua, nelayan adalah masyarakat Sumatera Barat yang punya keinginan untuk hidup layak dan bahagia bersama keluarganya. Semoga! (penulis waratwan padangpos.com)