Rupiah Melemah Kembali

Rupiah Melemah Kembali

Artikel () 31 Juli 2018 17:20:34 WIB


Rupiah melemah kembali. Otoritas moneter kembali membuat kebijakan baru terkait penguatan rupiah. Jika sebelumnya BI mengeluarkan kebijakan menaikan suku bunga acuan, maka pada kali ini BI mengeluarkan instrument Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tenor 9 bulan dan 12 bulan. Suku bunga acuan yang awalnya dinaikan 25 basis poin pada 30 Mei 2018, dinaikan kembali 50 basis poin pada bulan Juni 2018. Sehingga menjadi 5,25%. Dan akhirnya BI mengeluarkan SBI. 

Kebijakan BI ini mendapat respon positif. Karena dianggap sebagai jalan yang bisa ditempuh untuk menarik dana asing masuk, sehingga diharapkan bisa menguatkan nilai rupiah. Selain itu, kenaikan suku bunga acuan yang diikuti kenaikan suku bunga deposito ternyata tidak menaikan suku bunga kredit. Sehingga net interest margin tidak menggembirakan. 

Jalan lain yang dikeluarkan oleh BI adalah melonggarkan rasio pembiayaan bank kredit properti. Jika kebijakan ini mampu mendorong bergeraknya sektor property, maka akan menggerakkan 170 sektor lainnya yang ada hubungannya dengan sektor properti. 

Sektor properti masih terkait erat dengan sektor riil. Kebijakan BI memang lebih menitik beratkan kepada sektor moneter. Namun demikian BI tetap berkepentingan agar sektor riil juga bergerak dengan adanya kebijakan di bidang properti ini. 

Lalu bagaimana dengan nasib kebanyakan orang yang sepertinya kurang memahami pergerakan sektor moneter ini? Satu di antaranya adalah menambah simpanan mereka di bank, terutama deposito dengan tenor lama seperti 12 bulan. Karena tenor ini margin atau bagi hasilnya biasanya paling tinggi. 

Di samping itu, melihat penawaran kredit perumahan. Karena BI telah memberikan kelonggaran kredit properti. Selain itu, melakukan antisipasi terhadap kenaikan harga BBM nonsubsidi. BBM nonsubsidi akan naik terus selama rupiah mengalami pelemahan. Maka, perlu mengurangi perjalanan yang tidak perlu untuk menghemat biaya BBM. 

Dampak kurang baiknya jika melakukan antisipasi demikian adalah pertumbuhan ekonomi angkanya akan mengalami penurunan. Tapi itulah kenyataan yang harus diterima. 

Memang demikianlah risiko makroekonomi terbuka yang dianut Indonesia. Apa saja yang terjadi di luar atau secara global akan mempengaruhi ekonomi Indonesia. Dan untuk jangka Panjang, diperlukan sosialisasi dan edukasi yang terus menerus. Terutama dalam hal pasar modal. Karena banyak dana asing keluar dari pasar modal. Jika semakin banyak penduduk Indonesia mampu menjadi pemain di pasar modal, maka pengaruh asing akan semakin berkurang. (efs)   

Referensi: Tabloid Kontan, 30 Juli – 5 Agustus 2018 

ilustrasi: freefoto.com